Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berakhirnya Transisi Kekuasaan Damai AS di Tangan Donald Trump

Kompas.com - 19/01/2021, 15:38 WIB
Ericssen,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengakhiri kepresidenannya dengan meninggalkan noda pada demokrasi "Negeri Uncle Sam”

Trump dipastikan tidak akan menghadiri acara pelantikan suksesornya Joe Biden yang dijadwalkan Rabu (20/1/2021).

Presiden berusia 74 tahun itu akan bertolak dari Gedung Putih melalui Pangkalan Militer Andrews menuju ke kediamannya di resor Mar-a-Lago, Florida, Rabu pagi pukul 08.00.

Baca juga: Kurang dari 24 Jam Lagi Lengser, Trump Masih Mengomel Dia Menang Pilpres AS

Acara perpisahan singkat akan digelar di lokasi sebelum Trump terbang dengan pesawat kepresidenan Air Force One.

Keputusan kontroversial Trump menjadikannya presiden ke-6 dalam sejarah AS yang tidak menghadiri pelantikan penggantinya.

Patahnya tradisi demokrasi AS

Presiden terakhir yang tidak hadir adalah Woodrow Wilson. Keputusan Wilson ketika itu pada tahun 1921 dapat dimaklumi karena kondisi kesehatannya yang buruk.

Jika dihitung, ratusan tahun lalu tepatnya 152 tahun lalu, presiden AS dengan sengaja menolak muncul di acara pelantikan suksesor.

Presiden itu adalah Andrew Johnson yang memilih menggelar rapat kabinet terakhir dibanding hadir di pelantikan Ulysses Grant pada 1869.

Baca juga: Trump Cetak Angka Kepuasan Terendah, Hanya 34 Persen Jelang Lengser

Transisi kekuasaan damai yang selalu menjadi ciri khas ratusan tahun demokrasi AS berakhir pada pilpres 2020, dimulai dengan momen Trump menolak mengakui kekalahannya pada hari Biden dinyatakan sebagai pemenang.

Walau akhirnya mengaku kalah awal Januari, Trump menghabiskan waktu 2 bulan mengeklaim dia adalah pemenang pilpres. Dia juga menuduh telah terjadi kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis berskala besar.

Melalui tim hukumnya, Trump mengajukan puluhan tuntutan kecurangan pemilu yang tidak berdasar tanpa dibekali bukti hukum yang kuat.

Taipan real estat itu juga berkali-kali mendesak pejabat di negara bagian swing states hingga Wakil Presidennya Mike Pence untuk mencabut, membalikan, membatalkan hasil pilpres.

Teori konspirasi yang terus dikicaukannya melalui Twitter memperdalam polarisasi politik antara pendukungnya dan pendukung Biden.

Puncaknya adalah penyerbuan gedung Kongres AS, Capitol Hill, oleh loyalis Trump yang menggemparkan dunia dan berujung korban jiwa hingga lima orang.

Baca juga: Trump Disebut Hanya Duduk Menonton TV Saat Kerusuhan di Capitol AS

Tidak merasa bersalah, Trump malahan terus menyemangati dan membakar pendukungnya yang membuat dia dimakzulkan untuk kedua kalinya oleh DPR AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com