Misalnya pada 2012 dan 2014, Voyager 1 merasakan guncangan.
Menurut Kurth, apa yang direkam Voyager 1 adalah lonjakan magnet yang disertai dengan ledakan elektron energik yang menyebabkan medan listrik berosilasi kuat.
Guncangan itu adalah efek terjauh dari matahari, beriak keluar bahkan melewati heliopause.
Kemudian apa yang ditemui Voyager 1 pada 2020 adalah lompatan lain dalam kekuatan medan magnet, tetapi tanpa osilasi listrik kuat.
Namun, ilmuwan berpikir itu adalah tekanan, gangguan yang jauh lebih halus yang bergerak ke medium antarbintang seperti yang dialami pada 2017.
Baca juga: Sendirian di Luar Angkasa, Voyager 2 akan Putus Kontak dengan Bumi
Temuan itu, menurut Jon Richardson, astrofisikawan di MIT, menunjukkan bahwa Voyager 1 masih mampu mengejutkan ilmuwan dengan informasi yang didapatnya meski berada lebih dari 13 miliar mil jauhnya dari Bumi.
Hal tersebut menunjukkan pula jika matahari masih memiliki pengaruh besar, jauh di luar heliopause, karena Voyager 1 masih dapat merasakan sulur matahari.
Sayangnya, misi Voyager 1 untuk mengarungi luar angkasa tak lama lagi akan berakhir.
Plutonium-238, radioisotop yang menggerakkan generator wahana, tak dapat mendukung perjalanan Voyager 1.
Akibatnya, wahana mulai kehilangan bahan bakar. Para ilmuwan harus membuat pilihan bagian mana dari wahana yang harus dipertahankan agar tetap berfungsi.
Baca juga: Voyager 2 Tinggalkan Tata Surya, Siap Menjelajah Ruang Antarbintang
Pada pertengahan 2020, kemungkinan wahana tak akan dapat memberi daya bahkan pada satu instrumen.
Namun, ilmuwan seperti Kurth berharap dapat memperpanjang umur wahana hingga tahun 2027 yang bertepatan dengan 50 tahun peluncurannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.