Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Didesak Selidiki Presiden Baru Iran Atas Pembunuhan pada 1980-an

Kompas.com - 23/06/2021, 16:16 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Daily Mail

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - PBB didesak untuk membuka penyelidikan terhadap kasus pembunuhan ribuan tahanan politik pada 1980-an yang melibatkan Presiden baru Iran Ebrahim Raisi.

Raisi yang memenangkan pemilihan presiden Iran pada pekan ini memiliki catatan masa lalu di mana ia terlibat dalam tindakan eksekusi massal pada 1980-an.

Lebih dari 150 mantan pejabat PBB, otoritas HAM dan pakar hukum telah menuntut agar PBB membuka penyelidikan atas pembunuhan yang dianggap "mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan", seperti yang dilansir dari Daily Mail pada Rabu (23/6/2021). 

Baca juga: Presiden Terpilih Iran Tolak Bertemu Joe Biden

Diperkirakan 4.000 hingga 30.000 orang dijatuhi hukuman mati pada 1988 oleh pemimpin tertinggi saat itu, Ruhollah Khomeini.

Tahar Boumedra dari Keadilan bagi Korban Pembantaian pada 1988 di Iran mengatakan, "Pembantaian adalah kejahatan berkelanjutan terhadap kemanusiaan. Keluarga korban terus menerima hukuman berat hanya karena bertanya kepada pihak berwenang di mana orang yang mereka cintai dimakamkan. Sudah waktunya PBB melakukan penyelidikan atas eksekusi massal itu."

"Naiknya Ebrahim Raisi ke kursi kepresidenan, bukannya diselidiki atas kejahatan pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan, adalah pengingat suram bahwa impunitas berkuasa di Iran," ujar Agnes Callamard dari Amnesty International.

Setelah menjadi presiden, Raisi ditanya soal peristiwa eksekusi 1988 itu dan dia menjawab, "Jika seorang hakim, seorang jaksa, telah membela keamanan rakyat, dia harus dipuji. Saya bangga telah membela hak asasi manusia di setiap posisi yang saya pegang sejauh ini."

Baca juga: Terkait Nuklir, PM Baru Israel Sebut Presiden Baru Iran Algojo Brutal

Pria yang berusia 60 tahun memainkan peran kunci pada 1980-an dalam membersihkan setiap pembangkang yang berani memprotes kediktatoran Ayatollah Khomeini.

Orang-orang yang selamat dari pembersihan ini menuduh bahwa Raisi memerintahkan untuk beberapa tahanan politik itu dilempar dari tebing.

Mereka mengatakan bahwa pria yang saat itu berusia 28 tahun, mengawasi langsung penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dan bahkan wanita hamil dipukuli untuk mendapatkan materi yang memberatkan suami dan anggota keluarga mereka sendiri.

Kekejaman pada 33 tahun yang lalu, di mana protes dibalas dengan siksaan, yang membuatnya mendapat julukan "Jagal Teheran".

Pembersihan besar-besaran ini membunuh 4.000 tahanan, menurut sumber resmi Iran yang kecewa dengan pembantaian itu.

Baca juga: Sama-sama Punya Pemimpin Baru, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Iran-Israel

Namun, kerabat dan kelompok HAM menuduh bahwa ada sebanyak 30.000 pengkritik rezim yang "menghilang" dalam hiruk-pikuk pembunuhan saat itu.

Pengacara hak asasi manusia yang berbasis di London, Geoffrey Robertson, menggambarkan pembantaian itu sebagai kejahatan terburuk terhadap kemanusiaan sejak kamp konsentrasi Perang Dunia II.

Disebutkan bahwa para korban "digantung dari crane dengan 4 orang sekaligus, atau dalam kelompok enam orang...beberapa dibawa ke barak tentara di malam hari, diarahkan untuk membuat surat wasiat mereka, dan kemudian ditembak oleh regu tembak."

Halaman:
Sumber Daily Mail
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

Global
Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Global
Unilever Tarik Kembali Produk Magnum Almond Terkait Kontaminasi Plastik dan Logam di Inggris dan Irlandia

Unilever Tarik Kembali Produk Magnum Almond Terkait Kontaminasi Plastik dan Logam di Inggris dan Irlandia

Global
Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut di Malaysia, 10 Korban Tewas, Tak Ada yang Selamat

Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut di Malaysia, 10 Korban Tewas, Tak Ada yang Selamat

Global
Rishi Sunak Janjikan Paket Militer untuk Ukraina hingga Rp 10 Triliun

Rishi Sunak Janjikan Paket Militer untuk Ukraina hingga Rp 10 Triliun

Global
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com