Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Desa yang Tolak Proyek Internet Elon Musk, Khawatir Sinyal Ganggu Ternak

Kompas.com - 08/05/2021, 19:37 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

SAINT-SENIER-DE-BEUVRON, KOMPAS.com - Sebuah desa di Perancis menolak proyek internet bertenaga satelit yang dikelola Elon Musk.

Desa Saint-Senier-de-Beuvron yang berpenduduk 350 orang ini tidak mau dijadikan lokasi stasiun bumi untuk proyek Starlink Musk yang jaringannya dari luar angkasa.

"Proyek ini benar-benar baru. Kami tidak tahu apa-apa tentang dampak sinyal ini," kata Noemie Brault wakil wali kota berusia 34 tahun yang berjarak 20 km dari Mont Saint.

Baca juga: 2 Bulan, Internet Cepat Starlink Elon Musk Dipesan 500.000 Orang

"Untuk berjaga-jaga, dewan kotapraja mengatakan tidak," jelasnya dikutip dari AFP pada Jumat (19/2/2021).

Elon Musk yang merupakan pendiri SpaceX dan pembuat mobil listrik Tesla, berencana mengerahkan ribuan satelit untuk menyediakan internet cepat di daerah terpencil mana pun di dunia.

Ini adalah persaingan berisiko tinggi yang dia lakukan dengan sesama miliarder Jeff Bezos dari Amazon, serta perusahaan rintisan OneWeb yang berbasis di London.

Antena-antena di tanah akan menangkap sinyal dan meneruskannya ke terminal pengguna individu yang terhubung dengan kabel.

Ilustrasi Internetshutterstock Ilustrasi Internet
Sipartech kontraktornya Starlink sudah mendapat persetujuan regulasi Perancis untuk memasang sembilan "kubah" setinggi tiga meter yang melindungi antena di Saint-Senier, salah satu dari empat lokasi yang direncanakan untuk Perancis.

Namun pada Desember, Saint-Senier memutuskan untuk memblokir proyek tersebut.

Penolakan itu berdasarkan masalah teknis. Namun Sipartech berencana mengajukan kembali permintaan mereka.

Baca juga: Kalahkan Jeff Bezos, Elon Musk Menangkan Kontrak Bangun Roket dari NASA

"Itu membuat kami khawatir karena kami tidak memiliki data tentang efek akhir dari sinyal tersebut pada kesehatan manusia atau hewan," kata Brault yang juga seorang oetani.

"Dan ketika Anda mendengar dia ingin menanamkan chip di otak orang, itu menakutkan," katanya mengacu pada proyek Neuralink Musk.

"Bukan teknofobia"

Francois Dufour anggota dewan Partai Hijau dan pensiunan petani mengatakan, dia yakin warga punya alasan sendiri untuk khawatir.

"Risiko dari gelombang elektromagnetik adalah sesuatu yang telah kita lihat pada jaringan listrik bertenaga tinggi, yang menggangu banyak petani di daerah tersebut," ujarnya.

"Selain itu jejaring sosial, internet, mereka sudah ada, kenapa kita harus mencari internet di bulan?"

Badan frekuensi radio nasional Perancis ANFR yang menyetujui stasiun Starlink mengatakan, proyek itu tidak menimbulkan risiko bagi warga, paling tidak karena sinyalnya akan memancar langsung ke langit.

Sudah ada sekitar 100 situs serupa di seluruh Perancis yang berasal dari peluncuran satelit pertama 50 tahun lalu, tambahnya.

Akan tetapi itu belum meyakinkan Jean-Marc Belloir (57) yang khawatir sapinya akan menghasilkan lebih sedikit susu.

Baca juga: Cerita Pria Kehilangan Bitcoin Senilai Rp 7,7 Miliar gara-gara Elon Musk Palsu

Ilustrasi sapiShutterstock Ilustrasi sapi
"Di peternakan kami, kami selalu online. Sapi-sapi saya dihubungkan; smartwatch saya memberitahu ketika mereka akan melahirkan," terang Belloir.

"Tapi saat Anda melihat jangkauan antena ini, harus ada beberapa penelitian (tentang potensi dampaknya)."

Meski begitu dia menamai anak sapi terbarunya SpaceX du Beuvron, menggabungkan nama perusahaan Elon Musk dengan anak sungai yang melewati desanya.

"Kami tidak menyerang Elon Musk," kata Anne-Marie Falguieres yang tinggal hanya 60 meter dari stasiun Starlink bersama suami dan dua anaknya.

"Kami bukan teknofobia. Saya pemandu di teluk, saya punya situs internet, suami saya bekerja dari rumah."

"Tapi antena ini benar-benar baru, setidaknya di Perancis, dan kami ingin tahu apakah mereka berbahaya atau tidak," ungkapnya.

Dia juga berpendapat proyek tersebut hampir tidak diperlukan dan sepertinya tidak menarik banyak orang, berdasarkan laporan-laporan dari Amerika Serikat.

"Dalam tahap pengujian, mereka meminda Anda membayar 500 dollar AS (Rp 7,11 juta) untuk alatnya kemudian harus membayar 100 dollar AS (Rp 1,42 juta) sebulan untuk berlangganan."

"Saya rasa tidak semua orang akan mampu membayarnya," kata Falguieres.

Baca juga: Kumpulan Fakta Elon Musk Muda: Hidup 1 Dollar AS Per Hari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com