Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Taliban, Kepungan Demokrasi Kapitalisme dan Proses Pembentukan Kepribadian

Kompas.com - 14/09/2021, 21:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Andy Ahmad Zaelany*

KITA masih menanti-nanti dengan cemas kondisi Afghanistan. Apakah akan terus kacau balau dan dipenuhi perang? Ataukah akan berubah menjadi sebuah negara yang secara bertahap bisa berkompromi di tengah kepungan kenyataan demokrasi dan kapitalisme?

Kali ini, saya akan mencoba mereka-reka andaikata benar Taliban akan menjadi sebuah negara agama, tepatnya berbasis syariat Islam. Saya akan mereka-rekanya berdasarkan pengalaman negara yang berbasis agama dari dulu hingga sekarang.

Ada jarak epistemologis antara teori-teori yang dibaca dengan tindakan-tindakan yang dia lakukan. Piere Bourdieu menyebutkan tindakan-tindakan yang biasa dilakukan seseorang ataupun komunitas pada akhirnya akan membentuk perilaku yang menetap.

Baca juga: Menteri Luar Negeri AS: Taliban “Pemerintah de facto Afghanistan”

Begitu juga Leo Pospisil dari hasil penelitiannya di Papua menyebutkan bahwa hukum adat baik yang tertulis maupun tidak tertulis sesungguhnyalah tidak bisa dijadikan patokan. Sebab, pada akhirnya pemikiran dan keputusan para tetua adat yang jauh lebih penting yang seringkali keputusannya bisa berbeda bahkan bertentangan dengan hukum adat.

Senada dengan itu, Clifford Geertz berdasarkan hasil penelitiannya di Maroko juga menyebutkan jika kita meneliti negara Islam janganlah terpaku pada Al Quran. Karena sesungguhnya, lebih penting memperhatikan perilaku masyarakatnya yang seringkali berbeda dengan teks-teks yang ada di Al Quran.

Ketika manusia yang hidup pada masa hunter and gathering mulai membentuk suatu komunitas sosial, maka dibutuhkan seorang pemimpin.

Di sini agama atau religi mulai diperlukan, khususnya ketika masyarakat dan pemimpinnya menghadapi sejumlah ketakutan seperti kedahsyatan alam berupa gempa, gunung meletus, juga binatang buas yang sangat besar.

Saat rakyat mengalami ketakutan yang amat sangat, mereka mengandalkan sang pemimpin untuk memberikan rasa aman. Namun, saat pemimpin juga tidak mampu menghalau ketakutan, dan ia akan mencari perlindungan pada hal-hal yang dapat mengurangi rasa takutnya tersebut.

Baca juga: Protes Aturan Taliban, Perempuan Afghanistan Pakai Gaun Warna-warni Busana Tradisional Sebenarnya

Mungkin di masa lalu itu berupa batu yang besar, ataupun pohon yang besar yang dianggap memiliki kekuatan magis. Dari situlah mulai berkembang sistem religi, dan kelak dikenal sebagai agama. Religi sangat terkait dengan sistem kekuasaan sejak awal.

Sejarah telah mencatat adanya logical fallacy pada manusia. Insan di dunia ini menganggap agama sebagai suatu sistem kekuasaan.

Eropa di masa lalu dipenuhi negara-negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara agama, Katolik atau Kristen. Satu per satu negara tersebut luruh ideologinya, tidak mencampur adukkan antara agama dengan negara, hingga kini hanya tersisa negara Vatikan Roma.

Sejumlah negara di dunia saat ini masih mencampur adukkan antara agama Islam dan negara khususnya di kawasan Timur Tengah. Namun, berbagai negara tersebut, khususnya Arab Saudi, sudah mulai menurunkan kadar keketatan agama sebagai sistem kekuasaan.

Akhir-akhir ini di negara tersebut sudah mengijinkan perempuan menyetir mobil di jalan raya.

Baca juga: Cerita Perempuan di Afghanistan yang Beranikan Diri Kembali Bekerja

Uterogestasi dan Pengasuhan

Ketika seorang perempuan Taliban mengandung, pastilah bayi yang di dalam rahimnya itu merasakan getar-jiwa sang ibu. Dari getar jiwa tersebut akan membentuk struktur otak dari bayi yang berada dalam kandungannya. Semua emosi ibu Talibannya secara langsung akan mendidik calon anak tersebut (uterogestasi).

Perempuan yang hidup dalam perjuangan dan penuh semangat akan menularkan semangat instingtif tersebut kepada bayi yang masih di rahimnya. Ibu Taliban ikut berharap dan bahkan ada yang berjuang untuk merebut dan menyingkirkan negara-negara besar.

Sejarah telah mencatat, Taliban berkali-kali berhasil mengalahkan negara-negara besar seperti Rusia, Amerika Serikat, tentara koalisi, dan bahkan tahun 1997 telah pernah berhasil menguasai Afganistan.

Sikap sang ibu yang penuh perjuangan dan dipenuhi semangat keagamaan merupakan getar-jiwa yang menjadi landasan pengasuhan anak sejak masih dalam rahim hingga masa awal kanak-kanak (pattern for nursery). Tidaklah mengherankan ketika dewasa terbentuk pribadi yang militan serta memegang teguh prinsip keagamaan.

Ekstrogestasi dan Pembentukan Kepribadian

Saat anak bertambah besar, dia akan bergaul dengan berbagai orang maupun bersentuhan dengan alam sekitarnya. Interaksi tersebut akan memengaruhi pembentukan pribadinya (ekstrogestasi).

Saya duga di kelompok Taliban tidaklah satu warna, ada yang rigid dengan ideologinya ada juga yang relatif fleksibel. Remaja Taliban tentu berkesempatan memilih dalam membentuk pribadinya, apakah akan menjadi orang yang fleksible ataukah rigid.

Sekarang setelah Taliban menguasai Afganistan sepenuhnya dan akan membentuk negara agama berdasarkan syariat Islam, maka interaksi yang dihadapi oleh manusia akan jauh lebih luas dan kompleks.

Orang Taliban tidak bisa lagi sepenuhnya rigid dengan hukum syariatnya. Hubungan diplomatik dan dagang dengan China yang sudah dimulai, dan kemungkinan akan disusul negara-negara lain.

Tampaknya, Taliban di masa yang akan datang harus berkompromi antara syariat Islamnya dengan democratic capitalism saat berinteraksi dengan negara-negara lain.

Tambahan pula, bila Afganistan di masa depan bergabung dengan organisasi-organisasi internasional, tidak pelak lagi sikap rigid akan berkurang dengan sendirinya dan kelompok Taliban yang lebih fleksibel akan lebih diterima dalam pemerintahan.

Baru-baru ini, juru bicara Taliban menyampaikan tentang negara Afganistan yang baru yang siap bekerjasama dengan negara lain serta menghormati hak-hak perempuan. Namun, ini baru janji dan kita memerlukan bukti.

Harapan kita semua bersama, Afganistan ke depan tanpa perang lagi dan lebih cerah.

*Dr. Andy Ahmad Zaelany adalah peneliti senior Puslit Kependudukan LIPI. Aktif menghadiri seminar nasional maupun internasional, serta banyak menulis di berbagai jurnal maupun media massa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com