Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Pelajar hingga Dokter Latihan Militer dengan Etnis Bersenjata untuk Lawan Junta Myanmar

Kompas.com - 05/05/2021, 17:52 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber CNN

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Puluhan rekrutan anggota bersenjata merangkak sepanjang jalan berdebu, melakukan simulasi penyergapan di sebuah desa kecil di hutan.

Namun, simulasi itu untuk bekal pertahanan dari ancaman nyata junta militer Myanmar.

Banyak masyarakat sipil yang melarikan diri ke hutan adalah anggota Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), seperti yang dilansir dari CNN pada Rabu (5/5/2021). 

Baca juga: Jurnalis Jepang Didakwa Junta Militer Myanmar Sebarkan Berita Bohong

Mereka terdiri dari ribuan orang dari beragam profesi, mulai dari petugas medis, guru, insinyur, serta pekerja pabrik, yang meninggalkan pekerjaan untuk melawan kudeta Myanmar sejak 1 Februari 2021.

Mereka berusaha mencari cara untuk dapat mempertahankan diri dari militer Myanmar atau disebut juga Tatmadaw, yang seringkali melakukan kekerasan dan telah membunuh ratusan pemberontak kudeta.

Jadi mereka telah melakukan perjalanan ke perbatasan, ke daerah yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata yang memerangi militer, pemerintah pusat, untuk mendapatkan hak dan otonomi yang lebih besar, sejak 70 tahun yang lalu.

Di sana para masyarakat sipil diajari cara menembakan senjata.

Baca juga: Kelompok Pemberontak Myanmar Serukan Pasukan Etnis Bersatu Lawan Militer

Mayor Jenderal Nerdah Bo Mya adalah kepala staf Organisasi Pertahanan Nasional Karen (KNDO), salah satu dari dua sayap bersenjata dari Serikat Nasional Karen (KNU).

KNDO adalah kelompok pemberontak tertua di Myanmar yang mengklaim melindungi etnis minoritas suku Karen dan wilayah mereka di negara bagian Karen tenggara.

Dia mengatakan program pelatihan dasar pertahanan itu gratis. "Ini adalah tanggung jawab untuk melindungi hidup," kata Bo Mya.

"Jika kita tidak melatih mereka, siapa yang akan membantu mereka?" ungkapnya.

Taktik kekerasan junta militer yang semakin meningkat digunakan terhadap pengunjuk rasa dan pengamat, menyebabkan lebih dari 760 kematian, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Baca juga: Tentara Pemberontak Etnis Myanmar Tembak Jatuh Helikopter Militer

Namun, AAPP mengatakan bahwa jumlah kematian sebenarnya di lapangan bisa jadi lebih tinggi.

Nerdah Bo Mya mengatakan tidak satu pun dari 200 pengunjuk rasa anti-kudeta yang dia latih, pernah memegang senjata sebelumnya. Bahkan banyak dari mereka adalah para pelajar.

"Mereka sangat muda, usia mereka sekitar 24-25 tahun, serta beberapa adalah perawat, dokter, dan staf medis," ujarnya.

Halaman:
Sumber CNN
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com