Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Jurnalis dari Medan Perang Gaza yang Diliputi Ketakutan

Kompas.com - 20/05/2021, 08:33 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

GAZA, KOMPAS.com - Sejumlah jurnalis Palestina menceritakan tentang ketakutan dan kelelahan mereka selama bertugas meliput di medan perang Gaza, di mana bom Israel mangancam setiap saat.

Eskalasi konflik telah berlangsung berminggu-minggu antara Palestina dan Israel, dari kekerasan di kompleks Masjid Al-Aqsa, situs yang dihormati Muslim dan Yaahudi.

Setidaknya 222 orang tewas, termasuk 63 anak dalam serangan bom Israel di Gaza, menurut otoritas kesehatan.

Baca juga: Ketiga Kalinya, AS Blokade Pernyataan PBB Soal Aksi Israel di Jalur Gaza

Sedangkan, sedikitnya 12 orang, termasuk 2 anak di Israel tewas dalam serangan roket dari Hamas.

Serangan Israel telah menyebabkan beberapa bangunan bertingkat tinggi di Gaza jadi sasaran penghancuran. Di antaranya adalah blok menara al-Jalaa yang berisi kantor media internasional.

Para pendukung kebebasan pers mengutuk serangan itu sebagai upaya untuk membungkam jurnalis.

Melansir Al Jazeera pada Rabu (19/5/2021), sejumlah jurnalis Palestina mengungkapkan dukanya yang diliputi ketakutan dan tekad menyampaikan cerita di balik eskalasi bentrokan Palestina dan Israel yang berlangsung di Gaza:

Baca juga: Menilik Roket-roket yang Ditembakkan dari Jalur Gaza ke Israel

Ghalia Hamad

“Setiap kali saya mendengar bom, saya merasa panik dan langsung menelepon ke rumah untuk memeriksa keluarga saya,” ungkap Hamad kepada Al Jazeera.

Wartawan berusia 30 tahun, yang bekerja sebagai koresponden Al Jazeera Mubasher di Jalur Gaza yang terkepung, memiliki 2 putri, berusia 5,5 tahun.

“Ini adalah perang brutal. Ini adalah pertama kalinya kami mengalami serangan seperti itu dengan keganasan ini. Perang terbaru 2014, dan perang lainnya tahun 2012, 2009 juga sulit, tapi ini yang paling sulit," ujarnya.

Seperti jurnalis lain di lapangan, Hamad tidak berhenti bekerja sejak eskalasi.

“Kami harus menghadapi situasi berbahaya di sekitar kami. Kami tidak memiliki apa pun untuk melindungi diri kami sendiri. Setiap orang adalah target dan diserang,” kata Hamad kepada Al Jazeera.

“Saya mencoba untuk melakukan pekerjaan saya tanpa memikirkan kerugian yang mungkin saya hadapi. Kami kehilangan kantor kami yang dibom beberapa hari yang lalu."

Seperti ibu lainnya, Hamad ingin berada di samping keluarganya, terutama putrinya, selama masa-masa sulit ini, "di mana suara bom terlalu keras dan di mana-mana".

"Ketika saya mendengar ada bom di dekat rumah saya, saya langsung menelepon untuk memeriksanya," kata Hamad.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com