Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penerjemah Afghanistan untuk Pasukan AS yang Terlantar di Penampungan Tunawisma

Kompas.com - 04/08/2021, 17:40 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

RALEIGH, KOMPAS.com - Zia Ghafoori, istrinya yang sedang hamil, dan ketiga anaknya yang masih kecil mendarat di Amerika Serikat (AS) pada September 2014.

Zia, yang berasal dari Kabul, memegang lima visa AS, hadiah untuk 14 tahun pelayanannya sebagai juru bahasa yang membantu Pasukan Khusus AS di Afghanistan.

Tetapi, manfaat yang diterimanya berhenti di situ.

Setibanya di AS, Zia mendapati dirinya menjadi tunawisma.

Ia dikirim ke tempat penampungan oleh seorang sukarelawan yang bermaksud baik, yang mengatakan kepadanya bahwa tempat itu akan menjadi rumah baginya dan keluarganya untuk memulai hidup baru.

Tujuh tahun kemudian, ingatan itu masih membuatnya marah.

Berbicara kepada BBC dari North Carolina, tempat dia sekarang tinggal, dia ingat saat itu merasa bersalah karena telah membawa anak-anaknya ke AS.

"Saya tidak bisa menahan air mata saya," katanya.

"Setelah apa yang telah saya lakukan untuk kedua negara, saya bertanya pada diri sendiri 'apakah ini yang pantas saya dapatkan?'" ucapnya seperti yang dilansir Kompas.com dari BBC Indonesia pada Rabu (4/8/2021).

Namun, di antara rekan-rekannya, Zia, yang sekarang 37 tahun, menganggap dirinya beruntung telah berhasil sampai ke AS.

Puluhan ribu warga Afghanistan telah melayani sebagai penerjemah, pemecah masalah, serta pemandu lokal untuk tentara AS dan sekutu sejak dimulainya Perang Afghanistan pada 2001, ketika pasukan Barat menyerbu untuk merebut kendali negara dari Taliban.

Puluhan tahun setelah dimulainya konflik terlama Amerika, Presiden Joe Biden telah berjanji untuk menarik pasukan AS pada 11 September, bahkan ketika Taliban tampaknya siap untuk kembali berkuasa.

Baca juga: Ada Mayat-mayat di Jalan Saat Perang Antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan Semakin Berkobar

Eksodus berkepanjangan

Biden berjanji bahwa evakuasi massal penerjemah akan dimulai sebelum Agustus, dan pada Jumat, 200 warga Afghanistan dari kelompok awal 2.500 tiba di AS untuk menyelesaikan aplikasi visa mereka dan memulai kehidupan baru.

Sebanyak 50.000 penerjemah telah bekerja dengan militer AS.

Sejak 2008, sekitar 70.000 warga Afghanistan, penerjemah dan keluarga mereka, telah pindah ke AS dengan visa imigran khusus.

Namun, sekitar 20.000 penerjemah dan keluarga mereka masih mencari jalan keluar.

Pada Senin, departemen luar negeri AS mengumumkan akan membentuk program pengungsi kedua, ditujukan untuk warga Afghanistan yang bekerja untuk proyek-proyek yang didanai AS dan outlet media yang berbasis di AS dan organisasi non-pemerintah.

Namun, para pelamar ini menghadapi proses visa yang macet dan rumit serta ancaman serangan cepat Taliban saat AS mengakhiri perang 20 tahun.

Bahaya bagi penerjemah yang bekerja untuk orang Amerika, sangat serius.

Diperkirakan 300 penerjemah telah meninggal sejak 2009 saat mengajukan visa AS, sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun, bahkan di bawah skema pengungsi yang lebih baru.

Penundaan telah dikhawatirkan Zia.

"Orang-orang ini berdiri dan berjuang bahu-membahu untuk mendukung kedua negara...dan kita seakan menutup mata dan meninggalkan mereka di sana, membiarkan mereka mati," katanya.

Baca juga: Sejumlah Ibu Kota Provinsi Jatuh di Tangan Taliban, Presiden Afghanistan Salahkan AS Buru-buru Tarik Pasukan

Saudara seperjuangan

Zia mendaftar untuk bergabung dengan militer AS sebagai penerjemah pada 2002.

Pada usia 18 tahun, itu adalah pekerjaan penuh waktu pertamanya.

Itu juga merupakan realisasi dari janji yang dibuat kepada ibunya enam tahun sebelumnya, ketika Taliban berkuasa di Afghanistan.

Saat duduk di bangku sekolah dasar, Zia melihat akhir dari masa kanak-kanak yang riang, akitivas sekolah, sepak bola, dan permainan dengan tujuh saudara kandungnya.

Zia mengingat lingkungannya yang ramai berubah di bawah aturan Islam yang ketat, pemukulan tanpa pandang bulu terhadap pria dan perempuan, keheningan yang tak nyaman ketika keluarga bersembunyi di dalam ruangan, serta saudara perempuannya dilarang sekolah.

Kakak laki-lakinya, yang saat itu berusia 20-an, dipukuli dan dijebloskan ke penjara setelah dia terdengar berbicara dengan dialek Lembah Panjshir, yang saat itu menjadi pusat perlawanan anti-Taliban.

Pemukulan itu membuat kakinya bengkak. Dia tidak bisa memakai sepatu botnya, kata Zia.

Lukanya sangat parah, sehingga dia tidak bisa berjalan.

Dalam beberapa hari, orang tuanya memutuskan mereka tidak bisa tetap tinggal di sana.

Keluarga itu melarikan diri dari rumah mereka di Kabul, pindah ke Pashawar, Pakistan.

"Saya memberitahu ibu saya, 'Ketika saya dewasa, saya akan berperang melawan orang-orang ini,'" katanya, merujuk pada Taliban.

Di Pashawar, ia belajar bahasa Inggris di sekolah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com