Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Aung San Suu Kyi, Kontroversi Pejuang Demokrasi yang Hadapi Tuntutan Genosida

Kompas.com - 19/02/2021, 23:48 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sementara jabatan Presiden Myanmar dipegang oleh Win Myint, pembantu dekatnya, yang menjabat hingga kudeta 2021.

Ketika pemerintahan baru memulai proses reformasi, Suu Kyi dan partainya kembali bergabung dalam proses politik. Mereka memenangkan 43 dari 45 kursi yang diperebutkan pada pemilihan sela April 2012. Suu Kyi dilantik sebagai anggota parlemen dan pemimpin oposisi.

Namun sejak menjadi penasihat negara Myanmar, pandangan dunia berbalik terhadapnya. Semua dibuat terperangah dengan pembiaran atas kekerasan pada kelompok minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. Gelombang pencari suaka ini terjadi karena tindakan keras militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine.

Myanmar sekarang menghadapi tuntutan hukum yang menuduhnya melakukan genosida di Pengadilan Internasional (ICJ). Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki negara tersebut atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Suu Kyi dituding tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida. Pasalnya dia menolak mengutuk atau mengakui laporan kekejaman kelompok militer yang masih kuat di negara itu.

Awalnya sejumlah orang melihatnya sebagai politikus pragmatis, yang mencoba memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Dalam wawancara dengan BBC, dia dinilai “meremehkan” konflik Rohingnya. Setelah itu pembelaan pribadinya atas tindakan tentara dalam sidang ICJ di Den Haag, kian memperbutuk reputasi di mata internasional.

Dalam sidang tersebut penasihat negara Myanmar itu menepis tuduhan atas pemerintahnya terhadap etnis Rohingnya sebagai "gambaran faktual yang tidak lengkap dan menyesatkan".

Kekerasan itu dipicu oleh serangan teroris dari Arakan Rohingya Salvation Army (Arsa), katanya mengutip Guardian

Sejumlah pihak menuntut agar Nobel Perdamaian yang dihadiahkan kepadanya dicabut. 

Baca juga: Pengungsi Rohingya Semakin Takut Kembali ke Myanmar Setelah Kudeta

Reformasi demokrasi mandek

Meski mendapat tudingan keras di tingkat internasional, “The Lady” tetap sangat populer di antara mayoritas Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk Rohingya.

Selama masa kekuasaannya, Suu Kyi dan pemerintah NLD juga menghadapi kritik karena menuntut jurnalis dan aktivis menggunakan undang-undang era kolonial.

Sementara ada kemajuan di beberapa bidang, militer terus memegang seperempat kursi parlemen dan mengendalikan kementerian-kementerian utama termasuk pertahanan, urusan dalam negeri dan perbatasan.

Pada Agustus 2018, Suu Kyi menggambarkan para jenderal di kabinetnya sebagai sosok yang "agak manis." Sementara para analis melihat transisi demokrasi Myanmar tampaknya terhenti.

Kudeta militer 2021 terjadi ketika negara itu menghadapi salah satu wabah Covid-19 terburuk di Asia Tenggara. Ketegangan baru terjadi pada sistem perawatan kesehatan Myanmar yang sudah lesu karena lockdown yang menghancurkan mata pencarian.

Namun Ms Suu Kyi tetap populer. Sebuah survei 2020 oleh People's Alliance for Credible Elections, menemukan tingkat kepercayaan penduduk Myanmar padanya sebesar 79 persen, naik dari 70 persen tahun sebelumnya.

Derek Mitchell, mantan Duta Besar AS untuk Myanmar mengatakan kepada BBC: "Kisah Aung San Suu Kyi adalah tentang kita dan juga tentang dia. Dia mungkin tidak berubah. Dia mungkin konsisten dan kita tidak tahu kompleksitas penuh tentang apa yang dihadapi di negaranya.

Baca juga: Ironi Seorang Aung San Suu Kyi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com