Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putin Sebut Vaksin Sputnik V Bisa Diandalkan seperti Senapan AK-47, Kapan Dipakai di Indonesia?

Kompas.com - 07/05/2021, 18:49 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

MOSKWA, KOMPAS.com - Presiden Vladimir Putin mengatakan vaksin buatan Rusia "bisa diandalkan seperti senapan serbu Kalashnikov".

Ia menyebutkannya dalam konferensi video dengan Deputi Perdana Menteri Tatyana Golikova pada Kamis (6/5/2021).

Komentar tersebut dilontarkan Putin seiring dengan langkah pejabat kesehatan di negara itu mendaftarkan versi dosis tunggal vaksin Sputnik V, yang diberi nama Sputnik Light.

Baca juga: Rusia Setujui Vaksin Sputnik Light, Cukup 1 Dosis Ampuh 79,4 Persen

Perbandingan Putin merujuk pada senjata AK-47 era Uni Soviet yang masih populer dan digunakan secara luas sampai hari ini.

Dia mengutip komentar yang awalnya dibuat oleh seorang dokter Austria awal tahun ini tentang efikasi vaksin tersebut.

Vaksin Sputnik V bekerja dengan cara serupa dengan vaksin yang dikembangkan Oxford/AstraZeneca dan Janssen/Johnson & Johnson.

Vaksin tersebut menggunakan virus flu biasa, yang direkayasa sehingga tidak berbahaya, sebagai carrier untuk mengantarkan fragmen kecil virus corona ke dalam tubuh.

Para pengkritik pemerintahan Putin skeptis ketika vaksin tersebut dengan cepat mendapat persetujuan dari regulator di Moskwa tahun lalu, walau uji coba tahap akhir menemukan bahwa vaksin itu memberikan level perlindungan yang tinggi dari Covid-19.

Versi dua dosis dari vaksin tersebut sudah mendapat persetujuan di puluhan negara lain di seluruh dunia.

Baca juga: Rusia Kesulitan Penuhi Target Dosis Sputnik V yang Dijanjikan, Kini Bermitra dengan China

Indonesia sudah memesan 20 juta dosis vaksin Sputnik V untuk program vaksinasi gotong royong. Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila G Vorobyova mengatakan dalam konferensi pers Rabu (5/5/2021) lalu bahwa Sputnik V Rusia sudah dalam proses registrasi di BPOM.

Sputnik Light, versi dosis tunggal yang memungkinkan pasien hanya disuntik satu kali, resmi mendapat persetujuan di Rusia pada hari Kamis.

Dalam pernyataan pers, produsennya mengatakan satu dosis telah menunjukkan 79,4 persen efikasi dalam program vaksinasi di negara itu.

"Sistem dosis tunggal memungkinkan imunisasi lebih banyak orang dalam waktu yang lebih singkat, melanjutkan pertarungan melawan pandemi selama fase akut," kata pernyataan tersebut.

Otorisasi ini terjadi di tengah perdebatan internasional tentang apakah paten untuk teknologi vaksin perlu dihentikan sementara untuk mendorong produksi.

Baca juga: Ibu Kota Rusia Tawarkan Uang agar Warganya Mau Vaksinasi Covid-19 dengan Sputnik V

Apa kontroversi seputar vaksin ini?

Kurangnya transparansi dan uji klinis atas Sputnik V sempat menimbulkan keraguan, baik di dalam maupun luar negeri.

Saat vaksinasi massal dimulai di Rusia Desember tahun lalu, banyak warga yang merasa tidak perlu buru-buru divaksinasi. Alasan utamanya ialah banyak dari mereka ragu-ragu terkait begitu cepatnya pembuatan vaksin Sputnik V.

Banyak orang Rusia saat itu memilih menunda untuk divaksin di tengah proses pendaftaran yang belum jelas dan antusiasme berlebihan dari kalangan pejabat pemerintah.

Namun Sputnik V mendapat dukungan besar setelah jurnal medis Inggris, The Lancet. Jurnal itu menggolongkan Sputnik V sebagai vaksin Covid yang memiliki tingkat kemanjuran yang sama dengan vaksin-vaksin buatan Barat - yaitu sekitar 92 persen.

Sekarang vaksin tersebut tersebut sudah mendapat persetujuan di puluhan negara di seluruh dunia.

Baca juga: Dubes Rusia: Sputnik V Masih Proses di BPOM, Berharap Segera Masuk Program Vaksinasi Gotong Royong

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com