SINGAPURA, KOMPAS.com - Singapura sedang menyiapkan rencana hidup berdampingan dengan Covid-19, karena menilai penyakit itu tidak akan lenyap.
"Negeri Singa" pun merancang blueprint atau cetak biru tentang tata cara bagaimana warganya dapat hidup bersama Covid-19.
Namun yang perlu dipahami, Singapura memiliki dasar-dasar tertentu mengapa berani menerapkan kebijakan tersebut, dan tidak semua negara bisa menirunya sekarang.
Baca juga: Singapura Persiapkan Rencana Hidup Bersama Covid-19
Berikut adalah tujuh faktor dan perbandingannya dengan negara-negara lain.
Singapura sedang aktif menggencarkan vaksinasi dengan target dua pertiga warga menerima dosis pertama sampai 9 Agustus 2021.
Data hingga 27 Juni 2021 menunjukkan, 80,000 warga Singapura divaksinasi tiap hari, dan terbukti dapat mengurangi angka infeksi serta penyebaran Covid-19.
Mayoritas penerima vaksin Covid-19 di Singapura juga tidak menunjukan gejala atau hanya mengalami gejala ringan.
Warga Singapura rencananya akan divaksinasi rutin dari tahun ke tahun, dengan demikian penerbangan internasional ditargetkan dapat beroperasi kembali.
Warga yang sudah divaksin tidak perlu lagi menjalani karantina sepanjang hasil tes Covid-19 negatif, juga bisa kembali berkumpul dalam jumlah besar tanpa harus menjaga jarak.
Sebanyak 12 negara di benua itu vaksinasinya berjalan lambat, sehingga gelombang ketiga virus corona menyebar brutal di sana, menurut Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika John Nkengasong.
Kemudian menurut WHO, baru sekitar satu persen populasi benua itu yang sudah disuntik dua dosis vaksin Covid-19.
Rasio itu adalah yang terendah secara global, dan 90 persen negara-negara Afrika akan gagal mencapai target vaksinasi sepersepuluh dari populasi mereka pada September.
Baca juga: Vaksinasi Lambat, Gelombang Ketiga Covid-19 Menyebar Brutal di Afrika
Salah satu kebijakan penting hidup dengan Covid-19 yang akan dianggap endemi oleh Singapura adalah pemakaian masker.
Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung menyebutkan, masker tetap menjadi salah satu cara paling efektif untuk mencegah Covid-19.
Menurut menteri berusia 51 tahun itu, pencabutan kewajiban pemakaian masker akan menjadi yang terakhir dievaluasi di new normal.
“Kalaupun akhirnya dicabut, kebijakan ini hanya akan diberlakukan di tempat terbuka. Masker harus tetap dipakai di ruangan indoor atau tertutup.”
Ong merujuk ke Israel yang kembali meminta warganya memakai masker di dalam ruangan, menyusul melonjaknya angka Covid-19 varian Delta di sana.
Selain karena risiko penularan yang sudah rendah, Pemerintah "Negeri Pizza" membebaskan pemakaian masker karena akan dilanda gelombang panas hingga 40 derajat Celsius lebih, khususnya di beberapa wilayah selatan.