Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Strategi "Nol Toleransi" China Tangani Pandemi Covid-19 saat Varian Delta Merebak

Kompas.com - 05/08/2021, 09:46 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Dalam 12 bulan terakhir, ketika negara-negara di seluruh dunia berjuang untuk mengendalikan penyebaran virus, China menerapkan pendekatan "nol kasus" untuk warganya.

Baca juga: CDC: Varian Delta Menyumbang 93 Persen dari Semua Infeksi Covid-19 di AS

Dengan demikian, ada kasus-kasus sporadis di beberapa bagian negara, tetapi dengan cepat ditangani oleh pemerintah.

Dalam kurun waktu awal pandemi, sebelum munculnya varian Delta, strategi China tersebut cukup berhasil bahkan menumbuhkan perekonomian negara itu.

Keberhasilan tersebut lantas dibuat narasi bahwa sistem “Negeri Panda” lebih unggul daripada negara-negara Barat.

“Dilihat dari bagaimana pandemi ini ditangani oleh berbagai kepemimpinan dan sistem (politik) di seluruh dunia, (kita) dapat dengan jelas melihat siapa yang lebih baik,” kata Presiden China Xi Jinping awal tahun ini.

Dalam praktiknya, strategi tersebut terkait erat dengan kinerja pejabat daerah.

Baca juga: China Waspada Tinggi, Varian Delta Menyebar ke 5 Provinsi

Pada Sabtu (31/7/2021), Fu Guirong, direktur komisi kesehatan lokal di Zhengzhou, provinsi Henan, dipecat setelah kota tersebut melaporkan beberapa kasus positif.

Padahal tahun lalu, Fu diberi penghargaan nasional atas kontribusinya dalam upaya penanganan virus corona negara itu.

Menurut para ahli, Beijing berpikiran untuk menjaga kasus baru serendah mungkin sambil meluncurkan program vaksinasi massal nasional.

Namun, kebijakan tersebut China terlihat semakin berkurang,dan biaya penerapannya menjadi semakin tinggi," kata Huang Yanzhong, pakar kesehatan masyarakat China terkemuka di Dewan Hubungan Luar Negeri di New York.

“Anda dapat mempertahankan kebijakan ini selama satu tahun, tetapi karena virus akan bertahan lama, dapatkah Anda melakukannya lebih dari dua tahun? Tiga tahun? Atau empat tahun? Dan berapa biayanya?” tanya Huang.

Baca juga: Covid-19 di China: Penularan di Nanjing Paling Luas Setelah Wuhan

Vaksin

Sebagian masalahnya, menurut Huang, juga berkaitan dengan vaksin buatan Beijing.

“Kemanjuran vaksin China masih belum pasti mengingat data yang telah kita lihat sejauh ini. Dan di atas itu, virus terus bermutasi menjadi varian baru dari tempat lain,” tambahnya.

Tetapi terlepas dari kelemahan strategi China saat ini, yang lain berpendapat bahwa tidaklah realistis kalau Beijing secara resmi mengubah taktiknya hanya dalam semalam.

“China terlalu besar untuk berbelok dengan cepat,” kata Jin Dong-Yan, seorang profesor di sekolah ilmu biomedis Universitas Hong Kong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com