Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bergabung dalam Gerakan Anti-Kudeta, Lebih dari 125.000 Guru Sekolah di Myanmar Diskors

Kompas.com - 23/05/2021, 17:08 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Lebih dari 125.000 guru sekolah di Myanmar diskors karena bergabung dengan gerakan anti-kudeta militer.

Penangguhan terjadi beberapa hari sebelum dimulainya tahun ajaran baru, yang ditentang oleh sejumlah guru dan orang tua.

Sebanyak 125.900 guru sekolah telah diskors hingga Sabtu (29/5/2021), kata pejabat federasi guru yang menolak menyebutkan namanya karena takut mendapat serangan balasan oleh junta militer, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Minggu (23/5/2021).

Baca juga: Berbulan-bulan Kudeta Myanmar, Apa Kabar Aung San Suu Kyi?

Myanmar memiliki 430.000 guru sekolah menurut data terbaru, dari dua tahun lalu.

"Ini pernyataan untuk mengancam orang agar kembali bekerja. Jika mereka benar-benar memecat orang sebanyak ini, semua sistem akan berhenti," kata pejabat tersebut, yang juga seorang guru.

Pejabat federasi guru tersebut mengatakan telah diberitahu bahwa tuduhan yang dia hadapi akan dibatalkan, jika dia kembali dengan keluar dari gerakan anti-kudeta.

Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta militer atau kementerian pendidikan untuk memberikan komentar.

Baca juga: Ketua Pemilu yang Ditunjuk Militer Myanmar Akan Bubarkan Partai Aung San Suu Kyi

Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah meminta para guru dan siswa untuk kembali ke sekolah, memulai kembali sistem pendidikan.

Gangguan di sekolah-sekolah mengingatkan bahwa di sektor kesehatan dan di keseluruhan pemerintahan, serta bisnis swasta dilanda kekacauan sejak kudeta Myanmar yang diikuti penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.

Sekitar 19.500 staf universitas juga telah diskors, menurut kelompok guru.

Pendaftaran sekolah dimulai pada pekan depan untuk periode ajaran baru Juni. Namun, beberapa orang tua berencana tidak menyekolahkan anak-anak mereka.

Baca juga: Kekerasan Kudeta Myanmar Terus Berlanjut, Jepang Ancam Hentikan Semua Bantuan

“Saya tidak akan mendaftarkan putri saya (ke sekolah) karena saya tidak ingin memberinya pendidikan dari kediktatoran militer. Saya juga mengkhawatirkan keselamatannya,” kata Myint (42 tahun) yang putrinya berusia 14 tahun.

Mahasiswa, yang berada di garis depan protes harian dan ratusan di antaranya telah menjadi korban pasukan keamanan, juga mengatakan mereka berencana untuk memboikot aktivitas kelas.

“Saya hanya akan kembali ke kampus, jika kita mendapatkan kembali demokrasi,” kata Lwin (18 tahun).

Sistem pendidikan Myanmar sudah menjadi salah satu yang terburuk di kawasan itu, dan menduduki peringkat ke-92 dari 93 negara dalam survei global 2020.

Bahkan di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi yang telah memperjuangkan pendidikan, pengeluaran anggarannya masih di bawah 2 persen dari produk domestik bruto.

Baca juga: Militer Myanmar dapat Pasokan Bahan Bakar Jet dari PetroChina

Itu adalah salah satu tingkat pengeluaran negara terendah di dunia, menurut angka Bank Dunia.

Pemerintah persatuan nasional, yang didirikan di bawah tanah oleh pihak oposisi junta, mengatakan akan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mendukung guru dan siswa.

Ia menyerukan kepada negara donor asing untuk berhenti mendanai kementerian pendidikan yang dikendalikan junta.

"Kami akan bekerja dengan para pendidik Myanmar yang menolak untuk mendukung militer yang kejam," kata Sasa, yang merupakan juru bicara pemerintah persatuan nasional, dalam email kepada Reuters.

“Guru hebat dan guru pemberani ini tidak akan pernah ketinggalan,” tandasnya.

Baca juga: Pengamat Nilai Tidak Ada Pelanggaran dalam Pemilu Myanmar 2020

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com