Hubungan sipil militer yang besar pengaruhnya dalam penentuan kebijakan luar negeri. Beberapa hari lalu misalnya Joe Biden sendiri sudah membuat bantahan tentang Taliban ini, dengan mengingatkan bahwa hubungan AS dengan Afghanistan sangat berbeda dengan hubungan AS dengan Korea Selatan.
Tidak bisa juga dikatakan bahwa sebabnya adalah karena AS telah mengalami kerugian miliaran dollar selama ini sehingga meninggalkan Afghanistan.
Masih ada banyak teori lain yang harus dikaji dan salah satunya tergambar pada industri militer AS yang senantiasa membutuhkan medan perang sebagai laboratorium lapangannya.
Seperti diketahui, semua produk yang teknologis sifatnya termasuk atau apalagi persenjataan akan selalu membutuhkan uji lapangan.
Seluruh proses penelitian dan pengembangan atau Research and Development selalu membutuhkan biaya mahal yang diharapkan dapat ditutup dari sisi Production Line yang berdaur ulang dalam mencapai penyempurnaan.
Bagaimana bisa menghasilkan persenjataan yang berpredikat “war proven” bila tidak ada “war” nya. Dan itu semua membutuhkan biaya yang mahal sekali. Untung rugi menjadi relatif.
Kesimpulan sederhana adalah tidak mudah untuk dapat memahami tentang apa yang tengah terjadi belakangan ini dengan Taliban, terutama hubungannya dengan kekuasaan di Amerika Serikat.
Tidak mudah, karena persoalannya menyangkut hubungan masalah keamanan nasional dan format kebijakan luar negeri yang juga tergantung dari dinamika hubungan sipil militer di dalamnya.
Pada akhirnya adalah lalu bagaimana Indonesia harus bersikap untuk menentukan kebijakan luar negeriya dalam merespon tampilnya Taliban berkuasa di Afghanistan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.