YERUSALEM, KOMPAS.com - Bentrokan berdarah terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem pada Jumat malam waktu setempat (7/5/2021) setelah polisi Israel menembakkan peluru karet dan granat kejut ke arah para warga Palestina yang bersenjatakan batu.
Insiden ini terkait dengan ancaman pengusiran atas warga Palestina dari wilayah mereka yang diklaim oleh para pemukim Yahudi.
Sedikitnya 205 warga Palestina dan 17 aparat keamanan Israel luka-luka akibat bentrokan, ungkap kantor berita Reuters merujuk laporan dari kedua pihak.
Baca juga: Kronologi Bentrok Israel dan Palestina di Masjid Al-Aqsa, Terparah sejak 2017
Ketegangan kembali muncul di Yerusalem dan wilayah pendudukan Tepi Barat selama bulan suci Ramadhan setelah beberapa kali bentrokan terjadi pada malam hari di Sheikh Jarrah - wilayah di mana banyak keluarga Palestina menghadapi pengusiran setelah sekian lama bersengketa secara hukum.
Seruan untuk menahan diri bagi kedua pihak telah dilontarkan Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa Bangsa, sementara Uni Eropa dan Jordania menyatakan keprihatinan atas situasi yang memanas terkait ancaman pengusiran atas warga Palestina.
Setelah shalat, banyak yang memilih tidak langsung pulang untuk ikut aksi protes menentang pengusiran warga Palestina di wilayah yang diklaim pemukim Yahudi.
Polisi Israel menggunakan meriam air dari kendaraan lapis baja untuk membubarkan ratusan pemrotes yang berkumpul di dekat rumah-rumah keluarga yang terancam diusir.
Baca juga: Ini Penyebab Bentrok Israel dan Palestina di Masjid Al-Aqsa
Pengurus masjid Al-Aqsa berupaya menenangkan situasi lewat pengeras suara. "Polisi harus berhenti tembakkan granat kejut ke jemaah, anak-anak muda harus tenang dan diam!"
Seorang yang terluka harus kehilangan salah satu matanya, dan dua lainnya luka parah di kepala. Dua lagi patah tulang rahang. Sedangkan sebagian besar korban cedera rata-rata luka ringan, ungkap pernyataan Bulan Sabit Merah Palestina.
Seorang juru bicara polisi Israel menyatakan bahwa para pemrotes melemparkan bebatuan, petasan dan benda-benda lain ke arah para petugas, sekitar setengah dari 17 yang luka-luka harus dirawat di rumah sakit.
"Kami akan memberi tindakan tegas atas setiap kekerasan, kerusuhan, atau penyerangan atas petugas kami dan akan mencari siapa yang bertanggungjawab serta membawanya ke muka hukum," kata juru bicara itu.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa Israel harus bertanggungjawab atas situasi yang membahayakan itu dan atas serangan yang terjadi di kota suci tersebut. Dia pun menyerukan Dewan Keamanan PBB segera menggelar rapat khusus menanggapi kekerasan itu.
Baca juga: Kompleks Al-Aqsa, Situs Suci Yerusalem yang Terus Bergejolak
Sebagian besar warga Sheikh Jarrah adalah orang Palestina. Namun, bagi Israel, wilayah itu merupakan lokasi suatu tempat suci karena terdapat makam seorang imam agung Yahudi.
Warga Palestina khawatir mereka akan diusir dari lingkungan itu, apalagi saat Mahkamah Agung Israel akan menggelar sidang soal sengketa hukum wilayah tersebut pada Senin pekan depan.
Juru bicara Komisi PBB urusan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pengusiran, bila diputuskan dan dilaksanakan, akan melanggar kewajiban Israel di muka hukum internasional atas wilayah Yerusalem Timur yang direbut dan didudukinya, bersama dengan Tepi Barat, dari Jordania pada 1967.
Baca juga: Masjid Al-Aqsa Palestina Diserang 2 Malam, 200 Orang Lebih Luka-luka
Deeply concerned by the heightened tensions & violence in & around #Jerusalem. I call on all to act responsibly & maintain calm. All must respect the status quo of holy sites in Jerusalem’s Old City in the interest of peace & stability. Political & religious leaders must act now.
— Tor Wennesland (@TWennesland) May 7, 2021
"Kami menyerukan Israel untuk segera menghentikan semua pengusiran paksa, termasuk mereka yang tinggal di Sheikh Jarrah, dan menghentikan setiap kegiatan yang akan menimbulkan suasana yang koersif dan mengarah kepada alih kepemilikan paksa," kata juru bicara Komisi HAM PBB, Rupert Colville pada Jumat.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa Palestina sedang "menghadirkan perselisihan real-estat antarpihak-pihak swasta untuk kepentingan nasionalis, dalam rangka menghasut kekerasan di Yerusalem." Palestina membantah klaim tersebut.
Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang Timur Tengah 1967 dan mengeklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, walau itu tidak diakui sebagian besar masyarakat internasional. Sedangkan Palestina menyatakan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya masa depan sebagai negara yang independen.
Baca juga: Perang Enam Hari 1967 yang Mengubah Timur Tengah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.