Kudeta, yang menghentikan langkah tentatif menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, telah menarik ratusan ribu demonstran ke jalan dan mendapat kecaman dari negara-negara Barat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken mengecam apa yang disebutnya sebagai "kekerasan yang menjijikkan" oleh pasukan militer Myanmar.
Sementara Menlu Kanada, Marc Garneau, menyebut penggunaan kekuatan mematikan oleh militer "mengerikan". Keduanya mendesak tanggapan kolektif negara-negara dunia.
Baca juga: Suster di Myanmar Menangis dan Berlutut di Hadapan Polisi, Memohon agar Demonstran Tak Ditangkapi
Tom Andrews, utusan khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, menilai jelas serangan junta akan terus berlanjut, sehingga komunitas internasional harus meningkatkan tanggapannya.
Dia mengusulkan embargo senjata secara global, lebih banyak sanksi dari lebih banyak negara terhadap mereka yang berada di belakang kudeta Myanmar, serta sanksi terhadap bisnis militer. Dewan Keamanan PBB juga diharapkan memberikan rujukan ke Pengadilan Kriminal Internasional.
"Kata-kata kutukan diterima tetapi tidak cukup. Kita harus bertindak," kata Andrews dalam sebuah pernyataan.
"Mimpi buruk di Myanmar yang terbentang di depan mata kita akan bertambah buruk. Dunia harus bertindak."
Sementara beberapa negara Barat telah memberlakukan sanksi terbatas, para jenderal secara tradisional mengabaikan tekanan diplomatik dengan dukungan dari China dan Rusia.
Junta berjanji akan mengadakan pemilihan baru, tetapi belum menetapkan tanggal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.