Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pertempuran Sekigahara: Darah, Kabut Tebal, dan Pengkhianatan

Kompas.com - 24/08/2021, 11:46 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

KOMPAS.com - Senjata, penyatuan Jepang, pertempuran, dan pengkhianatan. Semuanya terjadi dalam apa yang dinamakan Pertempuran Sekigahara, yang terjadi di akhir masa Sengoku di Jepang.

Dilansir Japanese Station, pertempuran berdarah ini terjadi di lembah Sekigahara pada 21 Oktober tahun 1600.

Perang yang melibatkan pasukan yang dipimpin Ieyasu Tokugawa dan Mitsunari Ishida ini, dianggap menentukan proses penyatuan seluruh Jepang.

Baca juga: 15 Karakter Samurai dari Berbagai Negara dalam Perayaan Olimpiade Tokyo 2020

Tebar Pengaruh Barat dan Timur

Aroma perang tercium dua tahun pasca-Hideyoshi Toyotomi, penguasa Jepang meninggal dengan hanya meninggalkan seorang anak yang masih bayi, Hideyori Toyotomi, sebagai penerusnya.

Saat itu, Tokugawa yang merupakan pimpinan dewan kepemimpinan Hideyoshi, mengambil alih kepemimpinan.

Hal ini ditentang anggota dewan yang sama, Mitsunari Ishida.

Mitsunari Ishida lebih dikenal oleh kemampuan politiknya dibanding kekuatan militernya.

Namun dukungannya terhadap putra Hideyoshi mendatangkan dukungan dari banyak pihak, seperti Mori dari Chosu, klan Kobayakawa, klan Kikkawa, klan Ukita, dan klan Shimazu dari Satsuma.

Total pasukan yang dipimpinnya berjumlah sekitar 80 ribu orang.

Masih dilansir Japanese Station, dukungan untuk Ishida banyak berasal dari klan yang berada di barat Jepang, sehingga pasukannya dikenal juga sebagai "Pasukan Barat."

Sementara itu, Ieyasu yang berbasis di Edo, didukung keluarga Matsudaira dan jenderal terkenal seperti Naomasa Ii, juga keluarga daimyo seperti klan Kato, klan Hosokawa, dan klan Kuroda.

Pasukan yang sebagian besar berasal dari Jepang timur ini berjumlah sekitar 74 ribu orang, dan disebut "Pasukan Timur."

Barat dan timur bertemu, dan terjadilah Perang Sekigahara.

Baca juga: 14 Samurai Legendaris Zaman Jepang Kuno

Tipuan, Taktik, dan Mata-mata

Awalnya, Tokugawa menarik diri dari kursi dewan di Osaka untuk melindungi wilayahnya di timur dari serangan faksi Ishida.

Pada saat itulah, Ishida menggunakan pasukan sekutunya untuk menyerang Tokugawa dari belakang.

Namun, Tokugawa mengetahui informasi dari mata-matanya dan dengan cepat menyusun aliansinya sendiri.

Dia lantas meninggalkan Edo untuk melakukan serangan tipuan ke arah utara, namun kemudian bergerak ke selatan untuk memotong jalur serangan pasukan Ishida.

Saat Tokugawa berhasil menutup jalur ke Edo dengan merebut Kastil Gifu dan Kastil Konosu, Ishida masih berada di Kastil Ogaki, setelah tertahan dalam merebut kastil Fushimi, di selatan Kyoto.

Mata-mata pun menyebarkan kabar bahwa Tokugawa bertujuan menyerang pertahanan Ishida di Sawayama, di barat Sekigahara.

Kalau berhasil dilakukan akan membuka jalan Ieyasu ke Kyoto dan Osaka, di mana Hideyori, sang pewaris tahta berada.

Ishida pun memutuskan untuk menarik diri dari kastil Ogaki dan mempertahankan Sekigahara untuk memotong serangan pasukan Tokugawa ke arah barat.

Ini sebenarnya adalah tujuan Tokugawa, karena walau jumlah pasukannya lebih sedikit, untuk pertempuran di lapangan terbuka, Tokugawa punya kepercayaan diri tinggi.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Tomoe Gozen, Samurai Wanita Bernilai 1.000 Prajurit

Kabut Kelam Langgam Perang

Pada pagi hari tanggal 21, pandangan mata di Sekigahara tertutup oleh kabut tebal.

Para prajurit basah oleh hujan lebat yang turun malam sebelumnya.

Pada pukul 8 pagi, saat kabut mulai menipis, ketenangan terusik.

Suara tembakan senapan saat serangan pertama menembus lembah tersebut.

Pasukan terdepan Tokugawa yang dipimpin Naomasa Ii dan Masanori Fukushima, memulai penyerangan ke bagian tengah garis pertahanan Pasukan Barat.

Pertempuran daya tahan antara kedua pasukan pun dimulai.

Pasukan Timur bertahan di sisi sebelah utara lembah itu, di mana Ishida membuat pusat komandonya.

Sementara garis selatan dipertahankan dengan ketat pasukan Otani yang berpihak pada pasukan Barat.

Kalau terus bertahan, pertempuran bisa dimenangkan Ishida. Dia akan bisa menahan penyerangan ke arah barat yang dilakukan Tokugawa.

Titik balik pertempuran tersebut dipegang sekutu Ishida, klan Kobayakawa yang belum masuk medan pertempuran dan hanya mengamati pertempuran tersebut dari lereng bukit.

Ishida telah mengirim sinyal meminta pergerakan Kobayakawa untuk menjepit pasukan Timur dan memudahkan pergerakan klan pasukan Otani.

Pasukan Hideyoshi juga kekurangan pasukan karena anaknya, Hidetada, tidak kunjung datang dengan 38 ribu pasukannya.

Ini bisa membuat mereka menderita kekalahan.

Tokugawa Ieyasu. Shogun Jepang dan pendiri Klan Tokugawa.via Yacan Sakura Tokugawa Ieyasu. Shogun Jepang dan pendiri Klan Tokugawa.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Tokugawa Ieyasu, Shogun Pendiri Zaman Edo

Ajang Pengkhianatan

Tanpa diketahui Ishida, pasukan Kobayakawa telah membelot darinya dengan pengaruh dari mata-mata Tokugawa, sebelum pertempuran dimulai.

Pada saat pasukan Kobayakawa menuruni lereng tersebut setelah ditembaki panah dari pasukan Tokugawa, yang mereka serang adalah pasukan Otani.

Saat itu pasukan Otani masih dapat bertahan, namun seiring dengan bertambahnya pengkhianatan, Kobayakawq akhirnya berhasil menjebol pertahanan pasukan Otani.

Otani pun mengakhiri pertahanannya dengan melakukan ritual seppuku.

Kehilangan pertahanan sebelah selatan, pasukan Ishida akhirnya menyadari bahwa mereka telah kalah.

Sebagian besar di antara mereka menyerah dan menurunkan senjata mereka, termasuk Ishida sendiri, yang kabur ke Gunung Ibuki.

Hanya pasukan Shimazu yang bertahan, melawan pasukan Naomasa Ii dan pasukan Iblis Merah-nya, dan berhasil melukai Naomasa dengan tembakan senapan melalui lengannya.

Namun pada akhirnya Shimazu pun mengakui kekalahannya, dan terpaksa mundur dari pertempuran.

Baca juga: Permaisuri Jingu: Sang Legenda Samurai Wanita Penakluk Korea

Terjepit di Akhir

Dengan jalan kabur ke utara kini tertutup, pilihan terakhirnya adalah melalui bagian tengah pasukan Tokugawa dan mengambil jalan ke arah Ise.

Dengan menukar helmnya dengan helm keponakannya, Shimazu berhasil melalui pasukan Tokugawa dengan masih dikejar pasukan Naomasa Ii.

Begitu tiba di jalan Ise, keponakan Shimazu bertahan di belakang untuk menahan pasukan pengejar, dan akhirnya terbunuh,

Shimazu sendiri dapat kembali ke Kyushu dengan selamat bersama 80 orang pasukannya.

Ishida sendiri tertangkap tiga hari kemudian setelah pertempuran di Gunung Ibuki.

Sang pembela putra mahkota ini pun dieksekusi di tepian sungai di Kyoto beberapa hari kemudian, bersama dengan pemimpin pasukan barat lain yang tertangkap.

Sementara pemimpin-pemimpin lain banyak yang diusir atau dicabut hak kepemilikan wilayahnya.

Baca juga: 5 Film Berikut Tampilkan Perkelahian Panas antara Petarung Samurai

Setelah kemenangannya ini, Tokugawa mulai membagi-bagikan wilayah kekuasaannya untuk menguatkan posisinya, dan memulai hegemoni Keshogunan Tokugawa.

Ini adalah sistem diktator militer yang bertahan selama 265 tahun di Jepang, hingga tahun 1868.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com