Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tokoh Separatis Meninggal, India Kunci Wilayah Kashmir

Kompas.com - 04/09/2021, 06:47 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

HYDERPORA, KOMPAS.com - Syed Ali Geelani meninggal dunia dalam status tahanan rumah pada Rabu (1/9/2021), di usia 91 tahun.

Dia dikenal sebagai tokoh pemberontakan Kashmir yang paling disegani, dan sejak awal menyuarakan pemisahan dengan India, dan penyatuan kembali dengan Pakistan.

Kabar kematiannya mengentak Srinagar. Kerumunan warga dikabarkan memenuhi jalan-jalan menuju kediaman Geelani di kawasan Hyderpora, hanya beberapa jam setelah dia dikabarkan meninggal dunia.

Baca juga: Pemimpin Separatis Kashmir Meninggal, India Perketat Keamanan dan Putus Jaringan Internet

Tidak lama berselang, otoritas India menutup akses internet dan membatasi aktivitas warga di ruang publik. Tentara dilaporkan menutup jalan ke arah kediaman Geelani, dan mengirimkan kendaraan lapis baja buat berpatroli di jalan-jalan kota.

Di tengah pembatasan, masjid-masjid di Srinagar tetap mengumumkan kematian Geelani dan mengajak warga turun ke jalan untuk berkabung.

Sementara itu di Pakistan, kabar kematian Geelani ditanggapi dengan hari berkabung. Perdana Menteri Imran Khan memerintahkan pengibaran bendera setengah tiang di penjuru negeri. Dia mengaku "sangat bersedih” oleh kabar kematiannya.

"Kami di Pakistan menghormati keberaniannya dan akan selalu mencamkan kata-katanya, bahwa kita adalah Pakistan dan Pakistan adalah kita,” tulis Khan lewat Twitter.

Pada 2020 lalu, sang perdana menteri menganugerahinya dengan penghargaan "Nishan-e Pakistan,” tanda jasa tertinggi untuk warga sipil, yang pernah disematkan kepada Ratu Elizabeth II, Fidel Castro dan Nelson Mandela.

Baca juga: Kemenangan Taliban di Afghanistan Lahirkan Gelombang Baru Islamofobia di India

Permusuhan dengan India

Geelani adalah tokoh ideologi bagi kaum separatis di Kashmir India. Dia dikenal lewat sikap tanpa kompromi, dan berulangkali menolak negosiasi dengan India, karena sikap New Delhi yang dianggapnya "tidak bisa dipercaya.”

Hanya jika India "mengakui Kashmir sebagai wilayah yang diperebutkan, menarik mundur militer dan membebaskan tahanan politik,” maka kedua pihak bisa melakukan "dialog yang bermanfaat,” kata dia seperti dilansir AP.

Oleh pemerintah di New Delhi, Geelani dicap sebaga tokoh radikal dan dibui berulang kali selama 15 tahun. Namanya kembali diteriakkan warga ketika ada 2019 lalu India mencabut status semi-otonomi bagi Kashmir, dan menahan beberapa tokoh kemerdekaan.

Kalimat "Geelani, Geelani! Dia yang tidak tunduk dan tidak bisa dibeli!” menggema di hampir setiap demonstrasi anti India.

"Meski kematiannya terjadi secara alami, kita tidak boleh lupa ongkos fisik dan psikologis yang diakibatkan penahanan dan penyiksaan terhadap kesehatannya,” tulis Stand With Kashmir, sebuah LSM diaspora di Amerika Serikat.

Baca juga: India Dilanda Demam Misterius, Puluhan Anak Meninggal dalam Seminggu

Kashmir terbelah sejak separasi India dan Pakistan yang digagas kolonial Inggris pada 1947. Sebelum perang, wilayah pegunungan itu merupakan sebuah kerajaan Hindu yang menguasai penduduk mayoritas muslim.

Pasca pemisahan, Islamabad membiayai pemberontakan untuk mendongkel monarki di Srinagar. Akibatnya kerajaan meminta perlindungan kepada India, yang memicu invasi Pakistan.

Sejak itu India bersikeras melabeli pemberontakan di Kashmir sebagai perang proksi yang dilancarkan Islamabad, dan tindak terorisme yang disponsori negara. Namun bagi sebagian besar warga Kashmir, pemberontakan bersenjata adalah bagian dari perjuangan menuju kemerdekaan dan penyatuan Kashmir.

Baca juga: Pembicaraan Formal Perdana, Dubes India Bertemu Petinggi Taliban di Qatar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Global
7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

Global
Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Global
China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

Global
Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com