Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kudeta Myanmar Membuat Lebih dari 200.000 Orang Jadi Pengungsi

Kompas.com - 25/06/2021, 19:48 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber CNN

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - PBB memperkirakan pada Kamis (24/6/2021), lebih dari 200.000 penduduk Myanmar mengungsi akibat konflik kudeta yang berdarah dan membutuhkan bantuan untuk berlindung.

Myanmar telah berada dalam krisis sejak kudeta pada 1 Februari, yang mana pemerintahan terpilih digulungkan oleh kekuatan militer, sehingga memicu kemarahan nasional yang telah menyebabkan protes, pembunuhan, pengeboman, dan pertempuran antara pasukan militer dengan tentara sipil.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan operasi bantuan sedang berlangsung, tetapi terhalang oleh bentrokan bersenjata, kekerasan, dan ketidakamanan di Myanmar.

Baca juga: Pemimpin Militer Myanmar Bidik Beberapa Negara yang “Ganggu” Urusan dalam Negerinya

PBB menyebut pada Kamis (24/6/2021) 177.000 orang mengungsi di negara bagian Karen yang berbatasan dengan Thailand, 103.000 pada Mei, seperti yang dilansir dari CNN pada Jumat (25/6/2021),

Kemudian, lebih dari 20.000 orang berlindung di 100 daerah pengungsian, setelah pertempuran antara Pasukan Pertahanan Rakyat dan tentara di Negara Bagian Chin yang berbatasan dengan India.

Beberapa ribu orang juga telah melarikan diri dari pertempuran di negara bagian Kachin dan Shan utara, wilayah dengan tentara etnis minoritas yang mapan dengan sejarah panjang permusuhan dengan militer.

Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok etnis minoritas tertua di Myanmar, mengatakan khawatir tentang penggunaan kekuatan militer yang berlebihan dan hilangnya nyawa warga sipil yang tidak bersalah karena pertempuran meningkat di seluruh negeri.

"KNU akan terus berjuang melawan kediktatoran militer dan memberikan perlindungan sebanyak mungkin kepada orang-orang dan warga sipil tak bersenjata," katanya dalam sebuah pernyataan.

Junta militer mengatakan mereka merebut kekuasaan sipil untuk melindungi demokrasi karena pengaduan yang diabaikan terhadap kecurangan dalam pemilihan pada November yang dimenangkan oleh partai berkuasa Aung San Suu Kyi.

Baca juga: Rusia Nyatakan Perkuat Hubungan Militer dengan Myanmar

Protes di seluruh Myanmar

Protes anti-kudeta militer berlangsung di negara bagian Kachin, Dawei, wilayah Sagaing dan ibu kota komersial, Yangon, pada Kamis (24/6/2021), dengan para demonstran membawa spanduk dan membuat gerakan 3 jari.

Beberapa mereka juga menunjukkan dukungan bagi masyarakat sipil yang lain yang menentang kekuasaan militer di Mandalay, kota terbesar kedua, yang terjadi baku tembak antara tentara dan kelompok gerilya pada Selasa (22/6/2021), tanda pertama bentrokan bersenjata di pusat kota besar sejak kudeta Myanmar.

Televisi Myawaddy milik militer mengatakan 4 anggota milisi ditangkap pada Kamis (24/6/2021) dan menggambarkan mereka sebagai "teroris".

Baca juga: Baru Dibentuk, Milisi Anti-junta Bentrok dengan Tentara Myanmar

Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok advokasi yang telah dinyatakan junta militer sebagai organisasi ilegal, mencatat setidaknya 877 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 6.000 ditangkap sejak kudeta Myanmar.

Sementara itu, upaya diplomatik dari negara-negara Asia Tenggara untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog antara semua pihak, telah terhenti.

Para jenderal militer mengatakan mereka akan tetap berpegang pada rencana mereka untuk memulihkan ketertiban dan mengadakan pemilihan dalam 2 tahun ke depan.

Halaman:
Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com