Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentrok antara Milisi dan Militer Myanmar Pecah Lagi, 20 Orang Tewas

Kompas.com - 12/09/2021, 08:38 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Sedikitnya 20 orang tewas dalam pertempuran antara milisi dan pasukan keamanan Myanmar, menurut saksi mata dan media Myanmar, dalam kekerasan terburuk sejak penentang pemerintah militer menyerukan "perang defensif rakyat" minggu ini.

Kekerasan terbaru terjadi ketika para aktivis dan pasukan anti-militer mendesak masyarakat internasional pada Sabtu (11/9/2021) untuk mengambil tindakan.

Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Serukan Pemberontakan Nasional Lawan Junta Militer

Menurut mereka, kurangnya "intervensi luar yang berarti" telah menyebabkan perlawanan bersenjata.

“Orang-orang muda Myanmar (tidak punya) pilihan selain untuk melawan dengan apa yang mereka miliki,” kata Gerakan Pembangkangan Sipil dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (11/9/2021) pagi melansir Al Jazeera.

Mereka menyerukan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (AS) dan perwakilan dari Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk “secara langsung terlibat” dengan oposisi Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

Menjelang pertemuan Majelis Umum PBB untuk memutuskan siapa yang mewakili Myanmar sebagai utusan khusus, pasukan oposisi juga meluncurkan kampanye akhir pekan ini untuk mendesak pengakuan NUG sebagai perwakilan pemerintah yang sah.

NUG dibentuk untuk melawan pengambilalihan militer Myanmar pada 1 Februari sebelumnya.

Kelompok ini telah menyerukan pemberontakan melawan kekuasaan militer, dalam upaya nyata untuk mengoordinasikan kelompok-kelompok yang memerangi tentara, dan meyakinkan tentara dan pejabat negara untuk beralih pihak.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan memicu kemarahan, pemogokan dan protes nasional.

Kelompok-kelompok milisi kemudian muncul dan telah melakukan perlawanan pada pasukan keamanan.

Baca juga: ASEAN Sukses Dorong Gencatan Senjata di Myanmar sampai Akhir 2021

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang memantau situasi hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, melaporkan setidaknya 1.058 orang tewas sejak pemberontakan terhadap militer dimulai. Lebih dari 6.300 lainnya saat ini ditahan.

Lebih banyak penangkapan dilaporkan pada Sabtu (11/9/3032) pagi di seluruh negeri, termasuk di kota Yangon terbesar di negara itu dan di Wilayah Sagaing.

Pertempuran sejak Kamis (9/11/2021) antara militer dan relawan pertahanan yang bersekutu dengan pemerintah persatuan di desa Myin Thar mengakibatkan korban di antara milisi lokal dan penduduk desa, setelah pasukan menggunakan artileri berat, menurut media dan seorang saksi.

“Mereka menembakkan artileri, mereka membakar rumah-rumah di desa kami,” kata seorang warga (42 tahun).

Menurutnya, tiga anak serta putranya yang berusia 17 tahun, seorang anggota milisi, termasuk di antara 20 orang yang tewas.

"Saya kehilangan semua yang saya miliki ... saya tidak akan memaafkan mereka sampai akhir dunia," katanya kepada kantor berita Reuters melalui telepon, seraya menambahkan bahwa dia berjuang untuk mengenali putranya di antara mayat-mayat itu.

Unggahan media sosial pada Jumat (10/9/2021) dan Sabtu (11/9/2021) juga memberikan penghormatan kepada orang-orang yang terbunuh, termasuk pria muda yang tampaknya masih di bawah umur.

Baca juga: ASEAN Sukses Dorong Gencatan Senjata di Myanmar sampai Akhir 2021

Korban anak di bawah umur

BBC Burma mengatakan pada Jumat (10/9/2021) bahwa 10 orang tewas di Myin Thar di wilayah Magway di Myanmar tengah. Sementara situs berita Irrawaddy melaporkan 17 korban, di antaranya anak di bawah umur.

Juru bicara militer Zaw Min Tun mengonfirmasi pertempuran terjadi di Magway, menurut Irrawaddy. Juru bicara itu tidak menjawab panggilan Reuters untuk memberikan komentar.

Tetangga Myanmar mendesak pengekangan dari semua pihak menyusul seruan Selasa (7/9/2021) untuk pembalasan nasional oleh pemerintah bayangan.

Beberapa analis memperingatkan langkah itu bisa menjadi bumerang dan mempersulit upaya oposisi untuk memenangkan dukungan internasional.

Namun pihak oposisi mengatakan kurangnya dukungan internasional telah mendorong para aktivis dan orang lain untuk menangani masalah ini sendiri.

Irrawaddy juga melaporkan pembunuhan tiga tentara di kota terbesar, Yangon, pada Kamis (9/9/2021).

Baca juga: Junta Militer Myanmar Dikabarkan Mau Melakukan Gencatan Senjata

Bentrokan meletus pada Kamis (9/9/2021) dan berlanjut pada Jumat (10/9/2021) malam di Thantlang di negara bagian Chin, yang berbatasan dengan India, menurut laporan berita itu.

Radio Free Asia dan layanan berita Mizzima mengatakan militer melakukan serangan udara. Tidak ada laporan segera tentang korban.

Menteri pertahanan NUG tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi insiden pada Kamis (9/9/2021) dan Jumat (1p/9/2021).

Reuters tidak dapat memverifikasi laporan bentrokan, yang tidak disebutkan oleh MRTV yang dikelola negara dalam buletin berita malamnya.

Militer secara ketat mengontrol informasi dan medianya selektif dalam melaporkan kerusuhan.

Pada Selasa (7/9/2021) sekitar selusin menara komunikasi milik militer dihancurkan. Pada hari yang sama pemerintah bayangan yang bekerja untuk membalikkan kudeta menyerukan “perang defensif rakyat melawan junta militer Myanmar.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Inilah Wombat Tertua di Dunia, Usianya 35 Tahun

Global
Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Biden Akan Bicara ke Netanyahu Usai Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi

Global
Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Pejabat UE dan Perancis Kecam Israel Perintahkan Warga Rafah Mengungsi, Ini Alasannya

Global
Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com