Ganjalan lain yang menghambat proses perdamaian antara Israel dan Palestina adalah kebijakan Israel membangun permukiman Yahudi di wilayah pendudukannya.
Kebijakan itu dilakukan sejak Partai Likud berkuasa di Israel pada 1977.
Baca juga: Perjanjian Camp David, Perdamaian Dingin Israel-Mesir
Pasca “Perang Enam Hari” yang mengubah nasib bangsa Palestina, konflik bersenjata masih terus mewarnai "hubungan" Palestina dan Israel.
Usaha damai coba diupayakan kedua bangsa ini, meski kerap berakhir dengan kegagalan. Salah satu proses perdamaian yang cukup signifikan adalah perjanjian Camp David pada 17 September 1978.
Perjanjian damai itu ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem, di rumah peristirahatan Presiden AS, Camp David.
Berdasarkan perjanjian Camp David inilah akhirnya pada Maret 1979, Mesir dan Israel menandatangani pakta perdamaian.
Berdasarkan perjanjian damai ini, Israel akan mengembalikan Semenanjung Sinai, yang direbut dalam Perang Enam Hari 1967 kepada Mesir.
Selain itu, perjanjian damai ini juga membahas pembentukan pemerintahan otonomi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Akan tetapi, upaya pembicaraan masa depan Palestina ini gagal. Sebab, Palestina tidak menerima proposal otonomi terbatas untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza seperti diajukan Israel.
Sementara itu, Israel juga menolak melakukan negosiasi dengan (Organisasi Pembebasan Palestina) PLO. Padahal, organisasi itu sudah diakui PBB sebagai entitas perwakilan bangsa Palestina.
Kebuntuan ini berujung dengan berbagai kekerasan. Diantaranya pada 1982, yang dikenal dengan nama Perang Lebanon, dan pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatila pada 16-18 September 1982.
Baca juga: Perjanjian Oslo: Jejak Upaya Damai Atas Konflik Israel dan Palestina yang Terus Dilanggar
Pada 1987, pecahlah apa yang disebut dengan Intifada Pertama, yaitu perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.
Pada awal 1990-an, PLO mengubah taktik perjuangannya. Cara-cara keras menggunakan senjata mulai ditinggalkan, dan beralih mencoba cara-cara diplomasi.
Pada awal 1993, para perunding Israel dan PLO melakukan serangkaian pembicaraan rahasia di Oslo, Norwegia.
Pada 9 September 1993, Pemimpin PLO Yasser Arafat mengirim surat kepada PM Israel Yitzhak Rabin.