ZURICH, KOMPAS.com - Perjalanan melelahkan ekspor kelapa sawit Indonesia ke Swiss berakhir sudah. Melalui referendum per 7 Maret 2021, sebanyak 51,7 persen rakyat Swiss menyetujui perjanjian dagang antara Indonesia dan Swiss.
"Dengan hasil referendum ini, maka Swiss dan Indonesia akan meratifikasi perjanjian dagang tersebut,“ tutur Muliaman Hadad, Dubes RI untuk Swiss dan Liechtenstein kepada Kompas.com.
Jika tidak ada halangan, imbuh Muliaman, perjanjian dagang tersebut sudah bisa dilaksanakan semester kedua tahun 2021.
Baca juga: Referendum Kelapa Sawit dari Indonesia Makin Dekat, Publik Swiss Masih Ragu
"Perjanjian ini harus segera dimanfaatkan agar dapat meningkatkan ekspor, investasi dan kerjasama ekonomi bilateral lainnya,“ kata Muliaman.
Hasil tipis yang hanya unggul 3,3 persen menunjukkan isu kelapa sawit menjadi batu sandungan utama dalam referendum tersebut.
"Meskipun kami kalah, namun kami sudah mampu membawa isu lingkungan menjadi perdebatan utama dalam referendum ini,“ ujar Lukas Strausmann, Dirut Bruno Manser Foundation.
Bruno Manser adalah pria Swiss yang hilang di hutan Serawak, Malaysia, ketika membela suku dayak punan yang terdesak habitatnya akibat perusakan hutan.
Tidak mengherankan jika yayasan ini, bersama Uniterre dan Pro Natura, mencoba menggagalkan perjanjian dagang tersebut.
Pemerintah Indonesia, melalui KBRI Bern sejak awal juga menyetujui persyaratan tentang perlindungan lingkungan hidup dan sosial dalam perjanjian dagang tersebut.
Baca juga: Terus Diserang Uni Eropa Soal Kelapa Sawit, Akhirnya Malaysia Ajukan Komplain ke WTO
"Sustainability harus menjadi perhatian serius kita untuk segera diterapkan, guna memperkuat kepercayaan publik Swiss dan menumbuhkan keyakinan pasar Eropa umumnya,“ tambah Muliaman Hadad.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan