WASHINGTON DC, KOMPAS.com - PBB memperingatkan potensi peningkatan kekerasan dan "krisis kembali" di Afghanistan saat penarikan pasukan Amerika Serikat secara menyeluruh, setelah beberapa dekade beroperasi.
Kepala badan pengungsi global Flippo Grandi mengatakan kepada AFP dalam sebuah wawancara bahwa dia paham militer internasionnal yang berjaga di Afghanistan "tidak dapat dipertahankan selamanya".
Namun, Grandi memperingatkan "penarikan pasukan Amerika dan lainnya dari Afghanistan juga berpotensi menjadi indikator lain yang memungkinkan kekerasan meningkat setelah itu."
Baca juga: Turki Ambil Alih Bandara Kabul Setelah NATO Pergi dari Afghanistan
"Kami sedang membuat suatu rencana terkait itu," imbuhnya seperti yang dilansir dari AFP pada Jumat (18/6/2021).
Taliban mendapatkan keuntungan besar di Afghanistan saat Amerika Serikat bersiap menarik pasukan terakhirnya pada September, setelah 20 tahun perang.
Apalagi, pembicaraan damai yang tengah dibangun antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban juga masih terhenti.
Baca juga: 4 Petugas Vaksin Polio di Afghanistan Ditembak Mati, Diduga Dilakukan Taliban
Banyak warga Afghanistan, terutama wanita yang tidak dilibatkan dalam pembicaraan damai tersebut, telah lama takut jika negaranya kembali ke rezim Taliban saat AS menarik seluruh pasukan.
Analis juga khawatir akan terjadi perang saudara, jika Kabul dibiarkan menghadapi Taliban sendirian.
Situasinya sudah mengerikan. Saat ini, sekitar 2,6 juta warga Afghanistan sudah tinggal di luar negeri sebagai pengungsi pada akhir 2020, menurut angka terbaru PBB.
Baca juga: Lawan Taliban dengan Palu: Kisah Pasukan SAS Inggris di Afghanistan
Kekhawatiran serupa telah dikemukakan oleh Presiden Perancis Emanuel Macron baru-baru ini, yang akan menarik pasukan setelah memerangi para militan di Sahel selama 8 tahun terakhir.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.