WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pemerintah AS mengaku "ngeri" dengan ratusan korban tewas dalam demonstrasi yang terjadi di Myanmar.
Unjuk rasa yang terjadi pada Sabtu (27/3/2021) merupakan hari paling berdarah sejak militer melakukan kudeta di 1 Februari.
Setidaknya 114 orang ditembak mati aparat Myanmar, yang terjadi di 44 kota besar maupun kecil di seantero negeri.
Baca juga: 114 Korban Tewas dalam Hari Protes Paling Berdarah Terbaru di Myanmar
"Junta militer siap mengorbankan banyak nyawa demi kepentingan segelintir orang," kecam Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Dikutip AFP, Blinken mengaku "ngeri" dengan tumpahnya darah yang dilakukan oleh polisi maupun tentara setempat.
"Rakyat Burma (nama lama Myanmar) yang berani telah menolak pemerintahan militer yang penuh teror," tegasnya.
Sebelumnya, Kedutaan Besar AS menyatakan demnstran yang tak bersenjata dibunuh di peringatan Hari Angkatan Bersenjata.
Sementara delegasi Uni Eropa menekankan peringatan itu akan selamanya diingat sebagai "hari penuh teror dan aib".
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku terkejut, dan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menyebut terjadi "penurunan baru" di sana.
Baca juga: Kelompok Bersenjata Myanmar Ancam Militer, Siap Dukung Pergerakan Sipil
Dilansir BBC, korban tewas menentang kepemimpinan Tatmadaw, nama junta militer, juga melibatkan anak-anak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.