Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Kudeta Militer dan Covid-19, Setengah Populasi Myanmar Terancam Miskin

Kompas.com - 03/05/2021, 11:20 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Hampir setengah dari populasi Myanmar terancam miskin pada 2022 akibat pemerintahan militer dan pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) sebagaimana dilansir The Irrawaddy, Sabtu (1/5/2021).

UNDP mengatakan, pandemi virus corona dan kudeta militer pada 1 Februari menambah efek sosial ekonomi.

Baca juga: Setidaknya 8 Orang Kembali Dilaporkan Tewas dalam Protes Anti-kudeta Myanmar

"Jika situasi di lapangan terus berlanjut, tingkat kemiskinan bisa berlipat ganda pada awal 2022," lapor UNDP pada Jumat (30/4/2021).

Menurut Bank dunia, populasi Myanmar tercatat sebanyak 54,5 juta jiwa. Dan negara tersebut berada di bawah kekuasaan militer selama tiga bulan.

“Dalam skenario terburuk, 48,2 persen penduduk Myanmar akan hidup dalam kemiskinan,” sambung UNDP dalam laporannya.

Laporan itu menyebutkan, krisis kembar di Myanmar secara signifikan menyebabkan orang-orang kehilangan gaji dan pendapatan mereka.

Selain itu, rakyat Myanmar juga semakin sulit untuk mengakses makanan, layanan dasar, dan perlindungan sosial.

Baca juga: Ribuan Warga Myanmar Siap Mengungsi ke Thailand

Achim Steiner, administrator UNDP, menuturkan bahwa sejak 2005 hingga 2017, Myanmar berhasil mengurangi angka kemiskinan hampir separuhnya.

“Namun, tantangan selama 12 bulan terakhir telah menempatkan semua hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah ini dalam risiko,” tutur Steiner.

“Tanpa lembaga demokrasi yang berfungsi, Myanmar menghadapi kemunduran yang tragis,” imbuh Steiner.

Sebagai negara berkembang, Myanmar telah membuat pencapaian signifikan dalam pengurangan kemiskinan selama 10 tahun terakhir.

Pada 2017, Myanmar memiliki angka kemiskinan 24,8 persen, turun cukup signifikan dari persentase 48,2 persen pada 2005.

Baca juga: Demo Myanmar Terus Bergejolak, Massa Serukan Spring Revolution

Pada akhir 2020, 83 persen rumah tangga Myanmar melaporkan bahwa pendapatan mereka, rata-rata, berkurang hampir setengahnya karena pandemi Covid-19.

Akibatnya, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat menurut UNDP.

Situasi semakin memburuk saat militer melakukan kudeta. UNDP memproyeksikan, angka kemiskinan di Myanmar semakin bertambah.

UNDP memperingatkan bahwa semua laporan ekonomi sejak kudeta militer menunjukkan bahwa negara itu mendekati keruntuhan ekonominya.

Dilaporkan bahwa aksi protes, pemogokan, aksi militer, pengurangan mobilitas, dan gangguan layanan publik, seperti perbankan, logistik, dan akses internet, semakin menghancurkan aktivitas ekonomi.

Baca juga: PBB: Separuh Penduduk Myanmar Terancam Jatuh Miskin hingga 2022

Setelah kudeta, investasi asing langsung mengering, termasuk untuk proyek-proyek yang ada, karena negara-negara barat menjatuhkan sanksi pada rezim militer.

Hampir 200.000 pekerja garmen dan sekitar 300.000 hingga 400.000 pekerja konstruksi kehilangan pekerjaan mereka setelah kudeta.

UNDP mengatakan, wanita dan anak-anak adalah pihak yang paling parah terkena krisis Covid-19 dan pemerintahan militer, terutama di daerah perkotaan.

Kota-kota Myanmar juga menjadi pusat wabah virus corona dan tindakan keras militer.

Tanpa tindakan korektif yang cepat terhadap kebijakan ekonomi, sosial, politik dan hak asasi manusia, UNDP memprediksi Myanmar berpotensi gagal mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030.

Badan tersebut menambahkan, dukungan internasional akan memainkan peran penting dalam menjaga kesejahteraan penduduk Myanmar.

Baca juga: Uni Eropa Siap Bantu Pulihkan Demokrasi di Myanmar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com