YANGON, KOMPAS.com - Para pengunjuk rasa di pusat kota Yangon melakukan simulasi ritual pemakaman untuk pemimpin kudeta Min Aung Hlaing, yang melambangkan kematiannya.
Kepala militer yang secara luas ditentang oleh masyarakat di negaranya itu, saat ini berada di Jakarta untuk menghadiri KTT ASEAN pada Sabtu sore (24/4/2021).
Myanmar Now melaporkan pengunjuk rasa melakukan aksi memecahkan pot tanah di jalan-jalan kota.
Rekaman video juga mengungkap gemuruh suara panci dan gong terdengar memenuhi kota terbesar Myanmar itu pada Sabtu pagi (24/4/2021). Aksi ini dilakukan untuk memprotes undangan ASEAN untuk pemimpin junta Min Aung Hlaing.
Sejak Jumat (23/4/2021), para pengunjuk rasa kembali berdemonstrasi di pusat kota Yangon. Mereka menuntut agar para pemimpin regional ASEAN "berdiri dengan rakyat Myanmar", dalam KTT ASEAN yang dihadiri oleh pemimpin junta.
Negara itu berada dalam kekacauan sejak 1 Februari, ketika militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dalam kudeta.
Kekerasan dan kekuatan mematikan digunakan junta untuk memadamkan pemberontakan nasional. Pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 739 orang dalam penumpasan yang berlangsung hampir setiap hari, menurut kelompok pemantau lokal.
Sebagai bagian dari 10 negara ASEAN menggelar pertemuan tingkat tinggi untuk mengatasi krisis yang meningkat di Myanmar.
Pertemuan para pemimpin dan menteri luar negeri ASEAN tersebut menuai kecaman luas dari para aktivis, kelompok hak asasi manusia dan pengunjuk rasa karena memasukkan rezim militer.
Protesters in downtown Yangon simulated funeral rituals (such as the breaking of earthen pots) for widely disliked coup leader and military chief Snr-Gen Min Aung Hlaing, symbolising his death. He is in Jakarta to attend the ASEAN Summit on Saturday afternoon. pic.twitter.com/tas6WGkO7S
— Myanmar Now (@Myanmar_Now_Eng) April 24, 2021
Baca juga: KTT ASEAN Kecewakan Rakyat Myanmar, Pilih Junta Abaikan NUG
AFP melaporkan di pusat komersial Yangon, pengunjuk rasa kembali ke jalan pada Jumat, memberikan penghormatan tiga jari terhadap perlawanan. Gerakan anti kudeta telah melemah dalam beberapa pekan terakhir karena takut akan tindakan keras.
"Ibu Suu (Aung San Suu Kyi ) dan para pemimpin - lepaskan mereka segera!" teriak mereka saat berbaris dengan cepat melewati Pagoda Sule di pusat kota Yangon. "Apa yang kita inginkan? Demokrasi!"
Para pengunjuk rasa berasal dari berbagai kota di Yangon, beberapa membawa tanda bertuliskan "ASEAN tolong berdiri bersama rakyat Myanmar" dan "ASEAN apakah Anda membutuhkan lebih banyak darah ... untuk membuat keputusan yang tepat?"
Puluhan orang tua dan muda berdemonstrasi di kota selatan Dawei, memegang tulisan, "Tolong, bantu (kami) untuk menangkap Min Aung Hlaing," dukungan untuk pemerintahan bayangan juga disuarakan.
Di wilayah Sagaing tengah tempat penumpasan brutal oleh pasukan keamanan Myanmar media lokal menunjukkan para siswa memprotes pertumpahan darah dengan mengenakan seragam mereka yang ditutupi pewarna merah dan membaca buku teks yang berlumuran tinta merah.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), sekelompok anggota parlemen Myanmar yang digulingkan mencoba untuk menjalankan pemerintahan bayangan, juga menyuarakan kemarahan.
Mereka meminta Interpol untuk menangkap jenderal senior Min Aung Hlaing. Pada hari yang sama, media pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa anggota parlemen yang bersembunyi itu dalam pencarian karena pengkhianatan tingkat tinggi.
Baca juga: KTT ASEAN di Jakarta, Saatnya Berkomuni-aksi dengan Myanmar
Emerlynne Gil dari Amnesty International menyebut penanganan ASEAN atas Myanmar sebagai "ujian terbesar dalam sejarahnya".
"Pihak berwenang Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya tidak dapat mengabaikan fakta bahwa Min Aung Hlaing dicurigai sebagai pelaku kejahatan paling serius yang menjadi perhatian komunitas internasional," katanya.
Junta telah membenarkan kudeta tersebut dengan menuduh kecurangan dalam pemilihan November, yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi secara telak.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris telah memberlakukan sanksi terhadap petinggi militer dan beberapa bisnis yang terkait dengan militer.
Sebelum kudeta, Min Aung Hlaing sudah menghadapi sanksi internasional atas peran tentaranya dalam krisis Rohingya.
Sekitar 750.000 kelompok minoritas Muslim melarikan diri dari Myanmar pada 2017 setelah penumpasan militer yang brutal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.