Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Misteri: Insiden Vela, Misteri Ledakan Nuklir Terbesar Masa Perang Dingin

Kompas.com - 13/08/2021, 07:25 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Dampak mengerikan dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mendorong dunia menuju titik akhir konfrontasi langsung dalam Perang Dunia II.

Namun alih-alih “berdamai”, dunia selanjutnya masih terperangkap dalam perang dingin yang menakutkan. Dengan Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS) sama-sama diketahui mengembangkan misil, negara-negara lain pun berebut memulai program senjata nuklirnya masing-masing.

Panasnya perlombaan menimbun senjata berbahaya coba diredam melalui pakta internasional Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Parsial 1963.

Namun keresahan kemudian muncul setelah insiden misterius ledakan atmosfer terdeteksi oleh satelit Vela 6911 di selatan Samudra Hindia pada 1979.

Baca juga: Peringati 76 Tahun Tragedi Bom Atom, Wali Kota Nagasaki Minta Jepang Dorong Zona Bebas Nuklir

Misteri terbesar perang dingin

Sesaat sebelum matahari terbit pada 22 September 1979, satelit pengintai AS merekam “kilatan ganda” yang tidak biasa saat mengorbit bumi di atas Atlantik Selatan.

“Kilatan ganda” adalah penemuan yang sangat tidak diinginkan ketika itu. Pasalnya fenomena tersebut merupakan sinyal khas dari ledakan bom nuklir.

Sinyal cahaya ledakan nuklir awak muncul sepersekian detik akibat benturan kuat dengan permukaan, lalu diikuti oleh periode gelap beberapa detik saat bola api mengembang dan suhu permukaan turun. Cahaya kemudian kembali menguat saat bola api mengembang menjadi transparan dan melepaskan energi yang sangat besar ke sekitarnya.

Sinyal cahaya tersebut biasanya digambarkan pada grafik menggunakan skala logaritmik pada kedua sumbu, di mana ia tampaknya memiliki dua punuk sebanding (menunjukkan dua kilatan cahaya/energi).

Tidak ada fenomena alam yang menghasilkan kilatan cahaya berpunuk ganda seperti itu, selain ledakan nuklir. Adapun jarak waktu antar punuk memberikan indikasi jumlah energi yang dilepaskan oleh ledakan.

Sampai saat ini, setelah lebih dari 40 tahun kejadiannya, asal pasti kemunculan kilatan ganda itu masih diperdebatkan. Kejadian itu masih menjadi salah satu misteri terbesar perang dingin, bahkan bertahun-tahun setelah ketegangan menurun.

Baca juga: Rusia Segera Uji Coba Senjata Nuklir Hipersonik Terbaru, Tanda Peringatan untuk NATO

Spekulasi Kerusakan Satelit

Fenomena kilatan ganda 1979 ini selanjutnya dikenal sebagai “Insiden Vela” seturut nama satelit yang menangkap keanehan tersebut.

Diluncurkan pada 23 Mei 1969, satelit Vela Hotel adalah salah satu dari dua satelit yang digunakan Proyek Vela, yang dirancang untuk mendeteksi pengujian nuklir atmosfer di seluruh dunia.

Satelit itu mengumpulkan data dan mengirim hasilnya ke pangkalan AS, yang kemudian ditafsirkan oleh anggota badan intelijen.

Salah satu komponennya, Bhangmeter, adalah jenis fotometer yang dimaksudkan untuk mendeteksi ledakan nuklir di atmosfer. Alat khusus ini merupakan bukti yang berada dalam pengawasan.

Vela Hotel (juga dikenal sebagai Vela 6911) tidak hanya digunakan untuk mendeteksi ledakan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua negara nuklir dan non-nuklir yang menandatangani Perjanjian Larangan Uji Coba Parsial 1963 mematuhi atau mengurangi pengujian senjata nuklir di atmosfer, bawah air, atau di luar angkasa.

Pada akhir 1960-an, sebagian besar negara-negara dalam perjanjian itu (AS, Inggris, dan Uni Soviet) telah memindahkan pengujian mereka ke fasilitas bawah tanah.

Hanya Perancis dan China yang terus melakukan pengujian atmosfer sepanjang 1970-an dan awal 1980-an. Pengujian Perancis berlanjut hingga 1974 dan China hingga 1980.

Baca juga: Ada Kerusakan, China Akhirnya Matikan Reaktor di Pembangkit Nuklir Taishan

Satelit ini juga digunakan untuk memantau berapa negara yang tidak mendeklarasikan kepemilikan nuklir. Selama periode ini, beberapa negara dicurigai telah memulai program senjata nuklir atau memiliki bom nuklir, diantaranya Israel, India, dan Afrika Selatan.

Satelit Vela Hotel dilengkapi dengan peralatan deteksi mutakhir, tapi beberapa sistem saat itu dilaporkan mengalami kerusakan. Kondisi itu dimaklumi mengingat operasinya yang lebih dari 10 tahun mengorbit bumi, dan sudah dua tahun melampaui masa desainnya.

Vela Hotel juga dilaporkan memiliki masalah lainnya seperti kerusakan sensor pulsa elektromagnetik dan kesalahan pada memori perekaman.

Spekulasi pun berkembang terkait misteri Insiden Vela 1979. Ilmuwan, laboratorium nasional, dan panel pemerintah mengajukan beberapa teori seperti uji coba nuklir rahasia, meteoroid memasuki atmosfer, atau kemungkinan kerusakan pada satelit Vela Hotel karena kondisinya yang tidak prima.

Baca juga: Rusia Buat Dua “Pesawat Kiamat” Pusat Komando Udara saat Perang Nuklir

Uji coba nuklir rahasia

Dugaan terkait uji coba nuklir rahasia, memunculkan kecurigaan kepada sejumlah negara. Namun, pihak yang biasa “dicurigai” yakni Uni Soviet dan China kali ini luput dari kecurigaan. Pasalnya keduanya tidak diketahui memiliki lokasi uji di daerah tersebut.

Kilatan ganda 1979 diperkirakan terjadi di antara Kepulauan Crozet milik Perancis, dan Kepulauan Prince Edward Afrika Selatan. Melihat lokasi dugaan kilatan ganda itu, kecurigaan pelanggaran tes uji nuklir pun mengarah pada keduanya.

Kepulauan Crozet berukuran kecil dan jarang berpenghuni. Lokasi itu cukup terisolasi dari negara lain. Sejumlah pihak pun menilai lokasi itu akan menjadi tempat yang ideal untuk melakukan uji coba nuklir di atmosfer. Namun, Perancis telah bergerak menuju pengujian nuklir bawah tanah pada masa itu.

Kecurigaan kemudian terfokus ke Afrika Selatan dan mitranya saat itu, Israel. Dugaan itu salah satunya dikemukakan oleh Jeffrey T Richelson, peneliti Amerika yang mempelajari proses pengumpulan intelijen dan keamanan nasional.

Richelson dalam situs Arsip Keamanan Nasional, mengungkapkan bahwa Afrika Selatan telah mempersiapkan uji coba nuklir pada Agustus 1977 sebelum satelit Soviet dan AS mendeteksinya. Ia juga yang melaporkan adanya kerja sama antara Afrika Selatan dan Israel.

Namun banyak informasi saat itu masih dinilai sebagai spekulasi dan belum terbukti jelas. Afrika Selatan kemudian dilaporkan meninggalkan program mereka atas tekanan diplomatik dari AS dan Soviet.

Tersangka lain yang masuk akal, tetapi kecil kemungkinannya, adalah India, yang diduga melakukan uji coba nuklir pada 1974.

Namun, India telah menandatangani Perjanjian Larangan Uji Terbatas dan mematuhinya dengan meledakkan bom mereka di bawah tanah. Baru pada 1990-an, India dan saingannya Pakistan akhirnya secara resmi menyatakan memiliki bom nuklir.

Baca juga: Buku Terbaru Sebut Ada Kekhawatiran Bahwa Trump akan Luncurkan Nuklir di Akhir Jabatannya

Bukti ledakan nuklir

Beberapa pesawat pengintai WC-135B Angkatan Udara AS sebenarnya sudah terbang di atas Samudra Hindia dan wilayah Atlantik Selatan, segera setelah kilat ganda dilaporkan.

Pesawat itu dilengkapi alat pendeteksi keberadaan debu radioaktif. Namun, pesawat gagal mendeteksi tanda-tanda radiasi nuklir.

Keganjilan ini membuat misteri Insiden Vela 1974 terus diteliti, bahkan hingga lebih dari empat dekade pasca kejadiannya.

Laporan lain yang mendukung teori ledakan nuklir rahasia disampaikan dari Observatorium Ionosfer Arecibo dan Teleskop Radio di Puerto Rico.

Para peneliti di fasilitas tersebut melaporkan mendeteksi “gelombang ionosfer anomali pada pagi 22 September 1979, yang bergerak dari tenggara ke barat laut, sebuah peristiwa yang belum pernah diamati sebelumnya oleh para ilmuwan.”

Akan tetapi pada 1980, Panel Kepresidenan AS yang ditugaskan oleh Frank Press, Penasihat Sains untuk Presiden AS Jimmy Carter dan ketua Kantor Sains dan Teknologi AS, mengeluarkan kesimpulan bahwa kilatan ganda itu tidak disebabkan oleh ledakan nuklir.

Data yang dikumpulkan dari satelit, termasuk yang direkam oleh Bhangmeter, juga disebut tidak meyakinkan atau masih diperdebatkan. Dewan AS kemudian menyimpulkan bahwa satelit itu mungkin terkena meteoroid.

Temuan panel tersebut mendapat kecaman, tidak hanya oleh laboratorium independen tetapi juga oleh kelompok pemerintah. Badan Intelijen Pertahanan (DIA) bahkan juga percaya sejumlah data mendukung terdeteksinya ledakan nuklir.

Baca juga: Jalan Terjal Diplomasi Nuklir Iran

Teori uji coba rahasia juga didukung Frank Barnaby, dalam tulisannya berjudul The Invisible Bomb (1989). Studinya itu menyebut pola angin menegaskan adanya dampak dari ledakan di wilayah Insiden Vela yang pengaruhnya bisa dirasakan hingga barat daya Australia.

Bertahun-tahun setelah teori Barnaby, peneliti internasional dalam jurnal Science & Global Security melaporkan hasil pengujian radiasi terhadap organ tiroid dari domba di Australia tenggara yang sebelumnya tidak dipublikasikan di laboratorium AS.

Laporan yang dipublikasikan New York Post pada 2018, menemukan tingkat rendah yodium-131 terdeteksi di kelenjar tiroid domba di daratan Australia Tenggara. Yodium-131 adalah produk fisi nuklir berumur pendek yang dilepaskan segera setelah ledakan.

Para peneliti mengungkapkan, sampel tiroid dari domba yang dibunuh di Melbourne secara teratur dikirim ke AS untuk pengujian setiap bulan pada 1979, tetapi juga pada 1950-an dan 1980-an.

Menurut sebuah laporan di New Zealand Herald, domba-domba itu telah merumput di daerah yang terkena hujan empat hari setelah kejadian kilatan ganda diamati.

Para peneliti juga mengatakan mendeteksi "sinyal hidroakustik" dari perangkat pendengar bawah air pada saat itu, yang merupakan bukti lain yang menunjukkan adanya ledakan nuklir.

Meski sempat menimbulkan kegelisahan di kalangan komunitas intelijen, sejauh ini kilatan ganda itu tidak tidak mengarah pada tindakan militer atau konflik diplomatik yang serius.

Meskipun bukti baru 2018 terkait Insiden Vela ini menurut laporan Foreign Policy menunjukkan adanya upaya pemerintahan AS di bawah Presiden Carter untuk menutupi uji coba nuklir rahasia pada 1979 yang melibatkan Israel.

Baca juga: KISAH MISTERI: Misi Rahasia Menculik Ilmuwan Nuklir Nazi dalam Perang Dunia II

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com