Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pembelot Korut Lolos dari Perbudakan dan Kelaparan, Kini Ikut Pemilu di Inggris

Kompas.com - 09/05/2021, 22:28 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

LONDON, KOMPAS.com - Timothy Cho dan Jihyun Park melarikan diri dari kelaparan, status sebagai tunawisma, dan penjara di Korea Utara. Kini keduanya bersaing sebagai kandidat dalam pemilihan lokal Inggris bulan ini.

Mereka disebut-sebut sebagai pembelot Korea Utara pertama dalam sejarah yang mencalonkan diri di negara demokratis selain Korea Selatan. Cho dan Park menceritakan kepada BBC tentang pelarian mereka yang berani, perjalanan sulit ke Inggris, dan alasan terjun ke politik Inggris.

Baca juga: Pembelot Korea Utara Ini Takut Dipotong-potong oleh Kim Jong Un

Kabur atau mati

Jihyun Park dengan adik laki-lakinya berdiri sembari menatap ke arah perbatasan China. Park melihat bahwa tidak ada lagi pilihan. Ayahnya sakit parah dan pamannya meninggal karena kelaparan.

Dia dihadapkan pada dua opsi: melarikan diri ke China atau mati kelaparan di Korea Utara.

Saat itu tahun 1998, dan Korea Utara tengah mengalami kelaparan nasional yang parah. Uni Soviet ambruk sehingga tidak lagi memberikan bantuan krusial. Total warga Korea Utara yang mati kelaparan tidak diketahui, tetapi perkiraan berkisar hingga tiga juta orang.

Melarikan diri tidak lantas membuat semuanya selesai dan bahagia.

Setibanya di China, Park dijual oleh pedagang manusia dengan harga sekitar Rp 10 juta ke seorang petani untuk dipaksa menikah.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan banyak perempuan Korea Utara diculik dan dipaksa menikah dengan pria China, seperti Park.

Para perempuan itu pun menjadi terjebak karena jika tertangkap pihak berwenang, mereka akan dideportasi kembali ke Korea Utara.

Perbudakan dan penjara

Saya pernah tinggal di Korea Utara dan China, dan saya tahu apa arti kebebasan sebenarnya, kata Park.BBC INDONESIA Saya pernah tinggal di Korea Utara dan China, dan saya tahu apa arti kebebasan sebenarnya, kata Park.
Selama hidup seperti budak dalam keluarga di China, Park melahirkan seorang putra dari suami yang pecandu alkohol.

Park dan anak laki-lakinya yang tinggal secara ilegal pun selalu bersembunyi agar tidak ditangkap dan dikirim kembali ke Korea Utara.

Namun, setelah lima tahun hidup sengsara, dia ditangkap oleh otoritas China dan dideportasi ke Korea Utara. Park dipisahkan secara paksa dari putranya.

China mendeportasi warga Korea Utara karena melihat mereka sebagai imigran gelap alih-alih pengungsi - meskipun Konvensi PBB tentang Pengungsi tahun 1951 telah melarang pemulangan pengungsi ke negara di mana mereka menghadapi risiko penganiayaan atau penyiksaan.

"Saya menderita karena terpisah dengan keluarga baik di Korea Utara dan China, dan saya tahu betapa menyakitkan itu," kata Park kepada BBC.

Baca juga: Kirim Selebaran Anti Kim Jong Un dengan Balon, Pembelot Korut Terancam Denda Ratusan Juta

Pada tahun 2004, Park dideportasi ke Korea Utara dan dipenjara di kamp kerja paksa. Di sana dia mengalami penyiksaan dan penganiayaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com