Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sejarah Sebut Swiss Terlibat Penjajahan di Indonesia

Kompas.com - 03/08/2021, 18:23 WIB
Krisna Diantha Akassa,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

ZURICH, KOMPAS.com - Lama tidak terungkap, Swiss ternyata menyimpan masa lalu kelam di era kolonialisme dunia. Salah satu tempat jajahannya bahkan banyak tersebar di Indonesia.

Bukan hanya datang sebagai pengusaha, namun Swiss juga salah satu pemasok tentara KNIL di Indonesia. Kompas.com menemui Andreas Zangger, sejarawan khusus yang meneliti Kolonialisme Asia Tenggara. Berikut petikannya:

Anda menulis buku tentang Swiss dan Kolonialisme. Apa sebenarnya yang menjadi latar belakang sehingga orang Swiss juga terlibat dalam kolonialisme hingga ke Indonesia?

Swiss negara kecil dan tidak punya banyak kekayaan alam. Sejak dahulu, Swiss sudah mencoba untuk mencari uang, tidak terkecuali di era kolonialisme. Swiss dikenal juga sebagai penyuplai tenaga kerja di bidang ketentaraan. Tidak terkecuali di dalam tubuh VOC. Intinya, karena alasan perekonomianlah, Swiss mencari uang di luar negeri.
Selain di bidang ketentaraan, sebagai serdadu bayaran, Swiss juga mencari peluang dalam bidang industri tekstil. Mereka mencari bahan baku di sana, lalu kembali mengekspornya. Namun usaha tekstil ini hanya berjalan tidak lama, kalah bersaing dengan batik cap yang lebih efisien dan murah.

Selain industri tekstil, apakah orang Swiss juga terlibat industri perkebunan?

Ya, betul. Setelah Belanda membuka investasi asing untuk perkebunan di Sumatera. Abad 19-an, khususnya perkebunan tembakau, banyak orang Swiss terlibat. Di Zurich ada peninggalan bersejarah sehubungan dengan industri tembakau, namanya Villa Patumbah.
Sejarah perkebunan tembakau zaman itu bukan zaman yang indah untuk Indonesia. Masa eksploitasi untuk rakyat setempat. Industri tembakau ini sangat menjanjikan, sehingga investor Belanda sendiri juga ikut bermain disana. Pengusaha Swiss mulai terdesak dan akhirnya mencari alternatif lain, yakni perkebunan kopi dan karet.
Kendati demikian, investor Swiss tetap disukai oleh Belanda ketimbang investor dari Inggris, yang saat itu juga menjadi negara imperialis, sebuah ancaman bagi Belanda.

Pengusaha Swiss yang ikut dalam kolonialisme, apakah berjumlah banyak?

Sangat sedikit. Justru yang agak besar itu adalah serdadu bayaran Swiss. Mereka masuk dalam KNIL dalam jumlah ribuan, terutama di era 1850 hingga 1860. Belanda lebih suka merekrut tentara Eropa ketimbang melatih tentara pribumi, yang dikhawatirkan memberontak seperti di India.

Di negara mana Swiss terlibat kolonialisme?

Dimana saja ada bagian orang Swiss. Namun di Indonesia mereka sangat disukai dan diterima, karena Swiss netral dan bukan negara imperialisme. Belanda lebih suka investor dari Swiss ketimbang dari Jerman. Swiss bukan saingan, lain dengan Jerman atau Inggris. Pada mulanya sampai 5 persen keberadaan pengusaha Swiss di Sumatera, namun pada akhirnya tinggal 1 persen. Tidak banyak, tapi ada. Meskipun sedikit, namun mereka punya posisi penting.

Ada pengusaha dari Appenzell, Zimmermann, yang memiliki istri dari Maluku?

Ya, tapi campuran. Wanita ini tetap dianggap Eropa, karena beragama Kristen. Dia juga pernah menikah sebelumnya dengan Kapten Belanda.
Ada juga keturunan Swiss Indo yang jadi anggota DPR di Nidwalden, Swiss Tengah. Bermula dari perwira di KNIL, Louis Borneo, yang memiliki simpanan asal Kalimatan. Putranya dibawa ke Swiss, sementara putrinya tetap tinggal bersama ibunya. Anak itu menjadi anggota DPR Nidwalden.

Melihat masa lalu Swiss di era kolonialisme, bisakah disebut bahwa Swiss juga penjajah?

Saya kira demikian. Swiss memang tidak memiliki tanah jajahan, tapi terlibat dalam kolonialisme, yang merupakan proyek masyarakat Eropa. Swiss ikut di dalamnya dan memperoleh keuntungan. Masyarakat Eropa saat itu menganggap dirinya lebih unggul dan negara lain dijadikan jajahannya. Swiss terlibat sebagai serdadu bayaran, pengusaha dan juga misionaris.

Bagaimana Anda bisa menulis sejarah Swiss dan kolonialisme, padahal ini memalukan Swiss sendiri?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com