KOMPAS.com – 1 Januari 1959 menjadi hari bersejarah bagi Kuba dan akan merombak wajah negara tersebut hingga hari ini.
Setelah menghadapi revolusi yang dipelopori oleh Gerakan 26 Juli-nya Fidel Castro, diktator Kuba Fulgencio Batista melarikan diri dari negara pulau itu.
Ibu Kota Kuba, Havana, gembira sekaligus masih kacau setelah Batista kabur sebagaimana dilansir dari History.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS), berupaya merumuskan cara terbaik menangani Castro dan gemuruh anti-Amerikanisme yang tidak menyenangkan di Kuba.
Batista merupakan kroni Washington. “Negeri Paman Sam” telah lama mendukung mantan tentara tersebut sejak 1933 hingga 1944.
Baca juga: [CERITA DUNIA] Sisi Lain yang Kelam dari Asal-usul Hari Valentine
Washington juga mendukung Batista merebut kekuasaan untuk kedua kalinya dalam kudeta tahun 1952.
Castro memulai revolusi di Kuba dengan menyerang sebuah barak militer pada 1953. Setelah itu Batista semakin brutal menekan pemberintak hingga kahirnya Castro melarikan diri dari Kuba.
Setelah itu, Kuba semakin memanas ketika Castro kembali dari pelariannya ke Kuba pada Desember 1956.
Castro tidak sendiri, dia ditemani seorang dokter Argentina penganut Marxisme-Leninisme bernama Ernesto "Che" Guevara dan beberapa orang lain.
AS curiga terhadap ideologi kiri Castro dan khawatir bahwa tujuan akhir Castro mungkin menghancurkan investasi dan properti signifikan AS di Kuba.
Baca juga: Cerita Dunia: Polisi Fesyen hingga Pasar Gelap Korea Utara
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan