Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Warren Buffett, Belajar dari Setiap Kegagalan Investasi

Kompas.com - 31/01/2021, 10:08 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

 

KOMPAS.com - Satu-satunya generator ekonomi yang “nampaknya” berjalan dengan baik selama pandemi Covid-19 salah satunya adalah pasar saham.

Meski sedang dilanda fenomena GameStop dan mengalami gejolak saat ini, dalam satu tahun terakhir pasar saham memberikan keuntungan luar biasa bagi orang-orang pemodal besar dunia.

Menurut Forbes, total kekayaan bersih 651 miliarder AS saja naik 36 persen. Dengan gabungan keuntungan 10 miliarder teratasnya sudah mencapai lebih dari 1 triliun dollar AS (Rp 14 kuadriliun).

Salah satu dari miliuner itu, yang mungkin dicari-cari pendapatnya soal fenomena pemodal retail di pasar saham saat ini, adalah Warren Edward Buffett.

Dikenal sebagai "Oracle of Omaha," Warren Buffett adalah seorang guru investasi dan salah satu pengusaha terkaya dan paling dihormati di dunia.

Dia menunjukkan kemampuan bisnis yang tajam di usia muda melalui Buffett Partnership Ltd pada 1956.

Pada 1965 dia mengambil alih kendali Berkshire Hathaway. Melalui bisnisnya dia “mengawasi” pertumbuhan ekonomi dengan kepemilikan di industri media, asuransi, energi, dan makanan dan minuman.

Baca juga: Resesi Kian Dekat, Simak Petuah Warren Buffett soal Investasi di Masa Sulit

Menghasilkan sejak muda

Warren Edward Buffett lahir pada 30 Agustus 1930, dari ibunya Leila dan ayahnya Howard, seorang pialang saham yang menjadi Anggota Kongres AS.

Buffett sudah menunjukkan bakat luar biasa dalam hal uang dan bisnis pada usia yang sangat dini.

Bakatnya menghitung kolom angka hanya dengan membayangkannya dalam kepala, masih membuat rekan bisnis Warren takjub sampai saat ini.

Pada usia enam tahun, Warren sudah menghasilkan uang. Lima tahun kemudian, Buffett mengambil langkah pertamanya ke dunia keuangan tingkat tinggi.

Dia masuk ke pasar saham saat berusia 11 tahun, dengan membeli tiga saham Cities Service Preferred seharga 38 dollar AS (kini Rp 532.760). Saham itu sempat turun nilainya, namun Warren kecil yang masih ragu memutuskan untuk tetap bertahan.

Begitu harga kembali naik dan menunjukkan margin kecil keuntungan dari pembelian awalnya, dia langsung menjual sahamnya. Keputusan itu disesalinya kemudian, karena saham tersebut melejit hingga 5 kali lipat setelah itu.

Baginya, pengalaman itu memberi pelajaran dasar dalam berinvestasi, yaitu kesabaran adalah sebuah kebajikan.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah pada 1947, awalnya Buffet tidak berniat melanjutkan kuliah. Pasalnya di usia 17 tahun itu dia sudah menghasilkan ribuan dollar dari bisnis pengiriman koran.

Namun Ayahnya punya rencana lain, dan mendesak putranya bersekolah di Wharton Business School di University of Pennsylvania. Disana dia hanya bertahan dua tahun, karena menurutnya dia tahu lebih banyak daripada profesornya.

Buffer akhirnya pindah ke Universitas Nebraska-Lincoln. Meski bekerja penuh waktu, ia berhasil lulus hanya dalam tiga tahun.

Baca juga: Salip Warren Buffett, Pengusaha India Ini Jadi Orang Terkaya Ke-5 di Dunia

Bertemu sang mentor

Sempat ditolak di Harvard Business School karena terlalu muda, Buffett akhirnya mengambil pendidikan pasca sarjana di Columbia. Disana dia bertemu investor terkenal Ben Graham dan David Dodd, yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Filosofi Graham selanjutnya meresap ke dalam sebagian besar keputusan bisnis Buffett dalam lebih dari 40 tahun sejak mereka pertama kali bertemu.

Pada dasarnya, teori “investasi nilai” Graham mendorong para investor mencari saham yang dijual di bawah "nilai intrinsik”-nya. Hitungan yang digunakan Graham mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya.

Ini adalah teori yang cukup sederhana, tetapi memerlukan banyak penelitian tentang perusahaan untuk menentukan kekayaan bersih sebuah perusahaan, "nilai buku" mereka, dan faktor-faktor lainnya. Ternyata ini adalah penelitian yang sangat cocok dengan Buffett.

Setelah lulus sekolah, di perusahaan pialang ayahnya, Buffett sering bepergian ke Lincoln, Nebraska dan meneliti laporan perusahaan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com