Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Patung Theodore Roosevelt, Mengapa Bisa Jadi Kontroversi?

Kompas.com - 25/06/2021, 09:45 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber ARTnews

KOMPAS.com - "Konyol sekali, jangan lakukan itu!" cuit Presiden AS Donald Trump, 2020 lalu saat ada rencana menurunkan patung Theodore Roosevelt dari Museum Sejarah Alam, New York.

Cuitan Trump di Twitter itu didasari argumen bahwa penurunan patung "tidak masuk akal".

Dirinya bahkan menyebut ada upaya vandalisme sejarah dan penodaan terhadap " monumen yang indah."

Baca juga: Sebuah Buku Ungkap Trump Pernah Ingin Pindahkan Warga AS yang Terinfeksi Covid-19 ke Teluk Guantanamo

Situasi ini terjadi Juni 2020 lalu, pasca tewasnya George Floyd, pria kulit hitam akibat lehernya diinjak polisi, Mei 2020.

Hal ini lantas memicu kesadaran ras di AS, bahkan seluruh dunia, lewat gerakan yang dinamakan "Black Lives Matter".

Demonstrasi anti rasisme besar-besaran terjadi di AS. Termasuk menuntut pemerintah menurunkan patung-patung tokoh yang terkait dengan politik perbudakan, salah satunya Patung Theodore Roosevelt.

Baca juga: Dinilai Rasis, Patung Theodore Roosevelt Dipindah dari Museum New York

Patung kontroversial ini, menampilkan figur Roosevelt yang menunggang kuda, dengan figur seorang pribumi Amerika dan Afrika di sampingnya.

Kontroversinya sudah berlangsung lama, tapi semakin menguat saat gerakan "Black Lives Matter" mengemuka.

Presiden AS ke-26 itu dianggap menganut pandangan rasialis dan kolonialis, serta mempromosikan apa yang dinamakan eugenika, yakni teori mengaitkan peningkatan kualitas keturunan dengan mempergunakan prinsip genetika.

Baca juga: Diam-diam, Patung Edward Colston Digantikan Patung Black Lives Matter

Dilansir Art News (23/6/2020), Direktur Museum Sejarah Alam New York, Ellen V Futter, mengatakan bahwa patung itu sudah memicu perdebatan sejak lama.

Patung berkuda berusia lebih dari seabad itu, secara historis memang menampilkan sosok Roosevelt bersama pria kulit hitam dan penduduk asli Amerika.

"Roosevelt menjabat sebagai gubernur negara bagian dari tahun 1899-1900. Dia adalah pendukung eugenika, teori yang mempromosikan supremasi kulit putih," ujarnya.

"Setelah Roosevelt meninggal, Nazi (partai fasis Jerman) menjadikan eugenika sebagai ideologi selama Perang Dunia II," tambahnya.

Baca juga: 500 Tengkorak dalam Kondisi Mengenaskan di Kuburan Massal Bekas Kamp Konsentrasi Nazi

Gencarnya kontroversi, menurut Futter, sudah terjadi sejak 2016, jauh sebelum insiden George Floyd.

Protes makin meruncing ketika pada 2019, pihak museum membuat pameran yang menggambarkan sejarah patung itu.

"Pameran ingin mengeksplorasi secara mendalam bagaimana museum ini didirikan, serta bagaimana proses dibangunnya patung yang berada di depan museum. Tapi itu tak berjalan mulus," ujar Futter.

Baca juga: Serba-serbi Museum CPC: Rumah Spiritual Partai Komunis China

Dirinya juga menyebut bahwa dua orang yang berada di bawah Roosevelt bukanlah mempromosikan supremasi kulit putih.

"Dua figur di sampingnya adalah simbol dari benua Afrika dan Amerika. Jika Anda tahu, itu berarti keramahan Roosevelt untuk semuanya," tambahnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com