Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membedah Gurita Bisnis Anak Istri Petinggi Militer di Myanmar yang Menggiurkan

Kompas.com - 12/04/2021, 23:10 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Di Myanmar, melawan kudeta militer adalah urusan yang berbahaya. Aktivis harus terus-menerus berpindah dari satu tempat aman ke tempat lain. Di kegelapan malam, saat internet diputus oleh junta, tentara menyerbu masuk rumah, menculik aktivis, jurnalis, dan siapa pun yang dicurigai melawan. Sejak saat itu, ratusan warga dilaporkan tewas.

Namun cara warga menentang kudeta bukan hanya berdemonstrasi di jalan-jalan. Warga juga melawan kudeta dengan cara lain. Kini ada aplikasi telepon yang mulai berkembang di Myanmar, seperti yang disebut Way Way Nay, yang berarti "pergi." Para pengunjuk rasa menggunakan aplikasi ini untuk mengidentifikasi bisnis mana saja yang berhubungan dengan militer, dan memboikotnya.

Karena Tatmadaw, demikian sebutan untuk tentara di sana, telah membangun gurita kerajaan bisnis raksasa. Ini terdiri dari dua kepemilikan utama, dan segudang anak perusahaan yang saling terkait. Usaha patungan dan perusahaan kecil juga memperkaya tentara dan jenderal.

Baca juga: Gurita Bisnis Militer Myanmar, dari Pariwisata hingga Tambang Batu Mulia

Tentunya, anak dan istri para personel militer juga merupakan bagian integral dari jaringan yang dioperasikan dalam bayang-bayang ini, menurut penyelidikan DW.

Gurita dua bisnis besar

Tidak mungkin untuk memahami tingkat dan kedalaman kekuatan ekonomi Tatmadaw tanpa terlebih dahulu mempelajari dua kepemilikan bisnis militer yakni: Myanma Economic Holding Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC).

Keduanya didirikan pada era 1990-an ketika negara itu diperintah oleh junta militer dari era sebelumnya. Bisnis ini kemudian tetap dijalankan oleh personel militer aktif dan pensiunan, beroperasi dalam gelap dan tanpa pengawasan independen.

 

Inggris mengatakan Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas pelanggaran HAM serius yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.FACEBOOK TATMADAW via ABC INDONESIA Inggris mengatakan Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas pelanggaran HAM serius yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar.
Kepentingan bisnis mereka meliputi produksi dan pertambangan permata, ekstraksi minyak dan gas, perbankan, pariwisata, dan telekomunikasi. Puluhan perusahaan di berbagai sektor ekonomi di Myanmar pun dimiliki oleh dua bisnis tersebut. Jika bukan kepunyaan keduanya, banyak perusahaan lain berafiliasi dengan MEHL dan MEC.

Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2019 mengidentifikasi lebih dari 100 bisnis yang sepenuhnya dimiliki oleh MEHL atau MEC. Namun tim juga mencatat bahwa mereka meyakini belum berhasil mengidentifikasi semua anak perusahaan.

Baca juga: Militer Myanmar Minta Keluarga Bayar Rp 1,2 Juta jika Ingin Ambil Jenazah Kerabat yang Tewas

Kerajaan milik keluarga panglima tertinggi

Anak-anak dan pasangan dari banyak pemimpin militer memiliki dan menjalankan berbagai usaha. Dalam beberapa kasus, mereka diberikan kontrak dan usaha patungan yang menguntungkan dengan MEHL, MEC, dan anak-anak perusahaannya.

Ambil contoh, panglima militer Min Aung Hlaing, yang pada akhir Maret dengan serius memperingatkan para pengunjuk rasa: "Kalian harus belajar dari tragedi kematian yang buruk sebelumnya bahwa kalian bisa terancam tertembak di kepala dan punggung." Dia telah menjadi sasaran sanksi oleh Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) atas pelanggaran serius hak asasi manusia yang dilakukan oleh militer Myanmar menyusul kudeta dan atas tindakan keras terhadap minoritas muslim Rohingya di Myanmar.

Departemen Keuangan AS pada 10 Maret 2021 juga menargetkan sanksi kepada putra panglima itu, Aung Pyae Sone, dan putrinya, Khin Thiri Thet Mon. Alasannya, menurut pernyataan Departemen Keuangan, adalah kendali mereka atas "berbagai kepemilikan bisnis, yang secara langsung diuntungkan dari posisi dan pengaruh buruk ayah mereka."

Departemen Keuangan mencantumkan enam bisnis yang dijalankan oleh dua anak Min Aung Hlaing, yang keduanya berusia 30-an. Portofolio bisnis mereka cukup beragam, termasuk di bidang bisnis impor medis, restoran, galeri seni, rantai pusat kebugaran, dan bisnis hiburan TV.

Perusahaan milik putri panglima militer terlibat pemadaman internet?

Dengan menelusuri data pendaftaran perusahaan, DW berhasil mengidentifikasi tiga perusahaan tambahan yang dikendalikan oleh putra atau putri panglima militer, yakni Pinnacle Asia Company Limited, Photo City Company Limited, dan Attractive Myanmar Company Limited. Pinnacle Asia Company Limited dikendalikan oleh putri panglima militer, sedangkan dua perusahaan lainnya dipegang putranya.

Sejauh ini, tidak satu pun dari perusahaan tersebut yang menjadi sasaran sanksi internasional. Dalam sebuah pernyataan kepada DW, juru bicara Departemen Luar Negeri AS tidak secara langsung membahas apakah akan ada perusahaan tambahan yang dikenai sanksi. Namun departemen itu menekankan akan "terus mengambil tindakan lebih lanjut untuk menanggapi kekerasan brutal yang dilakukan atau dimungkinkan oleh para pemimpin militer Burma."

Data tersebut diambil dari daftar perusahaan DICA (Direktorat Investasi dan Administrasi Perusahaan Myanmar) dan dibuka untuk umum oleh DDoSecrets, sebuah grup yang berbasis di AS yang menerbitkan informasi dari para pelapor dan aktivis. Data ini juga mencakup perjanjian pinjaman dan dokumen bisnis lainnya. Data tersebut menunjukkan, Pinnacle Asia terdaftar pada November 2016 dan mencantumkan aktivitas bisnis utamanya di bidang telekomunikasi.

Baca juga: Pemuda Myanmar Sebar “Molotov” Lawan Pemutusan Internet Junta

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Viral Insiden Berebut Kursi dalam Kereta, Wanita Ini Tak Segan Duduki Penumpang Lain

Global
7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

7 Tahun Dikira Jantan, Kuda Nil di Jepang Ini Ternyata Betina

Global
Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Perusahaan Asuransi AS Ungkap Pencurian Data Kesehatan Pribadi Warga AS dalam Jumlah Besar

Global
China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

China Kecam AS karena Tuduh Beijing Pasok Komponen ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Serangan Udara Rusia di Odessa Ukraina Lukai 9 Orang Termasuk 4 Anak

Global
AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

AS Klaim Tak Terapkan Standar Ganda soal Israel dan HAM, Apa Dalihnya?

Global
Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Kecelakaan 2 Helikopter Malaysia Jatuh Terjadi Usai Rotornya Bersenggolan

Global
Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Kata Raja dan PM Malaysia soal Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut yang Tewaskan 10 Orang

Global
Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Arab Saudi Jadi Ketua Komisi Perempuan, Picu Kecaman Pegiat HAM

Global
Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Malaysia Minta Video Tabrakan 2 Helikopter Angkatan Laut Tak Disebarluaskan

Global
Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Puluhan Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Ditangkap di Kampus-kampus AS

Global
Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Rangkuman Hari Ke-789 Serangan Rusia ke Ukraina: Situasi Garis Depan Ukraina | Perjanjian Keamanan

Global
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

AS Tak Mau Disebut Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel

Global
Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Serangan Israel ke Iran Sengaja Dibatasi Cakupannya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com