MINSK, KOMPAS.com - Peristiwa pemaksaan arah pesawat Ryanair menuju ibu kota Belarus, Minsk, pada Minggu (23/5/2021) yang disertai penangkapan seorang jurnalis telah memicu kemarahan di Eropa.
Pesawat dengan nomor penerbangan FR4978 tersebut berangkat dari Yunani dan semestinya mendarat di Vilnius, Lituania.
Namun, saat sedang mengudara, pesawat penumpang itu tiba-tiba dikawal jet tempur Belarus yang memaksa pesawat tersebut berbelok ke Minsk dengan dalih adanya ancaman bom.
Pilot maskapai Ryanair kemudian terpaksa mengikuti arahan dari jet militer Belarus.
Peristiwa ini dikecam Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Apakah sebelumnya pernah ada peristiwa pencegatan terhadap pesawat penerbangan sipil?
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menuduh negara-negara Barat munafik. Ia mengatakan dalam bahasa Rusia bahwa negara-negara Barat "memiliki reaksi yang berbeda ketika menanggapi peristiwa serupa yang terjadi di negara lain sebelumnya".
Dia secara khusus menyinggung insiden delapan tahun lalu, yang melibatkan pesawat yang ditumpangi Evo Morales saat menjabat presiden Bolivia.
Berikut adalah kilas balik peristiwa pesawat yang hampir atau mungkin telah dipaksa untuk mendarat.
Pada Juli 2013, Evo Morales dalam perjalanan udara kembali ke Bolivia setelah melakukan pertemuan tingkat tinggi di Moskwa. Saat itu pesawat presiden Bolivia ini dipaksa berbelok ke Bandara Wina di Austria setelah sejumlah negara Eropa menolaknya masuk ke dalam wilayah udara mereka.
Pihak Bolivia mengatakan telah terjadi "kebohongan besar" lantaran Morales dituduh menyembunyikan mantan kontraktor badan keamanan AS, Edward Snowden, di dalam pesawat tersebut.
Perancis kemudian meminta maaf kepada pemerintah Bolivia atas "konfirmasi izin yang terlambat" untuk memasuki wilayah udara Perancis, dan menyalahkan "informasi yang saling bertentangan"
Baca juga: Buntut Pembajakan Ryanair, Uni Eropa Desak Maskapai Hindari Belarus
Presiden Bolivia juga melakukan perjalanan menggunakan pesawat kepresidenan, bukan pesawat komersial atau penerbangan sipil.
Badan Penerbangan Pesawat Sipil PBB (ICAO) mengatakan prihatin atas "pendaratan paksa yang sangat jelas" dalam insiden Belarus. Peristiwa tersebut dinilai bisa "bertentangan dengan Konvensi Chicago" yang mengatur akses wilayah udara dan keselamatan pesawat.
Konvensi Chicago 1944 ini berlaku untuk penerbangan sipil seperti Ryanair, tapi tidak berlaku untuk urusan penerbangan kenegaraan seperti pesawat presiden dan pesawat militer.
Abdolmalek Rigi, pemimpin Jundullah, kelompok pemberontak garis keras Sunni, ditangkap di Iran pada Februari 2010. Kantor berita Iran, Irna, menyebutkan Abdolmalek Rigi sedang dalam penerbangan menuju negara Arab melalui Pakistan, sebelum akhirnya ditangkap.
"Pesawat yang ia tumpangi telah diperintahkan untuk mendarat dan dia ditangkap setelah pemeriksaan pesawat," kata anggota Parlemen Iran, Mohammed Dehgan, yang dikutip kantor berita AFP.
Baca juga: Bos Ryanair Yakin Agen KGB Ikut Terjun Membajak Pesawat di Belarus
Tapi ada laporan lain yang bertentangan - terutama dari media AS - yang menunjukkan Pakistan menawarkan bantuan untuk penangkapan Rigi.
BBC belum dapat memverifikasi bagaimana Rigi ditangkap. Klaim Iran bahwa jet tempurnya telah memaksa pesawat komersial mendarat di Iran, mungkin tidak benar.
Pemimpin militan itu dieksekusi pada Juni 2010.
Pada Oktober 1985, pesawat Mesir yang diduga berisi militan Palestina telah dicegat oleh pesawat tempur AS. Pesawat itu kemudian dipaksa mendarat di pangkalan militer AS di Italia.
Pencegatan itu berlangsung setelah kapal pesiar Italia, Achille Lauro, dibajak di Laut Mediterania dengan ratusan penumpang di dalamnya. Seorang penumpang Yahudi Amerika tewas dalam peristiwa ini.
Baca juga: Buntut Penurunan Paksa Ryanair, Lituania Larang Pesawat Lintasi Belarus
Pesawat ini kemudian dicegat oleh jet tempur F-16 di wilayah udara internasional di langit Mediterania, menurut laporan Los Angeles Times saat itu. Pesawat tersebut lantas dikawal menuju pangkalan udara AS Signella di Sisilia.
Keempat pembajak tersebut diadili dan dipenjara dalam waktu lama di Italia.
Pada 22 Oktober 1956, lima pemimpin Front Pembebasan Nasional Aljazair (FLN) berada di dalam pesawat sipil dari Rabat di Maroko menuju Tunisia, seperti dilaporkan wartawan BBC Arab, Ahmed Rouaba.
Mereka akan berpartisipasi dalam konferensi yang diselenggarakan Presiden Tunisia, Habib Bourguiba, tentang masa depan wilayah Maghreb.
Saat itu, Aljazair masih menjadi daerah koloni Perancis. Dinas rahasia Perancis mengirim jet tempur untuk mencegat pesawat tersebut, dan memaksanya mendarat di Aljazair.
Peristiwa ini telah menyulut kemarahan di Maroko dan Tunisia.
Lima orang ditangkap, termasuk Ahmed Ben Bella. Belakangan dia menjadi presiden pertama Aljazair setelah memperoleh kemerdekaan dari Prancis. Ia meninggal pada 2012 di usia 95 tahun.
Baca juga: Bilang Ada Bom, Belarus Daratkan Paksa Pesawat Ryanair untuk Tangkap Aktivis Oposisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.