Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Lockdown Parsial, Strategi “Toleransi Nol” Covid-19 Tunjukkan Kelemahan

Kompas.com - 05/08/2021, 11:59 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Varian delta kembali mengancam China sebagai episentrum awal pandemi Covid-19, setelah sebelumnya dinilai sukses mengendalikan infeksi.

Negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu berhasil membasmi virus Covid-19 begitu cepat pada awal pandemi. Keberhasilan itu membuat “Negeri Tirai Bambu” menjadi salah satu negara pertama di dunia, yang membuka diri pada musim semi tahun lalu.

Masyarakat dengan cepat kembali beraktivitas, bahkan kota Wuhan jadi salah satu yang pertama mengadakan pesta musik besar saat belahan dunia lain menerapkan pembatasan ketat.

Namun wabah baru, yang terjadi di kota-kota seperti Nanjing, Wuhan, Yangzhou dan Zhangjiajie, menunjukkan keterbatasan pendekatan “toleransi nol” China terhadap Covid-19.

Varian Covid-19 yang sangat mudah menular menyebar dengan cepat ke seluruh negeri, hingga membuat jalur ke Beijing tertutup untuk wilayah tertentu.

Pejabat China mengaku mengekang wabah saat ini akan jauh lebih sulit daripada sebelumnya, mengingat penyebaran varian delta yang cepat dan tanpa gejala.

Baca juga: China Lockdown Jutaan Orang Usai Catat Kasus Covid-19 Tertinggi sejak Januari

Kebobolan varian delta

Jumlah kasus di China sementara masih relatif rendah dibandingkan dari pada Amerika Serikat (AS) dan di tempat lain.

Akan tetapi wabah baru, merusak argumen Partai Komunis China, yang mengeklaim gaya otoriternya menjadi kunci keberhasilan yang tak terbantahkan dalam pandemi.

Meskipun pemerintah menghentikan ledakan varian Delta pada Juni di Provinsi Guangdong, pihak berwenang kali ini menghadapi penyebaran yang jauh lebih besar.

Sejak wabah Delta dimulai pada 21 Juli di “Negeri Tirai Bambu”, jumlah kasus telah meningkat menjadi 483, lebih dari jumlah total infeksi Covid-19 China dalam lima bulan pertama tahun ini.

Hingga Selasa (3/8/2021) sore, virus tersebut telah menyebar ke 15 dari 31 provinsi dan daerah otonom di China.

“Begitu mencapai banyak provinsi, sangat sulit untuk dimitigasi,” kata Chen Xi, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Yale.

“Saya pikir ini akan mengejutkan seluruh dunia. Pemerintah yang begitu kuat telah ditembus varian Delta. Ini akan menjadi pelajaran yang sangat penting, kita tidak boleh lengah.”

Pekan lalu, Sun Chunlan, Wakil Perdana Menteri China, menyalahkan “kelemahan ideologis” atas wabah varian Delta. Dia mendesak para pejabat untuk meningkatkan upaya pencegahan mereka.

“Kita tidak bisa bersantai sejenak,” kata Sun melansir New York Post pada Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Menakar Strategi China Tangani Pandemi Covid-19 saat Varian Delta Merebak


Disarankan tiru barat

Beberapa pakar kesehatan masyarakat di negara itu mengatakan sudah waktunya bagi China untuk memikirkan kembali strategi Covid-19 China.

Dalam sebuah esai baru-baru ini, Zhang Wenhong, yang memberi saran kepada pemerintah China dalam menangani Covid-19, melontarkan gagasan untuk mengikuti model yang serupa dengan Israel dan Inggris, di mana tingkat vaksinasi tinggi dan orang bersedia hidup dengan infeksi.

Untuk saat ini, China berpegang teguh pada pedoman ketat yang sama. Di seluruh negeri, pemerintah menginstruksikan orang untuk tidak bepergian kecuali jika diperlukan.

Di kota Zhangjiajie dan Zhuzhou, 5,4 juta orang dilarang meninggalkan rumah mereka. Sekitar 13 juta penduduk di kota Zhengzhou, lokasi banjir mematikan pada Juli, harus mengantre untuk pengujian virus mulai akhir pekan lalu.

Di Nanjing, tempat kasus varian Delta baru-baru ini pertama kali muncul, jutaan penduduk harus berpartisipasi dalam empat putaran pengujian.

“Itu hanya menyiksa massa,” kata Jiang Ruoling, seorang warga di Nanjing, yang telah diuji empat kali dalam tiga minggu terakhir.

Jiang, yang bekerja di bidang real estat, mengaku paham perlunya pengujian. Tetapi dia masih kritis terhadap pejabat karena gagal mengendalikan wabah terbaru.

“Para pemimpin sebenarnya membuang-buang sumber daya dan waktu semua orang,” katanya.

Baca juga: Kapal Perang Asing di Laut China Selatan Bertambah, India Menyusul Kirim Pasukannya

Yanzhong Huang, seorang rekan senior untuk kesehatan global di Dewan Hubungan Luar Negeri, mengatakan strategi "berbasis penahanan" China tidak akan berhasil dalam jangka panjang, terutama karena varian baru terus muncul.

“Akan menjadi sangat mahal untuk mempertahankan pendekatan seperti itu,” katanya.

Namun China tampaknya tidak mau mengambil risiko. Di Wuhan, pihak berwenang pada Selasa (3/8/2021) mulai menguji semua 12 juta penduduk setelah hanya tiga kasus varian Delta yang ditemukan.

Kota Sanmenxia dan Zhuhai juga telah memulai pengujian massal. Di Beijing, di mana ada lima infeksi, layanan kereta api dari 23 kota telah dibatalkan.

Jennifer Huang Bouey, pakar kebijakan senior China dan ahli epidemiologi di RAND Corporation, mengatakan bahwa bahkan dengan kontrol yang ketat, mungkin tidak realistis bagi pejabat di China untuk menurunkan kasus terbaru ini menjadi nol.

“Saya pikir mereka mungkin harus mempersiapkan orang punya toleransi yang lebih tinggi terhadap Covid-19,” kata Dr Huang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com