Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Black Metal ala Deafheaven, Dipuji Sekaligus Dihujat

Kompas.com - 13/06/2021, 19:44 WIB
Tito Hilmawan Reditya,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gelap, cepat, bertendensi "memuja setan", berpenampilan hitam-hitam, dan mengerikan.

Inilah definisi "black Metal orthodox", yang masih dimainkan band seperti Bathory atau Mayhem. Definisi menyeramkan black metal ini dianggap baku, kaku, dan tak pernah tergoyahkan.

Sampai Deafheaven, kuintet asal San Fransisco muncul, dan merobohkan segala kebakuan.

Baca juga: Mendengarkan Musik Heavy Metal Bikin Pilihan Makanan Tidak Sehat?

Musik Deafheaven adalah black metal, yang tidak "sepenuhnya black metal."

Mencampurkan banyak genre yang sama sekali tak pernah terbayangkan untuk bisa berpadu dengan corak black metal, seperti ambient sampai shoegaze.

Kemunculannya membuat huru-hara di kalangan penggemar black metal ortodoks, yang sempat mencaci dan mem-bully mereka karena dianggap "menyimpang".

Baca juga: Dobrak Stigma Metal, VoB Kini Ogah Pusingkan Komentar Miring Orang

Penulis Los Angeles Times, August Brown, dalam ulasan tahun 2019 menyatakan, Deafheaven selalu disikapi skeptis di kalangan penggemar black metal ultra-ortodoks.

Meski begitu saat ini, menurut Brown, black metal bisa dibilang "tidak pernah lebih modis sebagai estetika semata".

"Rap dan pop arus utama seperti Future, Rihanna, bahkan Justin Bieber telah mengadopsi font black metal yang tidak dapat dipahami dalam visual mereka," tulis Brown.

Karena itulah, selain sikap ortodoks, Brown berpendapat bahwa mungkin, aliran arus utama konsumtif itulah yang membuat beberapa metalhead bersikap waspada terhadap Deafheaven.

Baca juga: Potret Sejarah Musik Rock dan Metal di Indonesia Bakal Diabadikan Lewat Dokumenter

Tapi, album perdana Deafheaven, Sunbather (2013), yang juga memperkenalkan sosok frontman ikonik George Clarke, secara blak-blakan tak mengikuti tren modis black metal itu.

Mereka sengaja memakai cover cantik berwarna merah muda, tanpa font rumit, sembari memperkenalkan "black metal baru" yang bisa membuat air mata menetes.

Sikap "non-genre" inilah membuat banyak metalhead kebingungan. Meski begitu, Deafheaven berhasil mencuri hati banyak orang. Bahkan media musik sekelas Pitchfork, memasukkan Sunbather sebagai salah satu album terbaik 2013.

Baca juga: Meninggal Dunia, Berikut Sepak Terjang Irfan Sembiring, Pendiri dan Gitaris Band Metal ROTOR

Batasan yang dilabrak band dengan hits "Dream House" ini, semakin menjadi saat merilis Ordinary Corrupt Human Love pada 2018.

Album ini membuat mereka mendapat nominasi Grammy kategori "Best Metal Performances" pada 2019. Deafheaven pun semakin punya penggemar yang solid.

Di album ini, Clarke dan kawan-kawan, masih brutal, beringas, dan memenuhi sekujur album riff-riff "jahat" ala black metal. Tapi mereka memadukannya dengan melodi yang penuh melankoli, terkadang lembut, membuai, mirip energi band-band post rock.

Meski kontroversial, Deafheaven toh masih mengandalkan nilai-nilai kuno dari permainan black metal. Gitaris Kerry McCoy dan drummer Daniel Tracy, memainkan semuanya begitu presisi, dengan tingkat kecepatan prima yang identik dengan black metal.

Clarke, menurut Brown, juga tak sedikit pun menurunkan tensi.

"Dia menjelajahi panggung dengan kharisma yang tidak biasa. Tidak hanya mendidih dan melolong, tetapi menjiwai semangat rocker arena yang menggunakan tubuhnya sebagai instrumen visual," tulis Brown.

Baca juga: Sinopsis Sound of Metal, Kisah Drummer yang Kehilangan Pendengarannya

Saat ini, Deafheaven tampaknya lebih tidak peduli lagi. Dilansir NME, Mereka merilis single baru "Great Mass of Color" Juni ini, sekaligus mengumumkan album baru yang siap dirilis 20 Agustus mendatang, bertajuk Infinite Granite.

Single eksploratif "Great Mass of Color", secara drastis mengurangi tensi black metal dan lebih condong ke arah shoegaze dan post-metal. Seolah mereka sudah bersiap menghadapi hujan kritikan yang menyebut mereka sebagai "band metal abal-abal".

Meski begitu, sebelum single ini dirilis, Deafheaven sempat merilis "Black Brick" yang sengaja memakai seluruh elemen dan formula black metal di dalamnya. Ini seperti menunjukkan bahwa mereka seratus persen mampu memainkan black metal.

Namun untuk urusan penciptaan musik, eksplorasi adalah patokan utama. Membuat Deafheaven tidak bisa diganggu gugat untuk menciptkan musik sesuai kehendak hati mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com