Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi di Brasil Banyak yang Meninggal karena Covid-19, Apa yang Terjadi?

Kompas.com - 16/04/2021, 14:23 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

BRASILIA, KOMPAS.com - Lebih dari setahun sejak pandemi terjadi, angka kematian di Brasil kini mencapai puncaknya.

Di antara yang meninggal di Brasil, ada 1.300 adalah bayi. Jumlahnya terbilang tinggi. Padahal, ada banyak bukti bahwa Covid-19 jarang menyebabkan anak-anak meninggal. 

Salah satu bayi yang menjadi korban meinggal penyakit ini adalah bayi laki-laki dari Jessika Ricarte bernama Lucas, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Kamis (15/4/2021).

Seorang dokter menolak untuk melakukan tes Covid-19 pada putra Jessika Ricarte yang baru berusia 1 tahun. Dokter itu mengatakan bahwa gejalanya tidak cocok dengan profil virus.

Dua bulan kemudian, sang putra meninggal karena komplikasi dari penyakit itu.

Jessika sulit mendapat anak, dan pernah berusaha selama dua tahun. Jessica Ricarte sudah menyerah bisa punya anak, namun kemudian dia hamil dan memberi nama bayinya Lucas.

"Namanya berarti cahaya. Dan dia cahaya dalam hidup kami. Dia menunjukkan bahwa kebahagiaan itu jauh lebih besar dari yang kita bayangkan," ungkapnya.

Baca juga: Covid-19 Makin Buruk di Brasil, Pasien Diikat dan Diintubasi Tanpa Ditenangkan

Jessika pertama kali menyadari ada yang salah ketika Lucas, yang makannya selalu banyak, kehilangan selera makan.

Awalnya dia menduga Lucas sedang tumbuh gigi. Ibu baptis Lucas, seorang perawat, mengatakan dia mungkin hanya sakit tenggorokan.

Namun setelah dia menderita demam, kemudian kelelahan, dan kesulitan bernapas, Jessika membawanya ke rumah sakit, dan meminta supaya dia dites untuk Covid-19.

"Dokter memasang oximeter. Level oksigen Lucas 86 persen. Saya tahu itu tidak normal," kata Jessika.

Namun, dia tidak demam, jadi dokter berkata, "Ibu, jangan khawatir. Tidak perlu tes Covid. Ini mungkin cuma sakit tenggorokan ringan."

Dia menjelaskan kepada Jessika bahwa anak-anak jarang terkena Covid-19, memberinya antibiotik, dan mengirimnya pulang. Meskipun Jessika masih khawatir, tidak ada opsi untuk tes mandiri waktu itu.

Jessika mengatakan sebagian gejala Lucas mereda setelah 10 hari diberi antibiotik, tapi dia masih kelelahan dan sang ibu masih khawatir dia terinfeksi virus corona.

"Saya mengirim beberapa video ke ibu baptisnya, orang tua saya, ibu mertua saya, dan semuanya bilang saya berlebihan, saya harus berhenti menonton berita, dan (virus corona) membuat saya paranoid. Tetapi, saya tahu ada yang tidak beres dengan anak saya, dia tidak bernapas dengan normal," ungkapnya. 

Baca juga: 1.000 Orang Mandi Massal di Sungai Gangga Positif Covid-19, Panitia: Kami Percaya Ibu Akan Menyelamatkan

Itu terjadi Mei 2020, dan pandemi virus corona semakin liar. Dua orang telah meninggal di kota Jessika tinggal, Tamboril di Ceara, Brasil timur laut. "Semua orang saling mengenal di sini. Seluruh kota syok."

Suami Jessika, Israel khawatir bahwa kunjungan ke rumah sakit akan meningkatkan risiko istri dan anaknya terinfeksi virus.

Namun minggu-minggu berlalu, dan Lucas menjadi semakin sering mengantuk. Akhirnya, pada 3 Juni, Lucas muntah berkali-kali setelah makan siang, dan Jessika tahu dia harus bertindak.

Mereka kembali ke rumah sakit, dan dokter melakukan tes Covid-19 kepada Lucas, untuk memastikan dia tidak terinfeksi.

Ibu baptis Lucas, yang bekerja di sana, memberi tahu Jessika dan suaminya bahwa hasil tes Lucas positif.

"Waktu itu, rumah sakit bahkan tidak punya resusisator," kata Jessika.

Lucas dipindahkan ke unit perawatan intensif pediatri di Sobral, lebih dari 2 jam perjalanan jauhnya, tempat dia didiagnosis dengan kondisi yang disebut multi-system inflammatory syndrome (MIS).

Baca juga: Olimpiade Tokyo Tanpa Ragu-ragu Harus Dibatalkan jika Covid-19 Jepang Semakin Parah

Sindrom tersebut disebabkan respons imun ekstrem terhadap virus, yang dapat mengakibatkan inflamasi pada organ vital.

Para pakar mengatakan MIS, yang dapat diderita anak-anak hingga enam pekan setelah mereka terinfeksi virus corona.

Jarang terjadi, tapi epidemiolog Dr Fatima Marinho dari Universitas Sao Paolo berkata bahwa, selama pandemi, dia menemukan lebih banyak kasus MIS dari pada sebelumnya. Meski, MIS bukan penyebab semua kematian.

Ketika Lucas diintubasi, Jessika tidak diizinkan berada di ruangan yang sama. Dia menelepon kakak mertuanya untuk mengalihkan perhatiannya.

"Kami masih bisa mendengar suara mesin, bip-bip-bip, sampai mesin berhenti dan hanya terdengar satu bunyi bip yang konstan. Dan kami tahu itu terjadi, ketika seseorang meninggal. Setelah beberapa menit, mesin mulai bekerja kembali dan saya mulai menangis."

Dokter berkata Lucas mengalami serangan jantung, namun mereka berhasil menyelamatkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com