KOMPAS.com - Sebuah kolaborasi jurnalis internasional dalam proyek OpenLux menyisir data-data yang ada di perbankan Luxembourg yang dicurigai menjadi bagian dari operasi pengemplangan pajak para miliarder dunia.
Hal serupa pernah dilakukan kolaborasi jurnalis yang mengungkap skandal Panama Papers. Dokumen-dokumen OpenLux mengungkap kepemilikan gelap gedung-gedung Sukanto Tanoto dan anaknya, Andre di Jerman.
Dokumen tersebut mengungkap, pada 2019, Andre Tanoto membeli satu dari tiga gedung mewah rancangan arsitek kondang Frank O. Gehry di kota pusat perekonomian Düsseldorf, ibu kota negara bagian Nordrhein Westfalen (NRW). Gedung tersebut dibeli seharga 50 juta euro (sekitar Rp 847 miliar).
Tak lama kemudian, Tanoto Sukanto, membeli bekas istana Raja Ludwig di München. Gedung empat lantai itu, yang sekarang menjadi kantor pusat perusahaan asuransi Allianz di kawasan prestisius Ludwigstrasse. Menurut dokumen OpenLux, gedung tersebut dibeli seharga 350 juta euro atau sekitar Rp 6 triliun.
Baca juga: Begini Progres Pembebasan Lahan Sukanto Tanoto di Ibu Kota Baru
Große #Steuer-Enthüllung in @SZ-Ausgabe von morgen! Luxemburg ist weiter eine florierende Steueroase. Und das Schlimme: Die Bundesregierung schaut tatenlos zu, wie Firmen über unternehmensinterne Kredite Steuern bei uns vermeiden. Der Schaden für's Gemeinwohl ist riesig! #OpenLux pic.twitter.com/VwVnlCGZac
— Sven Giegold (@sven_giegold) February 7, 2021
Sumber dokumen OpenLux salah satunya adalah keterangan dari anggota Parlemen Uni Eropa dari fraksi Partai Hijau, Sven Giegold. Dia mengungkapkan, keluarga Sukanto Tanoto melakukan pembelian terselubung lewat beberapa perusahaan cangkang di Cayman Islands, Singapura, dan Luxembourg.
Dia menyebut, pembelian terselubung biasanya dilakukan untuk pengemplangan pajak atau pencucian uang dan sangat merugikan Jerman, Luxembourg dan Indonesia.
Otoritas di Jerman tidak mengetahui bahwa konglomerat sawit asal Indonesia itu yang membeli properti-properti tersebut, kata dia.
Organisasi lingkungan Greenpeace menyebut Sukanto Tanoto sebagai "sosok perusak hutan terbesar dunia" dan menuduh praktik bisnis minyak sawitnya terlibat berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan berbagai praktik penghindaran pajak.
Sven Giegold menekankan, praktik pengemplangan pajak merugikan tidak hanya Jerman dan Uni Eropa, melainkan juga Indonesia. Di Jerman saja, kerugiannya mencapai lebih 20 miliar euro.
Deutschland ist in Europa Hauptgeschädigter von #Steuervermeidung. Das Groteske: Frankreich & Dänemark haben dem wichtigsten Steuertrick der #OpenLux-Recherche einen Riegel vorgeschoben, aber CDU/CSU blockieren das bei uns. Wir müssen den Schaden für's Gemeinwohl endlich stoppen! pic.twitter.com/RFJrKymw4K
— Sven Giegold (@sven_giegold) February 8, 2021
Baca juga: 5 Things To Know, Tanah Sukanto Tanoto hingga Penghapusan IMB
Proyek OpenLux digalang oleh OCCRP, platform jurnalisme investigatif untuk mengungkap kasus-kasus kejahatan terorganisir dan korupsi skala besar, yang dalam proyek ini berkolaborasi dengan media Prancis Le Monde dan media Jerman Süddeutsche Zeitung (SZ).
Investigasi untuk pelacakan kepemilikan yang dibeli dengan konstruksi perusahaan cangkang dimungkinkan di Uni Eropa, setelah ditetapkan Aturan Transparansi pada 2018 untuk memerangi korupsi, pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Aturan ini mewajibkan negara-negara anggota Uni Eropa membuat daftar kepemilikan secara transparan yang memuat nama-nama pemilik properti dan usaha maupun pemegang saham.
Investigasi OpenLux mengungkapkan, di Luxembourg saja ada sekitar 55 ribu perusahaan cangkang yang mengelola dana sampai 5 triliun euro.
Sumber Deutsche Welle Indonesia/HP/AS diedit oleh Miranti Kencana Wirawan.
Baca juga: Bappenas: Sukanto Tanoto Sudah Tahu Konsekuensi Status Konsesi HTI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.