Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mantan Pemimpin Masjid Dipenjara 15 Tahun Pasca Tindakan Keras AS Sejak 9/11

Kompas.com - 12/09/2021, 18:07 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

CHAMCHAMAL, KOMPAS.com - Bagi Yassin M Aref, peringatan 20 tahun serangan 9/11 adalah pengingat menyedihkan dari 15 tahun yang hilang yang dihabiskan di penjara Amerika.

Aref (51 tahun) adalah seorang pria Kurdi dan mantan pemimpin masjid di Masjid As-Salam di Albany, ibu kota negara bagian New York.

Dia ditangkap pada 2007 atas tuduhan konspirasi yang diajukan oleh FBI dalam "operasi penyergapan". Dia dituduh membantu "terorisme" berdasarkan bukti "rahasia".

Kasusnya menuai kritik dari American Civil Liberties Union dan kritik lainnya terhadap kebijakan kontra terorisme pasca 9/11 di Amerika Serikat.

Baca juga: 20 Tahun Usai Serangan 9/11, George W Bush Khawatir dengan Masa Depan AS

Al Jazeera pada Sabtu (11/9/2021) melaporkan bahwa Aref adalah korban hidup dari Islamofobia dan ujaran kebencian, setelah serangan 11 September 2001 yang menewaskan hampir 3.000 orang, dan kemudian digunakan sebagai dalih pemerintahan George W Bush untuk menyerang Afghanistan dan Irak.

Peringati 20 tahun kampanye kontra terorisme AS, tahun ini menjadi unik karena pasukan AS dan koalisi telah ditarik dari Afghanistan, dan dijadwalkan meninggalkan Irak pada akhir tahun ini – mengakhiri “perang global melawan teror”.

Aref dideportasi ke wilayah Kurdi di Irak utara pada 2019 setelah pembebasannya.

Al Jazeera berbicara dengan Aref di rumah mungilnya di distrik Chamchamal di daerah Garmian, barat provinsi Sulaimaniyah, di wilayah Kurdi di Irak utara.

Aref dan istrinya, Zuhur, tinggal bersama sementara empat anak mereka, dua laki-laki dan dua perempuan, belajar di AS.

Pada 2 Juli tahun ini dia menerbitkan kenangannya dalam sebuah buku berbahasa Kurdi. Buku ini lebih dari 1.000 halaman dan mencakup rincian penangkapannya dan kehidupannya di penjara. “Son of Mountains” adalah versi bahasa Inggris dari memoar yang diterbitkan di AS pada 2008 ini.

“Saya berusia 34 tahun ketika saya ditangkap dan pada usia 49 saya meninggalkan penjara. Selama 15 tahun yang saya habiskan di penjara, saya kehilangan semua tujuan hidup saya termasuk menyelesaikan PhD saya dan membangun diri saya secara budaya dan finansial,” kata Aref.

Baca juga: Kilas Balik, Kontroversi, dan Pelajaran dari Tragedi 9/11

Tuduhan FBI

Aref diangkat sebagai pemimpin Masjid As-Salam setahun setelah kedatangannya di AS.

Sebagai seorang imam, ia berpartisipasi dalam beberapa kampanye anti-perang untuk memprotes invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

"FBI mengarang tuduhan untuk mendakwa saya ... Dalam proses pengadilan, tidak ada bukti nyata terhadap saya," kata Aref.

“Intelijen Amerika tidak dapat menangkap saya karena pandangan politik atau kegiatan sipil saya, tapi FBI melakukan fabrikasi untuk menangkap saya atas tuduhan konspirasi.”

Pada Juni 2003, militer AS menemukan nama Aref, alamat Albany, dan nomor telepon di buku catatan yang ditulis dalam bahasa Kurdi saat menyerang sebuah kamp musuh di Rawah, Irak. Itu membuat FBI meluncurkan penyelidikan yang menargetkannya.

"FBI awalnya mengeklaim bahwa buku catatan itu menyertakan “komandan” di sebelah nama saya. Tetapi saya menyangkalnya dan ketika seorang hakim meminta pemerintah untuk memberikan halaman buku catatan itu, FBI mengakui bahwa ada kesalahan terjemahan," kata Aref.

“Kata yang dimaksud adalah kak – yang berarti saudara dan digunakan sebagai istilah umum untuk menghormati dalam bahasa Kurdi – dan itu tidak berarti komandan.”

Aref mengatakan pemerintahan Bush memperkuat kasusnya untuk keuntungan politik. Wakil Jaksa Agung James B Comey dalam konferensi pers di Washington DC ketika itu mengumumkan penangkapan Aref sebagai: "Kami mendapat ikan besar."

Baca juga: Kisah Barbara Olson, Penumpang Pesawat Tragedi 9/11 yang Laporkan Pembajakan

Jebakan informan

FBI kata dia, meyakinkan seorang informan yang menghadapi hukuman penjara yang lama dan deportasi karena penipuan, untuk mendekatinya melalui temannya, Mohammed Mosharref Hossain. Dia adalah warga negara AS yang berasal dari Bangladesh dan pemilik toko pizza di Albany.

Informan FBI yang akrab disapa Malik itu diam-diam merekam percakapannya dengan Hossain dan Aref.

Dia menawarkan untuk meminjamkan 50.000 dollar AS (Rp 712 juta) kepada Hossain, dan menyuruhnya mencuci uang dari penjualan rudal yang ditembakkan dari bahu.

Juri di Pengadilan Distrik AS di Albany memutuskan Aref dan Hossain bersalah pada 2006 atas pencucian uang dan mendukung terorisme, dengan hukuman 15 tahun penjara bagi keduanya.

“Saya tidak tahu tentang terorisme atau teroris atau penembakan atau pengeboman. Saya (hanya) tahu berapa pon tepung yang saya gunakan untuk membuat pizza,” kata Hossain kepada hakim setelah dia dijatuhi hukuman.

Baca juga: Dokumen Rahasia Serangan 11 September Ungkap Keterlibatan 15 WN Arab Saudi

'Gitmo Kecil'

Aref menghabiskan hampir dua setengah tahun di sel isolasi dan beberapa tahun di fasilitas keamanan maksimum di Terre Haute, Indiana, yang dijuluki "Little Gitmo".

“Di Terre Haute, saya mengalami penyiksaan psikologis … dan ini bertentangan dengan hukum AS. Karena terlalu jauh, keluarga dan anak-anak saya hampir tidak bisa mengunjungi saya. Bahkan kunjungan keluarga adalah siksaan bagi saya,” kata Aref.

“Aku tidak bisa memeluk atau mencium anak-anak saya. Kami hanya bisa melakukan panggilan telepon di kedua sisi jendela plastik tebal. Mereka menggunakan setiap teknik untuk membuatmu runtuh secara psikologis.”

Kepada Al Jazeera, Aref mengatakan harapannya agar bukti "rahasia" yang digunakan oleh FBI pada akhirnya akan dirilis, sehingga dia dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah.

“Ketidakadilan yang saya derita di AS menghapus pandangan saya tentang Amerika Serikat sebagai tempat demokrasi dan hak asasi manusia,” katanya.

“Sejak 9/11, AS terus mundur dalam hal mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia … AS menjadi bangkrut secara moral. Saya menjadi korban kebijakan yang salah oleh Bush dan perasaan Islamofobia setelah 11 September.”

Baca juga: FBI Rilis Dokumen Rahasia Serangan 11 September 2001, Ini Isinya...

“Ketakutan umum terhadap Muslim”

Pengacara Aref, Kathy Manley, juga mengatakan tidak ada bukti serius yang memberatkannya.

“Yassin jelas menjadi korban Islamofobia pasca 9/11 … Dia dihukum karena ketakutan umum terhadap Muslim dan karena hakim mengatakan kepada juri, FBI punya alasan bagus untuk menargetkannya,” kata Manley kepada Al Jazeera melalui email.

“Ini didasarkan pada bukti rahasia yang tidak boleh kami lihat, dan kemudian diketahui bahwa itu salah. Kasusnya sangat terkenal dan digunakan oleh pemerintahan Bush dalam berbagai cara ... Kasus-kasus ini cenderung digunakan untuk tujuan politik, ”katanya.

Ben Friedman, direktur kebijakan Prioritas Pertahanan yang berbasis di Washington DC, mengatakan kepada Al Jazeera melalui Twitter: “Islamofobia AS tumbuh pesat setelah 11 September. Dan itu tetap tinggi sebagai hasil dari upaya para politisi, terutama Trump, yang menggunakan ketakutan itu untuk menjadikan Muslim sebagai ancaman dan memenangkan dukungan untuk perang, pembatasan imigrasi, dan kebijakan lainnya.”

Hebatnya, Aref mengatakan dia tidak marah pada AS meskipun dia mengalami cobaan berat.

“Sejak kedatangan saya ke wilayah Kurdistan, saya telah menjadi pembela AS,” katanya.

“Saya percaya bahwa sampai batas tertentu masih ada Islamofobia di AS, tetapi tidak diragukan lagi dibandingkan dengan waktu penangkapan saya, situasinya berubah dan lingkungan jauh lebih baik.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com