Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Diaspora Indonesia Selama Lockdown Gelombang Ketiga Covid-19 di Myanmar

Kompas.com - 30/07/2021, 14:44 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber YouTube

YANGON, KOMPAS.com - Di Myanmar tengah berlangsung gelombang ketiga Covid-19 dan pemerintah telah mengeluarkan peraturan lockdown sejak 17 Juli hingga 25 Juli, kemudian diperpanjang dari 26 Juli hingga 1 Agustus 2021.

Diaspora Indonesia di Myanmar, Dwi Filan mengabarkan situasi aktual dari lockdown di Yangon, kota terbesar Myanmar.

Sejak lockdown diberlakukan pada 17 Juli, masyarakat juga dihimbau untuk tinggal di rumah dengan banyak toko yang tutup.

Baca juga: Junta Myanmar Tangkap Para Dokter yang Rawat Pasien Covid-19

Menyusuri jalanan di Yangon pada hari ke-8 lockdown (24/7/2021), Dwi melihat jalanan lengang, meski masih ada sejumlah orang dan kendaraan yang melintas.

"Tidak 100 persen lockdown, karena masih ada beberapa orang masih ada beberapa masih buka, seperti supermarket untuk belanja kebutuhan sehari-hari, apotek, dan rumah ibadah, seperti Swedagon Pagoda ini buka," ujar Dwi seperti yang dikutip Kompas.com dari channel YouTube miliknya.

Supermarket buka mulai pukul 9 pagi sampai 06.30 malam waktu setempat.

Di mal, sejauh mata memandang banyak toko yang tutup, dan banyak yang menempelkan informasi waktu buka lagi. Suasananya sangat sepi.

Namun, Dwi menemukan supermarket mal dan beberapa restoran yang masih buka dengan hanya melayani take away.

Sementara, pabrik masih ada yg buka saat lockdown di gelombang ketiga Covid-19, tapi hanya untuk yang memproduksi barang kesehatan, seperti pabrik masker, APD. Sedangkan, pabrik-pabrik yang memproduksi makanan itu tutup sementara.

Baca juga: Myanmar dalam Krisis Covid-19 Saat Para Dokter Bersembunyi Ketakutan Diburu Junta Militer

Isolasi mandiri

"Kondisi Covid-19 di Myanmar dari akhir Juni-Juli 2021, memang penambahan kasus sekitar 6.000 per hari. Lumayan banyak," sebut Dwi.

Menurut Worldometers pada Jumat (30/7/2021), mencatat jumlah total kasus 289.333 sejak pandemi Covid-19 dimulai.

Negara yang tengah dalam konflik kudeta, disebutkan Dwi tidak banyak rumah sakit yang melayani pasien Covid-19, sehingga banyak dari mereka hanya melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Biasanya dokter memberikan pelayanan rawat jalan dengan hanya memberikan resep obat dan pihak pasien mencarinya sendiri.

Baca juga: Myanmar Akan Terima Enam Juta Dosis Vaksin Covid-19 dari China

"Itu yang menyebabkan terjadinya antrean di beberapa apotek," ucapnya.

"Kemarin sempet lihat di depan apotek antrean orang. Tidak hanya di Yangon, di beberapa kota di Myanmar juga ada antrean untuk oksigen," imbuhnya.

Banyak kerabat dari pasien Covid-19 di Myanmar turun ke media sosial untuk mencari informasi obat-obatan atau oksigen.

"'Ada yang tahu enggak untuk mendapatkan oksigen di mana, mau nyari vitamin ini', butuh apa-apa itu banyak," ucap diaspora Indonesia di Myanmar tersebut.

Baca juga: Gelombang Ketiga Covid-19 di Myanmar Mengganas, 90 Persen Wilayah Terdampak

Pembelian kebutuhan obat secara mandiri itu, menurutnya yang mendorong terjadinya panic buying atau pembelian barang secara berlebih.

Menurut pengamatannya, sejumlah barang sudah kosong dan ada juga yang harganya naik selama lockdown gelombang ketiga Covid-19 di Myanmar.

"Banyak beberapa vitamin udah enggak ada saat lockdown. Harga vitamin C juga naik, harga normal 8.000 Ks (sekitar Rp 70.400), setelah gelombang ketiga Covid-19 menjadi 10.300 Ks (sekitar Rp 88.000)," ungkapnya.

Saat ia berkunjung ke salah satu supermarket di mal, terlihat rak sayuran, telur juga sedang kosong saat itu.

Baca juga: 2 Juta Vaksin Covid-19 Akan Diterima Junta Militer Myanmar dari Rusia

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com