Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Israel Kerahkan Buzzer Pemerintah di Media Sosial untuk Galang Dukungan Normalisasi di Timur Tengah

Kompas.com - 14/01/2021, 20:59 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

TEL AVIV, KOMPAS.com - Sekelompok buzzer asal Israel menggiatkan kampanye media sosial untuk menjaring dukungan bagi normalisasi diplomasi. Meski berisi ajakan damai, pesan mereka enggan menggaung di kalangan masyarakat Arab.

Dari dalam kantor yang sempit dan dipenuhi peta Timur Tengah, sekelompok buzzer Israel melancarkan kampanye sosial media untuk memupuk penerimaan warga Arab terhadap negeri Yahudi tersebut.

Satuan tugas yang dibentuk Kementerian Luar Negeri itu menggunakan bahasa Arab untuk menyapa pengguna Facebook, Twitter atau Instagram.

Baca juga: Israel Tolak Secara Tidak Resmi WHO untuk Penuhi Vaksin Covid-19 di Palestina

 

Mereka adalah bagian dari upaya diplomasi Israel pasca-normalisasi hubungan dengan sejumlah negara Arab, seperti yang dilansir dari DW Indonesia pada Kamis (14/1/2021). 

Namun, meredakan permusuhan yang dibina selama beberapa generasi bukan tugas mudah.

November lalu, sebuah unggahan swafoto selebriti Mesir, Mohamed Ramadan, bersama penyanyi pop Israel, Omer Adam, di Dubai memicu badai kecaman.

Terutama Ramadan dijadikan sasaran amukan publik Mesir. Padahal unggahan itu dibubuhi kalimat "seni menyatukan kita semua.”

Baca juga: Houthi Ancam Serang Situs Penting Milik Israel

Pejabat Israel mengakui tantangan yang diemban para buzzer pemerintah, terlebih ketika lini masa media sosial kadung dipenuhi konten pro-Palestina, atau bukti visual pelanggaran HAM oleh tentara pendudukan Israel.

Yonatan Gonen yang mengepalai unit media sosial berbahasa Arab di Kemenlu mengatakan, foto Mohamed Ramadan diunggah untuk mempromosikan "normalisasi” antara bangsa Arab dan Israel.

 

Dia mengaku badai kecaman di media sosial memang mengecewakan, tapi menyadari prosesnya "membutuhkan waktu, orang mengubah pola pikirnya selama beberapa generasi.”

Baca juga: Israel Gelar Serangan Udara Paling Mematikan di Suriah sejak 2018, 40 Orang Tewas

Harapan diutarakan Ofir Gandelman, juru bicara perdana menteri Israel. Menurutnya kini semakin banyak warga Arab yang melihat Israel sebagai sekutu, ketimbang musuh.

"Ketika perdamaian regional meluas, kemampuan berbicara dengan negara jiran dalam bahasa mereka sendiri menjadi sangat penting,” kata dia.

Tapi Dr Ala'a Shehabi, peneliti Inggris berdarah Bahrain di London, mengatakan sentimen publik Arab masih pro-Palestina.

Ihwal kampanye buzzer Israel, dia mengatakan "tidak bisa dikatakan sukses jika kampanye ini belum bisa mengubah pandangan umum.”

Baca juga: 4 Negara Mencoba Hidupkan Kembali Perundingan Damai Israel dan Palestina

Diplomasi digital jangka panjang

Israel membutuhkan dukungan publik Arab terhadap kesepakatan damai yang ditandatangani baru-baru ini.

Namun kesepakatan serupa yang sudah dijalin dengan Mesir sejak 1979 atau Yordania sejak 1994, hingga kini belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat.

Oktober lalu, Kementerian Urusan Strategis melaporkan, antara Agustus dan September 2020 tercatat lebih dari 90 persen unggahan berbahasa Arab di media sosial membiaskan "normalisasi” sebagai hal negatif.

"Israel harus menyiapkan kampanye online jangka panjang untuk meyakinkan bangsa Arab agar mendukung kemitraan yang lebih kuat dengan Israel,” begitu bunyi penggalan laporan tersebut, seperti dilansir Reuters.

Seorang pejabat kementerian mengklaim, pada Januari jumlah unggahan negatif terkait normalisasi, anjlok sebanyak 75 persen.

Baca juga: 57 Pasukan di Suriah Tewas dalam Serangan Udara Israel Paling Mematikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com