Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Dekade Kejatuhan Muammar Gaddafi, PBB Desak “Tentara Bayaran Asing" Tinggalkan Libya

Kompas.com - 11/02/2021, 06:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

GENEWA, KOMPAS.com - Dewan Keamanan PBB mendesak semua negara dengan pasukan asing dan tentara bayaran di negara Afrika Utara itu untuk menarik mereka "tanpa penundaan lebih lanjut".

Seruan ini disampaikan seiring dengan langkah maju untuk mengadakan pemilihan pada Desember. PBB menilai pembentukan pemerintahan transisi di Libya menjadi "sebuah tonggak penting" bagi Bangsa Afrika Utara yang terpecah belah itu.

Konflik Libya, dimulai dengan pemberontakan yang didukung NATO pada 2011. Saat itu diktator lama Muammar Gaddafi digulingkan dan memecah negara. Konfliknya telah menjadi salah satu sisa-sisa "Arab Spring" yang paling sulit diselesaikan satu dekade lalu.

Kesepakatan antara dewan kepresidenan sementara beranggotakan tiga orang, dan perdana menteri pada Jumat (5/2/2021), dipandang sebagai langkah besar menuju pemersatu Libya. Meski pelaksanaannya masih belum pasti.

Negara ini memiliki pemerintah saingan di timur dan barat. Masing-masing pihak didukung oleh serangkaian milisi lokal juga, sebagai kekuatan regional dan asing.

PBB meminta para eksekutif sementara segera menyetujui pembentukan pemerintahan baru yang inklusif. Termasuk membuat persiapan untuk pemilihan presiden dan parlemen yang direncanakan pada 24 Desember.

Mereka juga diminta meningkatkan layanan bagi rakyat Libya, "dan meluncurkan proses rekonsiliasi nasional yang komprehensif.”

Pernyataan presiden, yang disetujui oleh semua 15 anggota dewan, adalah satu langkah di bawah resolusi dan menjadi bagian dari catatan dewan keamanan PBB.

Baca juga: AS Serukan Penarikan Semua Pasukan Rusia dan Turki dari Libya Sesuai Perjanjian

Perkembangan keamanan Libya

Lonjakan kekerasan terbaru di Libya dimulai pada April 2019. Komandan pasukan yang berbasis di timur, Khalifa Hifter, ketika itu didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab. Kelompok ini melancarkan serangan untuk merebut ibu kota, Tripoli.

Kampanyenya gagal setelah Turki meningkatkan dukungan militernya untuk pemerintah yang didukung PBB di Tripoli dan barat. Ada juga ratusan tentara dan ribuan tentara bayaran Suriah menguatkan pengamanan.

Hal ini menyebabkan perjanjian gencatan senjata pada Oktober, yang menyerukan penarikan semua pasukan asing dan tentara bayaran dalam tiga bulan dan kepatuhan terhadap embargo senjata PBB, ketentuan yang belum dipenuhi.

Anggota Dewan Keamanan PBB meminta semua untuk menerapkan perjanjian gencatan senjata "secara penuh". Jadi segera menarik pasukan asing dan tentara bayaran, dan sepenuhnya mematuhi embargo senjata.

Kamis lalu (4/2/2021), dewan tersebut meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres segera mengerahkan tim pendahulu ke Libya. Langkah pertama itu untuk mengirim pengawas mengamati gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai.

Guterres merekomendasikan pada akhir Desember agar pengawas internasional dikirim di bawah payung PBB. Tugasnya mengamati gencatan senjata dari pangkalan di kota strategis Sirte, pintu gerbang ke ladang minyak utama Libya dan terminal ekspor.

Dia mengatakan tim pendahulu harus dikirim ke Tripoli, sebagai langkah pertama untuk "memberikan dasar bagi mekanisme pemantauan gencatan senjata PBB yang berbasis di Sirte."

Baca juga: Lakukan Protes, Toko di Libya Jadikan Wajah Presiden Perancis untuk Alas Lantai

Pernyataan dewan yang diadopsi Selasa (9/2/2021), "menggarisbawahi pentingnya mekanisme pemantauan gencatan senjata, yang dipimpin Libya yang kredibel dan efektif, di bawah naungan PBB", dan menyambut baik pengerahan cepat tim pendahulu.

"Dewan Keamanan berharap menerima proposal tentang tugas dan skala mekanisme pemantauan gencatan senjata dari Sekretaris Jenderal (PBB)," kata pernyataan presiden.

Dewan tersebut berterima kasih kepada diplomat Amerika Stephanie Williams, mantan penjabat utusan khusus PBB untuk Libya. Dia berperan dalam membuat saingan Libya menyetujui gencatan senjata, pemilihan Desember dan pemerintahan transisi.

Mantan menteri luar negeri Slovakia Jan Kubis, seorang diplomat veteran PBB, mengambil alih Senin (8/2/2021) sebagai perwakilan khusus PBB untuk Libya. Kantornya mengatakan dia telah berbicara dengan para pemain kunci di timur dan barat, presiden-menunjuk dewan kepresidenan dan perdana menteri yang ditunjuk.

Dewan Keamanan menegaskan kembali komitmennya yang kuat "untuk proses politik yang dipimpin Libya dan dimiliki Libya yang difasilitasi oleh PBB dan untuk kedaulatan, kemerdekaan, integritas wilayah, dan persatuan nasional Libya."

Kubis berjanji untuk membangun "di atas momentum yang dihasilkan oleh perkembangan positif yang dicapai dalam beberapa bulan terakhir".

Baca juga: Rusia Dikabarkan Kirim Tentara Bayaran ke Libya, Berasal dari Suriah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com