Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Terparah Kini Bebas Masker, Lihat Cara Italia Tangani Covid-19

Kompas.com - 28/06/2021, 14:07 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

ROMA, KOMPAS.com - Italia yang dulu menjadi negara dengan kasus Covid-19 terparah di Eropa bahkan salah satu yang terburuk di dunia, kini sudah menyatakan risiko rendah terpapar infeksi dan bebas masker.

Dalam dekrit yang mulai berlaku Senin (28/6/2021), Kementerian Kesehatan Italia untuk pertama kalinya mengklasifikasikan semua 20 wilayah sebagai zona putih, yang berarti risiko rendah sesuai tingkat keparahan zona di negara itu.

Itu berarti masker wajah tidak wajib dipakai di luar ruangan.

Baca juga: Kabar Baik, Italia Sudah Bebas Masker dan Risiko Rendah Terinfeksi Covid-19

Lantas apa yang dilakukan Italia untuk membalikkan roda nasib mereka? Berikut adalah cara-caranya.

1. Lockdown lama, tes dan penelurusan yang efektif

BBC pada 1 Oktober 2020 melaporkan, sebenarnya sulit menentukan dengan tepat mengapa Italia mengalami penurunan kasus baru Covid-19.

Tingkat pengujiannya tidak terlalu tinggi, bahkan Inggris melakukan tiga kali lebih banyak.

Akan tetapi tes swab tersedia luas dan rapid test sekarang dilakukan di beberapa bandara, stasiun kereta api, dan sekolah, jadi tidak ada kendala akses seperti di sejumlah negara.

Italia juga menyediakan tes Covid-19 untuk anak kecil.

Perhatian mereka dialihkan dengan permen lolipop atau gambar-gambar berwarna saat tes swab sampai selesai.

Tes Baby Drive-in di Roma ini melayani anak-anak dari bayi baru lahir hingga usia enam tahun.

Hasilnya keluar dalam waktu 30 menit. Jika negatif si kecil boleh kembali ke penitipan atau sekolah.

Penjelasan lain paling masuk akal adalah kombinasi pengujian dan pelacakan yang efisien, serta lockdown lama.

Italia adalah negara pertama di dunia yang ditutup secara nasional dan termasuk yang terakhir membuka kembali.

Baca juga: Selama 2 Hari Beruntun, Angka Kematian Covid-19 di Italia Turun

2. Tahapan Italia lockdown

Sebuah robot membantu tim medis merawat pasien virus corona di Rumah Sakit Circolo, Varese, Italia. Foto diambil pada 1 April 2020.FLAVIO LO SCALZO/REUTERS Sebuah robot membantu tim medis merawat pasien virus corona di Rumah Sakit Circolo, Varese, Italia. Foto diambil pada 1 April 2020.
Italia awalnya mengkarantina kota-kota, kemudian wilayah Lombardy di utara, lalu seluruh semenanjung dan pulau-pulaunya, meski hampir tidak ada virus corona di sebagian besar Italia tengah dan selatan kala itu.

Kebijakan tersebut tidak hanya mencegah pekerja di industri utara untuk pulang ke rumah di selatan, tetapi juga mendorong tanggapan nasional yang terpadu.

Awal wabah virus corona di Italia terpusat di rumah sakit yang membeludak, tetapi walau melelahkan pada akhirnya membuat dokter dan perawat bisa mempercepat pelacakan kontak.

Lockdown Italia pada akhirnya berefek penurunan kasus dan mengurangi kemungkinan kontak dengan seseorang yang terinfeksi.

Pada akhir lockdown Italia, sirkulasi virus turun tajam, dan di beberapa wilayah tengah dan selatan hampir tidak ada rantai penularan sama sekali.

3. Tindakan setelah lockdown

Giuseppe Pungente perawat Covid-19 di Italia yang melamar kekasihnya dengan tulisan di baju hazmat. Fotonya viral pada Sabtu (2/1/2020).FACEBOOK FELIPE HAKIM Giuseppe Pungente perawat Covid-19 di Italia yang melamar kekasihnya dengan tulisan di baju hazmat. Fotonya viral pada Sabtu (2/1/2020).
Italia tidak berpuas diri begitu saja setelah lockdown berakhir, dan justru bergegas meneliti lebih lanjut wabah Covid-19 yang menerpa mereka.

New York Times pada 31 Juli 2020 menerangkan, setelah awal yang buruk, Italia mengonsolidasikan atau setidaknya mempertahankan aturan-aturan lockdown melalui kombinasi kewaspadaan dan keahlian medis.

Pemerintahannya mengambil kebijakan yang dipandu oleh komite ilmiah dan teknis.

Dokter, rumah sakit, dan petugas kesehatan setempat mengumpulkan lebih dari 20 indikator virus setiap hari dan mengirimkannya ke otoritas regional, yang kemudian meneruskannya ke Institut Kesehatan Nasional.

Hasilnya adalah laporan mingguan yang menjadi dasar kebijakan. Semua yang dijalani Italia selanjutnya jauh dari kata panik, berbeda seperti awal Maret.

Baca juga: Katup Seharga Rp 16.000 dari Printer 3D Jadi Penyelamat Nyawa Pasien Corona di Italia

4. Tidak ragu untuk lockdown kedua

Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte berbicara selama pidato terakhirnya di Senat sebelum mosi tidak percaya, di Roma, Selasa (19/1/2021).AP PHOTO/YARA NARDI Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte berbicara selama pidato terakhirnya di Senat sebelum mosi tidak percaya, di Roma, Selasa (19/1/2021).
Oleh karena kebijakannya diambil berdasarkan sains, Pemerintah Italia tidak ragu saat menerapkan lockdown kedua ketika kasus Covid-19 kembali melonjak.

Pada awal Agustus 2020 parlemen Italia mengumumkan keadaan darurat hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte memperingatkan, tidak boleh lengah karena virus masih beredar.

Kebijakan tersebut memungkinkan pemerintah untuk tetap melakukan restriksi dan merespons dengan cepat, termasuk dengan lockdown, untuk setiap klaster baru.

Pemerintah juga membatasi kedatangan dari puluhan lebih negara ke Italia, karena impor virus termasuk faktor lonjakan kasus.

“Ada banyak situasi di Perancis, Spanyol, Balkan, yang berarti bahwa virus itu tidak hilang sama sekali,” kata Ranieri Guerra, asisten direktur jenderal untuk inisiatif strategis di WHO yang juga dokter Italia.

5. Nyawa orang lebih penting daripada ekonomi

Para penari menyambut kedatangan pengunjung di taman hiburan Cinecitta World, pinggiran Roma, pada hari pembukaan kembalinya, Kamis (17/6/2021). Taman hiburan ini tutup sejak 25 Oktober 2020 saat Italia menerapkan lockdown kedua untuk menangani wabah Covid-19.AP PHOTO/ALESSANDRA TARANTINO Para penari menyambut kedatangan pengunjung di taman hiburan Cinecitta World, pinggiran Roma, pada hari pembukaan kembalinya, Kamis (17/6/2021). Taman hiburan ini tutup sejak 25 Oktober 2020 saat Italia menerapkan lockdown kedua untuk menangani wabah Covid-19.
Tidak diragukan lagi bahwa lockdown merugikan Italia secara ekonomi.

Selama tiga bulan, bisnis dan restoran harus tutup, pergerakan masyarakat juga sangat dibatasi. Bahkan perjalan antarwilayah, antarkota, dan tempat wisata dihentikan.

Italia waktu itu diperkirakan akan kehilangan sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2020.

Namun para pejabat Italia lebih mengutamakan nyawa orang dibandingkan perekonomian.

"Kesehatan orang-orang Italia datang dan akan selalu menjadi yang utama," kata Conte saat itu.

Strategi lockdown total memang sempat dianggap berlebihan oleh para kritikus karena melumpuhkan roda ekonomi.

Namun akhirnya terbukti cara itu lebih baik daripada menggerakkan kembali perekonomian saat virus corona masih menyebar luas, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko.

Baca juga: Studi terhadap Air Limbah Tunjukkan Jejak Virus Corona di Italia Sejak Desember

6. Gencarkan vaksinasi


Sepertiga penduduk Italia di atas usia 12 tahun telah divaksinasi sampai Minggu (27/6/2021), atau tepatnya 17.572.505 orang, menurut data Pemerintah "Negeri Pizza".

Italia juga berencana memberikan semua warganya vaksinasi gratis untuk melawan virus corona, yang dimulai dari dokter dan penghuni panti jompo, setelah vaksinnya disetujui.

Menteri Kesehatan Roberto Speranza mengatakan, Italia telah menandatangani kontrak untuk vaksin dari AstraZeneca, Johnson & Johnson, Sanofi, Pfizer, CureVac, dan Moderna.

Baca juga: Italia Tawarkan Vaksinasi Covid-19 Gratis Dimulai dari Dokter dan Penghuni Panti Jompo

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com