Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambali, Otak Bom Bali 2002, Akan Diadili AS Setelah 15 Tahun Tanpa Dakwaan di Guantanamo

Kompas.com - 30/08/2021, 16:30 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

GUANTANAMO, KOMPAS.com - Sosok yang disebut sebagai "otak" serangan teror bom di Bali, Oktober 2002, dan beberapa serangan bom lainnya, Hambali, dilaporkan akan mulai dihadirkan dalam persidangan militer Amerika Serikat, Senin (30/8/2021) waktu setempat.

Pria yang bernama asli Encep Nurjaman itu akan menghadapi dakwaan resmi di depan komisi militer AS di Teluk Guantanamo.

Hambali — salah-seorang pimpinan organisasi teroris Jemaah Islamiyah — ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand, 14 Agustus 2003, ketika dalam pelarian.

Baca juga: Militer AS Dakwa Pelaku Bom Bali 2002 dan Bom Jakarta 2003

Setelah ditahan di beberapa penjara rahasia milik CIA, dia akhirnya dipindahkan ke Guantanamo pada September 2006.

Upaya Jakarta untuk membawanya pulang saat itu tidak membuahkan hasil, meskipun tim penyidik kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) belakangan diizinkan untuk memeriksanya di Guantanamo.

Pria kelahiran 1964 asal Cianjur, Jawa Barat, ini diyakini sebagai penghubung Jemaah Islamiyah (JI) dan organisasi teroris Al Qaeda di Asia Tenggara.

"Hambali berada di balik serangkaian bom 2000 hingga 2009"

Selain disebut sebagai perancang serangan bom Bali 2002, dia dianggap bertanggung jawab dalam serangan serentak beberapa gereja di tujuh kota di Indonesia pada malam Natal, akhir 2020.

Seorang aparat polisi berjaga di depan salah-satu lokasi ledakan bom di Kuta, Bali, 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang.AFP/CHOO YOUN-KONG via BBC INDONESIA Seorang aparat polisi berjaga di depan salah-satu lokasi ledakan bom di Kuta, Bali, 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang.
Riduan Isomuddin — nama lainnya saat menetap di Malaysia — dilaporkan ikut mendanai pula aksi serangan bom di depan rumah Dubes Filipina di Jakarta, 1 Agustus 2000.

Bom di Atrium Senen, Jakarta, 1 Agustus 2001, juga diduga melibatkan Hambali. Pelakunya, Dani, warga Malaysia, adalah anak buah Noerdin M Top, yang juga bawahan Hambali di JI.

Selama masa buron, dan setelah tertangkap, proyek pengeboman yang diduga kuat dirancang oleh Hambali dengan Al-Qaeda dilaksanakan tim yang terdiri orang-orang dekatnya.

Orang-orang dari kelompok Islam, yang disebut sebagai anggota Laskar Jihad, di salah-satu sudut pulau Ternate, Provinsi Maluku, 22 Februari 2000.AFP via BBC INDONESIA Orang-orang dari kelompok Islam, yang disebut sebagai anggota Laskar Jihad, di salah-satu sudut pulau Ternate, Provinsi Maluku, 22 Februari 2000.
Selain Bom Bali 2002, menurut As'ad Said Ali, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, Hambali berada "di belakang" bom Marriot (5 Agustus 2003), bom Kedutaan besar Australia (9 September 2004), bom Bali 2 (1 Oktober 2005) dan terakhir bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009).

"Rangkaian ledakan bom tersebut merupakan proyek Al Qaeda yang dipercayakan pelaksanaannya kepada Hambali," kata As'ad dalam buku Al-Qaeda, Tinjauan Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya (2014).

Hambali dilaporkan pula terlibat pendanaan untuk pelatihan kepada sukarelawan lokal di Poso dan Ambon saat dua wilayah itu dikoyak konflik agama.

Baca juga: Wanita Indonesia Disebut Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Selatan yang Tewaskan 14 Orang

BBC INDONESIA Foto Hambali, yang tidak bertanggal, diambil dari situs Kepolisian Malaysia tentang orang-orang yang dinyatakan sebagai buronan, 17 Oktober 2002.
Aparat kemanan AS juga menuduh Hambali merencanakan penyerangan terhadap kedutaan besar Amerika Serikat, Inggris dan Australia di Singapura.

Sekarang, mendekati 15 tahun masa penahanannya di penjara Guantanamo, yang berulangkali dikritik para pegiat HAM terkait "teknik interogasinya", Hambali menunggu sidang pertamanya untuk mendengarkan dakwaan atas dirinya.

Hanya saja persidangannya digelar oleh Mahkamah Militer AS dan bukan peradilan sipil. Hal yang dikritik sejak awal oleh pengacaranya dan pegiat HAM dunia.

Apakah Hambali masih berstatus WNI?

Kementerian Luar Negeri Indonesia, melalui juru bicaranya, Teuku Faizasyah, mengaku "belum mendapat informasi atas hal ini (rencana persidangan Hambali di AS)."

Seorang petugas polisi merapikan karangan bunga di depan Hotel JW Marriott, Jakarta, setelah ledakan bom 5 Agustus 2003.AFP/CHOO YOUN-KONG via BBC INDONESIA Seorang petugas polisi merapikan karangan bunga di depan Hotel JW Marriott, Jakarta, setelah ledakan bom 5 Agustus 2003.
Hal itu disampaikan Teuku Faizasyah melalui pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Selasa (17/8/2021).

Ditanya apakah Hambali masih berstatus warga negara Indonesia (WNI), Faizasyah menulis:

"Sepengetahuan saya saat Hambali ditangkap di Thailand, yang bersangkutan memegang paspor non-Indonesia," katanya. "Jadi status kewarganegarannya merujuk ke paspor tersebut."

Pada Maret 2010 lalu, Hambali mengajukan permohonan pembebasan dari penahanan tanpa tuduhan kepada pengadilan distrik di Washington. Namun permintaannya tidak diluluskan.

Hambali "penghubung" Jemaah Islamiyah dan Al Qaeda

Hambali, awalnya, terlibat gerakan saat bertemu Abdullah Sungkar dan Abubakar Baasyir — dua tokoh Negara Islam Indonesia (NII) — di Malaysia pada 1980-an.

Dua orang ini melarikan diri ke Malaysia karena menjadi buronan pemerintahan Orde Baru, akibat terlibat gerakan pendirian Negara Islam.

Pada 1987, ketika Afghanistan dicaplok Soviet, Hambali dikirim ke sana untuk mengikuti pelatihan militer dan ikut bertempur mendukung kelompok Mujahidin.

Ketika Hambali menjadi salah-seorang pimpinan Jemaah Islamiyah, dia dipercaya mewakili organisasi itu ke Afghanistan. Hambali bertemu Osama bin Laden, kata Nasir Abbas. (Foto: Anggota kelompok militan Taliban, 1995).GETTY/ROBERT NICKELSBERG via BBC INDONESIA Ketika Hambali menjadi salah-seorang pimpinan Jemaah Islamiyah, dia dipercaya mewakili organisasi itu ke Afghanistan. Hambali bertemu Osama bin Laden, kata Nasir Abbas. (Foto: Anggota kelompok militan Taliban, 1995).
Menurut mantan Wakil Kepala BIN, As'ad Said Ali, Hambali merupakan "kader paling cerdas", terbukti dia terpilih "sebagai lulusan terbaik angkatan keempat."

"Hambali pernah mendapat pendidikan militer di Afghanistan. Dia angkatan ke-4 dan lulus 1989, dan sempat menjadi instruktur," kata Nasir Abas, bekas pimpinan Jemaah Islamiyah, kepada BBC News Indonesia, Sabtu (28/8/2021).

Fungsi pelatihan militer itu, ungkap Nasir yang juga pernah mengikuti pelatihan itu, dapat digunakan untuk kepentingan NII.

Dalam perkembangannya, ketika Abdullah Sungkar keluar dari NII dan mendirikan Jemaah Islamiyah pada Juni 1993, di mana Hambali ikut membahas konsep "ideologi" JI, tulis As'ad.

GETTY/DIMAS ARDIAN via BBC INDONESIA Hambali, awalnya, terlibat gerakan jihad saat bertemu Abdullah Sungkar dan Abubakar Baasyir (foto atas) — dua tokoh Negara Islam Indonesia (NII) — di Malaysia pada 1980an.
Dan ketika Hambali menjadi salah-seorang pimpinan mantiqi (wilayah) satu JI (meliputi Malaysia, Singapura, Thailand selatan), dia dipercaya mewakili JI ke Afghanistan.

Saat itu kelompok Taliban yang berkuasa dan Osama bin Laden diizinkan membuka kamp pelatihan militer di sana.

Di sanalah, menurut Nasir Abbas, yang pernah menjadi pimpinan JI dan menyatakan keluar, Hambali menjadi penghubung JI dan Al Qaeda serta Taliban

"Hambali kemudian bertemu Osama bin Laden," ungkap Nasir. Pertemuan itu, antara lain, membahas bahwa JI akan mengirim anggotanya untuk berlatih militer di kamp-kamp di Afghanistan.

Baca juga: Publik Geram, Pemerintah Biden Rencana Dahulukan Vaksin Covid-19 bagi Teroris 9/11 dan Bom Bali di Guantanamo

Para pekerja sedang memperbaiki panel jendela di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, yang rusak akibat serangan bom pada 31 Juli 2009.AFP/ROMEO GACAD via BBC INDONESIA Para pekerja sedang memperbaiki panel jendela di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, yang rusak akibat serangan bom pada 31 Juli 2009.
Dalam amatan Al Chaidar, peneliti tentang terorisme, Hambali kemudian memiliki "hubungan khusus" dengan Al Qaeda dan Taliban.

"Hambali memainkan peranan sebagai penghubung paling utama antara Abdullah Sungkar, Abubakar Baasyir dari JI dengan Al Qaeda dan Taliban," papar Al Chaedar kepada BBC News Indonesia.

Mengapa Hambali yang dipilih, Al Chaidar menganggap karena dia sosok yang paling dipercaya, sudah dikenal, dan memiliki kemampuan berbahasa Arab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com