Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Great Barrier Reef, Antara "Status Bahaya" dan Pemulihan

Kompas.com - 24/07/2021, 16:43 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber ABC News

BRISBANE, KOMPAS.com - Penasihat ilmiah untuk UNESCO baru-baru ini merekomendasikan Great Barrier Reef untuk ditambahkan ke dalam daftar berbahaya UNESCO.

Tapi Menteri Lingkungan Sussan Ley mengklaim bahwa proses yang dilakukan badan ini dianggap "buruk".

Dilansir ABC News, dia berpendapat bahwa itu adalah hasil dari politik kotor, bukan sains.

Baca juga: UNESCO Berencana Masukkan Great Barrier Reef Australia ke Daftar Terancam Punah

Ini disebut ironis, karena kemenangan Australia pekan ini, yang menghindarkannya dari daftar "status bahaya" untuk Great Barrier Reef, terjadi setelah beberapa negosiasi politik yang terampil.

Jika Ley mengklaim bahwa politik telah mempengaruhi hasil, yang lebih penting adalah menyingkirkan politik dan melihat faktanya.

Ini demi mengungkap hal-hal yang benar-benar penting bagi terumbu karang.

Great Barrier Reef memang tidak akan ditambahkan ke dalam "daftar status bahaya" UNESCO tahun ini.

Ini setelah upaya diplomatik menteri lingkungan Sussan Ley mendapat cukup dukungan.

Baca juga: UNESCO Serukan Great Barrier Reef Warisan Dunia Dalam Bahaya

Pada 2015, Great Barrier Reef juga nyaris lolos dari dalam "daftar bahaya".

Dan terlepas dari keputusan itu, apakah sesuai dengan kriteria UNESCO kali ini, fakta menunjukkan bahwa terumbu karang Australia itu memang dalam bahaya.

Peristiwa pemutihan massal di terumbu karang adalah fenomena baru yang terjadi pada tahun 2015.

Yang pertama terjadi pada tahun 1998 dan kemudian terjadi lagi pada tahun 2002, walaupun jarang.

Dampak gabungan dari dua peristiwa pemutihan tersebut adalah pecahnya bintang laut mahkota duri dan angin topan yang parah.

Ini berarti terumbu telah kehilangan setengah dari tutupan karang kerasnya sejak 1985.

Tingkat kehilangan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya dalam 400 tahun sebelumnya, menurut Australian Institute of Marine Science.

Baca juga: Link 5 Wisata Virtual di Dunia: dari Aurora Borealis hingga Great Barrier Reef

Selain itu, terumbu karang tersebut diserang oleh raksasa bahan bakar fosil yang mengembangkan infrastruktur utama di sepanjang pantainya.

Masih dilansir ABC News, tiga kilang LNG besar baru saja dibangun di Kawasan Warisan Dunia di Pulau Curtis di lepas pantai Gladstone, yang pembangunannya melibatkan pengerukan.

Dan, perusahaan Adani mengusulkan untuk memperluas terminal batubara titik Abbot, dan membuang sisa hasil pengerukan di Kawasan Warisan Dunia.

Tapi dalam enam tahun, dumping Adani berlanjut. Peristiwa pemutihan massal melanda tiga kali dalam lima tahun, dan kebijakan Australia tentang perubahan iklim tidak berkembang.

Peristiwa pemutihan tahun 2016 dan 2017 memusnahkan separuh karang air dangkal dan tahun berikutnya, reproduksi karang turun hampir 90 persen.

"Karang mati tidak membuat bayi," kata Profesor Terry Hughes dari Universitas James Cook saat itu.

Baca juga: Uber Luncurkan Layanan Kapal Selam di Great Barrier Reef

Terlepas dari peristiwa pemutihan tahun 2020, terumbu karang telah berada dalam masa pemulihan sejak 2019, dan karang yang tumbuh paling cepat, tetapi juga paling rapuh, telah berkembang pesat.

Tutupan karang di banyak bagian terumbu saat ini telah kembali.

Great Barrier Reef memang berada di 'jendela pemulihan'. Tapi itu bisa berumur pendek

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com