PUTRAJAYA, KOMPAS.com – Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyampaikan petisi nasional ke Istana Negara, Kuala Lumpur, kediaman resmi Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah, Selasa siang (20/04/2021).
Adapun petisi itu berisi desakan agar Sultan Abdullah mencabut darurat nasional yang diberlakukan di Malaysia sejak 12 Januari lalu.
Dengan dukungan 39.000 tanda tangan, Mahathir mengecam status darurat telah menjadikan "Negeri Jiran” menjadi kediktatoran.
Baca juga: WNI Hendak Bunuh Mahathir, Terlibat ISIS dan Akan Serang Menteri Lain Juga
The Straits Times mewartakan, politisi berjuluk Dr M itu memperingatkan status darurat melemahkan supremasi hukum, menghancurkan ekonomi Malaysia, dan merusak demokrasi.
“Suara rakyat disalurkan melalui parlemen, namun parlemen telah ditutup.”
Politisi senior berusia 95 tahun itu mencibir deklarasi darurat jelas upaya pemerintahan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk mempertahankan kekuasaannya, bukan untuk melawan pandemi Covid-19.
Mahathir juga mengatakan rakyat Malaysia terutama suku Melayu mulai menunjukan kemarahannya terhadap Sultan Abdullah, hal yang sangat langka di Malaysia di mana kritik terhadap Yang di-Pertuan Agong jarang muncul ke permukaan.
Kemarahan ini semakin menjadi-jadi di tengah beredarnya rumor bahwa Raja dari Pahang itu bersama keluarganya diam-diam menerima vaksin Sinopharm ketika berkunjung ke Uni Emirat Arab Januari lalu.
Menteri Kesehatan Malaysia telah membantah rumor tersebut.
Baca juga: Polisi Malaysia Tangkap WNI yang Hendak Bunuh Mahathir Mohamad
Status darurat nasional Malaysia akan berlangsung hingga 1 Agustus mendatang dengan tujuan menangani lonjakan kasus Covid-19 yang semakin meninggi.
Sultan Abdullah dapat mencabut keadaan darurat jika penyebaran kasus virus corona dinilai sudah terkendali.
Namun di samping tujuan menangani virus corona, darurat nasional Malaysia ditengarai juga bermotif politik.
Sebab, deklarasi darurat nasional ini membekukan parlemen. PM Muhyiddin memiliki kewenangan untuk memerintah dengan dekrit tanpa memerlukan persetujuan parlemen untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.
Pembekuan parlemen juga menguntungkan Muhyiddin karena mayoritas sangat tipis yang dipegangnya.
Baca juga: Ada yang Mencoba Membunuh Mahathir, PM Malaysia Muhyiddin Jadi Sorotan
Koalisi Perikatan Nasional pimpinan Muhyiddin saat ini mengontrol 112 dari 220 kursi Dewan Rakyat.