Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca Presiden Ambil Alih Semua Pemerintahan, Rakyat Tunisia Khawatir Perang Saudara

Kompas.com - 28/07/2021, 16:50 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNBC

TUNIS, KOMPAS.com - Setelah Presiden Tunisia Kais Saied mengambil alih semua cabang kekuasaan, ketidakpastian kini memunculkan kekhawatiran di masyarakat.

Mantan profesor hukum tata negara tersebut, kini bertanggung jawab atas cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif di negara Afrika Utara itu, setelah menangguhkan parlemen selama 30 hari.

Baca juga: Presiden Tunisia Dituding Lakukan Kudeta, Kepung Gedung Parlemen dengan Kendaraan Militer

Insiden pada Senin (26/7/2021) itu mengungkapkan tantangan besar dalam demokrasi Tunisia sejak ditempa protes Arab Spring 2011.

Beberapa bersorak-sorai membela langkah Saied, sementara yang lainnya mengecam tindakannya sebagai kudeta.

Saied sendiri membenarkan tindakannya dengan mengutip pasal konstitusi terkait wewenang eksekutif dalam keadaan darurat. Tetapi apakah tindakannya itu memang dibenarkan, sekarang menjadi bahan perdebatan sengit di seluruh negeri.

Partai Islam Ennahdha, mayoritas parlemen Tunisia dengan lantang mengecam langkah Saied sebagai kudeta.

Partai tersebut mendesak presiden "mengembalikan parlemen dan mengatasi masalah saat ini menurut kerangka konstitusional dan hukum yang konsisten dengan nilai demokratis rakyat Tunisia.

Baca juga: Tunisia Memanas, Presiden Pecat Perdana Menteri dan Bekukan Parlemen

Kondisi memburuk

Presiden berusia 63 tahun yang sering disebut "robocop" oleh penduduknya karena gaya bicara yang sangat formal dan terkadang canggung, mendapat dukungan substansial dari rakyat Tunisia.

Pendukungnya menilai tindakan itu diperlukan untuk menyingkirkan pemerintah yang dinilai penuh dengan politisi korup dan tidak kompeten, ketika krisis ekonomi dan Covid-19 negara itu menyebar.

"Saya setuju dengan apa yang dilakukan Presiden Kais Saied, terutama karena situasi di Tunisia, dalam semua aspek, sangat buruk," Hatem Zarrouk, kepala keuangan berusia 27 tahun dari Tunis, mengatakan kepada CNBC, Selasa (27/7/2021).

"Perdana menteri telah mengambil keputusan yang sangat buruk dalam beberapa bulan terakhir. Keadaan berjalan sangat buruk di Tunisia secara ekonomi, sanitasi, finansial, bahkan dengan keamanan. Jadi orang-orang kesal dan benar-benar bosan dengan situasinya, mereka hanya menginginkan beberapa perubahan," kata Zarrouk.

Covid-19 telah menewaskan lebih dari 18.000 orang di Tunisia, dan kasus menyebar dengan cepat di antara populasi di mana hanya 7,9 persen orang yang divaksinasi.

Bahkan sebelum pandemi melanda, pengangguran kaum muda di negara berpenduduk 10 juta itu mencapai 36 persen, tertinggi di Afrika Utara.

Pandemi virus corona telah menghancurkan industri pariwisata Tunisia, dan memaksa ribuan orang bermigrasi ke luar negeri, terutama mereka yang memiliki kualifikasi profesional.

Beberapa rumah sakit di negara itu kehabisan oksigen awal bulan ini. Tapi Perdana Menteri Hichem Mechichi yang baru digulingkan, dan beberapa rekannya pergi berlibur ke kota resor tepi laut kelas atas, sehingga menuai kritik tajam dari rakyat dan anggota parlemen lainnya.

Baca juga: Kudeta Tunisia Terburuk dalam 10 Tahun, Massa Oposisi Bentrok dengan Pendukung Presiden

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com