Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Myanmar: Diperintah Terang-terangan Tembak Warga Sipil, Bahkan Bunuh Orangtua Sendiri

Kompas.com - 17/03/2021, 06:10 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

Mereka yang berhasil dijemput oleh penduduk setempat yang simpatik. Mereka dibantu sampai ke rumah kerabat atau tinggal bersama orang lain yang bersedia melindungi mereka dari pihak berwenang.

Tetapi delapan warga Myanmar telah "didorong mundur" kembali ke Myanmar, menurut pernyataan pekan lalu oleh Assam Rifles, pasukan paramiliter nasional yang beroperasi di wilayah tersebut.

AFP yang ditemui mengatakan mereka telah melarikan diri tanpa keluarga mereka karena perjalanannya sangat sulit.

Hanya pakaian di punggung yang bisa mereka bawa. Mereka mengandalkan penduduk setempat yang membawakan makanan, selimut, dan uang tunai.

Salah satu dari mereka memegang Alkitab berbahasa Burma, saat mereka duduk berdesakan di atas kasur dan tikar yang diletakkan di lantai sebuah bangunan yang sebagian dibangun.

Baca juga: Taiwan Minta Pabriknya di Myanmar Kibarkan Bendera agar Tak Dibakar seperti Pabrik China

Perintah penembakan

Polisi wanita berusia dua puluh empat tahun, Chewa, yang namanya juga telah diubah, menangis ketika berbagi ceritanya.

Dia mengatakan tentara diberi perintah untuk menembak pengunjuk rasa. Polisi ditugaskan untuk memberikan keamanan ekstra.

“Padahal kami polisi, tapi kami tetap warga negara seperti rakyat. Saya tidak mau mendengarkan perintah seperti itu, dan saya tidak berani menembak,” ujarnya.

Chewa mengatakan dia tidak menyaksikan petugas polisi menembak warga sipil. Tetapi dia mengaku melihat para pemimpin protes di sebuah kota kecil di dataran tinggi terpencil negara bagian Chin ditangkap.

Chewa bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil, yang melibatkan puluhan ribu pegawai pemerintah di seluruh Myanmar.

"Saya ingin demokrasi kembali," katanya, suaranya tercekat karena emosi.

Baca juga: 138 Demonstran Tewas, Myanmar Ditakutkan Jatuh ke Perang Saudara Terbesar

"Saya ingin komunitas internasional membantu negara kami ... Saya adalah salah satu (perwira) tingkat rendah jadi saya tidak memiliki kekuatan untuk berbuat banyak jadi saya bergabung dengan (gerakan) - itu yang setidaknya bisa saya lakukan."

Dia mengaku mengkhawatirkan kesejahteraan keluarganya, karena dia adalah satu-satunya pencari nafkah.

Kyaw, Chewa dan petugas polisi lainnya menunjukkan kepada AFP kartu identitas militer atau polisi mereka untuk membuktikan identitas mereka.

AFP tidak dapat memverifikasi klaim spesifik mereka secara independen.

Saat kelompok itu duduk dalam keheningan, sinar matahari mengalir melalui jendela yang terbuka, mereka mengangkat tangan kanan mereka untuk memberi hormat dengan tiga jari, gerakan yang diilhami oleh film "Hunger Games" dan digunakan oleh pengunjuk rasa.

"Saya belum mau pulang dulu ke Myanmar," kata Kyaw, masih gemetar.

"Saya seorang tentara, jadi saya tidak aman di sana jika saya kembali."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber AFP

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com