Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 India: Mengerikannya Kondisi dalam Rumah Sakit Membuat Banyak Pasien Ingin Keluar meski Masih Sakit

Kompas.com - 04/05/2021, 06:32 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNN

NEW DELHI, KOMPAS.com - Ketika kasus virus corona meningkat di India, sistem perawatan kesehatan negara itu telah kelebihan beban.

Pasokan tempat tidur, oksigen, dan tenaga medis terbatas. Beberapa pasien Covid-19 meninggal di ruang tunggu atau di luar klinik yang kewalahan, bahkan sebelum mereka sempat diperiksa oleh dokter.

Hanya beberapa pasien Covid-19 yang berhasil dirawat di rumah sakit India yang sudah kritis.

Tapi begitu masuk, beberapa menghadapi jenis teror yang berbeda. Tidak ada perawatan medis atau persediaan yang cukup, hanya orang mati terlihat di sekitar.

Baca juga: [Populer Global] Covid-19 Malaysia Memburuk Pasien ICU Menumpuk | Pasien India Meninggal Setelah Beri Oksigen ke Pasien VIP


Kondisi mengerikan itu diceritakan Goldi Patel (25 tahun). Selama tiga hari, dia pergi dari rumah sakit ke rumah sakit di musim panas yang menyengat di New Delhi.

Dengan panik, dia mencoba menemukan satu rumah sakit yang bisa membuat suaminya tetap bernapas.

Empat rumah sakit menolak Patel, yang sedang hamil tujuh bulan dengan anak pertama pasangan itu, sebelum akhirnya menemukan satu yang bisa merawat suaminya.

Tetapi tingkat perawatan di Pusat Perawatan dan Rumah Sakit Sardar Patel Covid, fasilitas pandemi darurat di pinggiran ibu kota, sangat kurang sehingga suaminya memohon untuk pergi.

Kepada CNN dia menceritakan kengerian di dalam rumah sakit. Di sekitar Sadanand Patel (30 tahun), orang sekarat. Dia hampir tidak memiliki kontak dengan dokter, dan obat-obatan terbatas.

Dengan 80 persen paru-parunya sudah terinfeksi, dia takut dengan apa yang terjadi jika kondisinya semakin parah.

"Saya sangat takut. Jika kesehatan saya menjadi kritis, saya tidak berpikir mereka akan dapat menyelamatkan saya," kata Sadanand pada Sabtu (1/5/2021) dari ranjang rumah sakitnya, dengan susah payah.

Baca juga: Covid-19 India Hampir Sentuh 20 Juta Kasus, Krisis Oksigen Jadi Masalah Krusial

Berpacu dengan waktu

Pada Februari, para pejabat memerintahkan penutupan Pusat Perawatan Covid-19 Sardar Patel, percaya India telah menaklukkan virus.

Ketika menjadi sangat jelas bahwa pandemi belum selesai, fasilitas dengan 500 tempat tidur dibuka kembali pada 26 April, sehingga menimbulkan kekacauan.

Media lokal melaporkan meskipun antrean besar pasien di luar rumah sakit, jumlah yang dirawat hanya sedikit dari kapasitas yang seharusnya tersedia.

Pejabat senior dari Kementerian Kesehatan dan Polisi Perbatasan Indo-Tibet, yang menjalankan pusat tersebut, tidak menanggapi permintaan komentar CNN.

Sadanand dirawat sehari setelah rumah sakit dibuka. Saat Goldi berkunjung beberapa hari kemudian, fasilitas itu ramai, katanya.

Di fasilitas gudang besar ini, beberapa pasien berbaring di tempat tidur yang terbuat dari karton.

Obatnya terbatas, dan Sadanand mengatakan dia hanya berinteraksi dengan dokter satu atau dua kali dalam tiga hari sejak dia dirawat Selasa lalu (27/4/2021).

Baca juga: Pasien Covid-19 India Empat Hari Dibiarkan di Lantai Rumah Sakit Tanpa Perawatan

Dia menyaksikan dua pria di tempat tidur di dekatnya berteriak minta obat, hanya untuk mati dalam beberapa jam ketika oksigen mereka tampak habis.

Pada Sabtu (1/5/2021), hari kelima di pusat Covid-19 itu, menurutnya setidaknya lima orang di sekitarnya telah meninggal. Satu mayat tergeletak di tempat tidur di sampingnya selama berjam-jam sebelum dipindahkan.

Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India mengatakan bulan lalu, bahwa mereka akan "dengan cepat" memperluas fasilitas menjadi 2.000 tempat tidur dengan pasokan oksigen, untuk membantu mengatasi kurangnya ruang rumah sakit di kota itu.

Sekitar 40 dokter medis dan 120 paramedis ahli telah dikirim ke pusat tersebut.

Tapi target itu tidak sesuai dengan pengalaman Sadanand.

"Pemerintah mengira sudah membuka rumah sakit ini, pasien di sini sudah dirawat. Tapi sebenarnya, tidak ada yang seperti itu terjadi," protesnya.

“Para dokter jarang memeriksa pasien,” kata Sadanand.

Dia khawatir jika dia membutuhkan perhatian medis, dia akan terlalu sakit untuk meminta bantuan. Kadang-kadang dia berbicara dengan pasien di ranjang terdekat yang menyarankan dia untuk keluar dari pusat Covid-19 itu jika dia merasa sedikit lebih baik.

"Kamu akan mati berbaring di tempat tidur karena tidak ada seseorang untuk memanggil dokter," katanya.

Baca juga: Tak Dapat Ambulans, Janda di India Bawa Jenazah Suami Pulang dengan Becak

Tidak ada perawatan

Orang lain memiliki pengalaman yang sama. Sarita Saxena mengatakan kepada CNN Jumat (30/4/2021), bahwa saudara iparnya dirawat di pusat tersebut setelah ditolak oleh setidaknya tujuh rumah sakit.

Dia tidak percaya ada dokter yang merawat pasien, satu-satunya orang yang merawat mereka adalah keluarga dan teman.

Orang-orang itu berisiko tertular Covid-19 karena tidak ada dinding di tengah untuk menghentikan penyebaran.

Orang lain di luar rumah sakit begitu khawatir tentang kurangnya perawatan sehingga mereka berusaha agar kerabat mereka dipulangkan.

Sadanand mengatakan dia sangat takut dia berulang kali meminta dokter untuk memindahkannya ke rumah sakit lain. Dia membuat permohonan yang sama kepada istrinya - tetapi tidak ada tempat lain yang akan membawanya, menurut Goldi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber CNN

Terkini Lainnya

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Taliban Berlakukan Kembali Hukuman Rajam Perempuan Berzina, Digelar di Depan Umum Sampai Mati

Global
Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Jubir Gedung Putih Analogikan Rusia Seperti Penjual Pupuk Kandang, Apa Maksudnya?

Global
Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Perancis Setujui RUU Larangan Diskriminasi Berdasarkan Gaya Rambut

Global
Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Giliran Jepang Akan Lanjutkan Pendanaan untuk UNRWA

Global
Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Pemukim Yahudi Incar Tanah di Tepi Pantai Gaza: Ini Tuhan Berikan kepada Kami

Global
Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com