Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tokoh Agama dan Politik Myanmar Serukan Militer dan Pemerintah Berdialog

Kompas.com - 30/01/2021, 13:11 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Tokoh politik dan tokoh agama terkemuka di Myanmar telah mendesak pemerintah dan para pemimpin militer berdialog untuk menenangkan ketegangan.

Diberitakan sebelumnya militer menuduh terjadinya kecurangan besar dalam pemilu Myanmar yang digelar pada 8 November 2020.

Menjelang pemilu, militer menuduh Komisi Pemilihan Umum (UEC) memiliki manajemen yang buruk mengenai persiapan pemungutan suara.

Mereka juga meragukan apakah pemungutan suara akan bebas dan adil sebagaimana dilansir dari The Irrawaddy, Kamis (28/1/2021).

Setelah Partai League for Democracy (NLD)-nya Aung San Suu Kyi menang telak dalam pemilu, militer melakukan penyelidikan mandiri terhadap proses pemungutan suara.

Baca juga: Ibu Kota Myanmar Dikelilingi Pagar Berduri di Tengah Ancaman Kudeta Militer

Di sisi lain, partai oposisi utama, Partai Union Solidarity and Development Party (USDP), juga menuduh bahwa adanya kecurangan dalam pemilu.

Militer dan USDP juga protes karena seruan mereka untuk penyelidikan pemilu tidak didengarkan UEC.

Karena tak digubris, militer telah menerbitkan serangkaian temuan yang mereka katakan memberikan bukti untuk mendukung klaim telah ada penipuan dalam pemilu.

Tetapi tuduhan tersebut telah ditolak oleh komisioner pemilu karena dianggap dilebih-lebihkan dan tidak masuk akal.

Militer mengatakan, hingga awal pekan ini, mereka telah menemukan hampir 8,6 juta penyimpangan daftar pemilih. Pemerintah dan UEC tidak merespons keluhan tersebut.

Baca juga: Komisi Pemilihan Umum Tolak Tuduhan Militer Myanmar Terkait Kecurangan Pemilu 2020

Ketegangan meningkat drastis pada konferensi pers militer pada Selasa (26/1/2021) ketika juru bicara angkatan bersenjata, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, menolak untuk mengesampingkan kemungkinan kudeta militer jika permintaan untuk penyelidikan atas dugaan kecurangan pemilu tidak dipenuhi.

Zaw Min Tun juga mengatakan bahwa diamnya pemerintah atas keluhan penipuan menciptakan masalah bagi militer.

“Kami tidak ingin dianggap sebagai penjahat dalam sejarah, oleh karena itu Tatmadaw (angkatan bersenjata Myanmar) membagikan temuannya,” kata Zaw.

Penolakan juru bicara militer tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang apakah angkatan bersenjata bersiap bakal melakukan kudeta.

Daw Htoot May, menteri urusan etnik Rakhine terpilih untuk Wilayah Yangon, bertutur penolakan militer untuk mengesampingkan kudeta adalah hasil dari diamnya UEC atas masalah tersebut.

Baca juga: Myanmar di Ambang Kudeta Militer, Belasan Kedubes Beri Peringatan

“Setahu saya, militer melakukan tekanan karena UEC diam saja meski ada keluhan atas hasil pemilu,” ujar Daw.

Beberapa percaya bahwa pertemuan resmi antara para pemimpin sipil dan militer tertinggi negara itu, Aung San Suu Kyi dan Jenderal Min Aung Hlaing, dapat menyelesaikan ketegangan.

Al Haj U Aye Lwin, Ketua Islamic Center of Myanmar, mengatakan fleksibilitas dapat membantu segala sesuatunya bergerak maju.

“Jika Aung San Suu Kyi bertemu dengan jenderal senior (Min Aung Hlaing) dan mengatakan bahwa dia menanggapi kekhawatirannya dengan serius, dan memberi tahu dia bagaimana pemerintah telah sepenuhnya mengikuti masalah ini, segalanya akan membaik,” tutur U Aye Lwin.

Beberapa partai politik, termasuk USDP, saat ini telah mengadukan hasil pemilu yang menunggu keputusan UEC.

Baca juga: Militer Myanmar Ancam Kudeta Pemerintahan Aung San Suu Kyi

Di bawah hukum, pengadilan pemilihan akan mengadakan dengar pendapat tentang mereka. U Aye Lwin menyarankan militer harus menunggu keputusan akhir UEC atas pengaduan tersebut.

“Hanya setelah mengetahui ada penyimpangan dan penipuan, barulah mereka mempertanyakannya,” tambah U Aye Lwin.

Pendeta Hkalam Samson, Presiden Konvensi Baptis Kachin, mengenang bahwa Jenderal Min Aung Hlaing berulang kali mengeluhkan kecurangan dalam pemilihan selama pertemuan mereka pada Desember 2020.

"Sekarang sepertinya dia telah menyusun rencananya," ujar Samson, mengacu pada ancaman yang dirasakan dari pengambilalihan militer.

Baca juga: Pertaruhkan Nyawa, Ribuan Orang Lakukan Aktivitas Penambangan Ilegal Batu Giok di Myanmar

Dia mendesak militer untuk tidak memikirkan kudeta, karena itu akan membuat Myanmar semakin mundur.

Komentar juru bicara militer membuat pendeta bertanya-tanya apakah kepemimpinan Myanmar benar-benar menginginkan perdamaian.

“Jika mereka menginginkannya, mereka semua harus bernegosiasi. Yang bisa kami lakukan adalah menunggu hasilnya,” tambah Samson.

Baca juga: Seorang Pria Culik, Perkosa, dan Bunuh Gadis 6 Tahun Etnis Minoritas Myanmar, Dituntut Hukuman Mati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com